BAB 16

0 0 0
                                    

Sore itu Hamzah mencuci beberapa bajunya yang kotor. Sejak memutuskan masuk pondok dan disetujui oleh ayah bunda lima tahun yang lalu, Hamzah menjadi pribadi yang lebih mandiri dari sebelumnya. Mengerjakan segala sesuatu kebutuhannya sendiri tanpa banyak mengeluh.
Tiba-tiba Malik datang menabrak ember wadah cucian Hamzah, membuat baju-baju yang telah ia cuci kotor lagi. Melihat pelakunya Malik, amarah Hamzah membara, teringat kejadian masa lalunya.
" Maksud kamu apaan?"
" Belum puas menghancurkan keluarga saya? Hm!"" ucap Hamzah menahan marah. Azzam yang datang menyusul Hamzah bingung melihat kejadian di depannya. Bukan seperti Hamzah yang ia kenal.
" Maaf, Zah aku gak sengaja nabrak." Malik memelas.
" Apa kamu sengaja belum puas hancurin hidup saya? Belum?!"
" Sampai beraninya kamu datang didepan saya lagi?!"
" Sahabat munafik kamu, Lik! Munafik!!!!"
" Aku benci sama kamu!! Aku benci!!!!" teriak Hamzah menjadi-jadi. Sedangkan Malik hanya menunduk pasrah seakan ia bersalah.
" Zah, Zah. Kamu kenapa? Istigfar Zah, istigfar."
"Dah yuk ke kamar, tenangin dirimu." ajak Azzam menyeret Hamzah pergi.
Hamzah diam dan menangis beberapa saat. Entah kenapa setiap mendengar nama atau bahkan wajah Malik ia selalu terbawa emosi akan masa lalu.
" Kamu ini kenapa Zah?" tanya Mas Rizal.
" Sini cerita. Kamu ada masalah apa sama Malik?" tanya Azzam duduk disampingku bersama Mas Rizal.
" Iya, sepertinya kamu selalu emosi saat melihat Malik?" tanya Mas Rizal yang ternyata selama ini memperhatikan.
" Gakpapa kok Mas, Zam." jawab Hamzah berbohong.
" Gak mungkin Zah, sifatmu tadi bukan seperti Hamzah yang aku kenal. Pasti kamu ada masalah kan sama Malik." tebak Azzam yang dijawab gelengan oleh Hamzah.
" Kalo kamu gak mau cerita,anggap aja kita bukan sahabatmu Zah," cetus Mas Rizal.
Hamzah segera menggeleng sedangkan mereka beranjak pergi.
" Baik aku ceritakan apa yang terjadi." jawab Hamzah mengalah, ia tak ingin kehilangan kedua sahabat terbaiknya itu.
Hamzah menghela nafas panjang dan mulai bercerita.
Dahulu di kabupaten Pringsewu terdapat keluarga kecil bahagia, walaupun serba kekurangan. Hasan yang bekerja sebagai kuli pasar dan Fatimah istrinya berkerja sebagai tuakng cuci. Mereka mempunyai seorang anak yang cerdas dan soleh bernama Hamzah.
Keharmonisan keluarga itu dimulai saat Hasan mengalami kecelakaan saat berkerja di pasar dan diharuskan menjalankan operasi tulang belakang dengan biaya yang mahal. Kondisi ekonomi keluarga yang sangat minim membuat Fatimah memutar otak untuk memdapatakan pinjaman uang. Sofia, tetangga mereka yang merupakan janda kaya bersedia membantu Fatimah. Ia meminjamkan sejumlah uang untuk kesembuhan Hasan.
Malik, anak Sofia merupakan sahabat Hamzah baik disekolah maupun di TPQ tempat mereka belajar. Malik pernah berjanji bahwa ia akam selalu ada untuk Hamzah dan berjuang demi persahabatan.
Karena hutang terhadap Sofia yang begitu banyak, sedangkan Hasan masih dalam proses pemulihan seusai operasi, atas rekomendasi Sofia, Fatimah memutuskan tuk mengadu nasib ke tanah Ibukota,Jakarta. Awalnya, Hasan tidak mengizinkan, tapi setelah menimbang beberapa hal ia mengizinkan dengan rasa bersalah tak mampu membahagiakan keluarga kecilnya.
" Ibu, berangkat dulu ya Pak," pamit Fatimah pada Hasan disampingnya setelah berkams semalam.
" Maafin Bapak belum bisa bahagiaian Ibu, malah bikin Ibu sengsara sampai cari nafkah sendiri." jawab Hasan penuh rasa bersalah.
" Iya selama ini Ibu selalu bahagia bersamamu Pak, gak sengsara." jawab Fatimah tersenyum.
Tak berselang lama,
Tok... Tok.... Tok...
Fatimah segera membukakan pintu, ternyata Sofia.
" Ayok Fat, keburu ketinggalan," ajak Sofia.
" Iya Sof, sebentar."
Sofialah yang akan mengantarkannya sampai pelabuhan Bakauheni. Karena hanya Sofia tetangga dekatnya, dan berbuat baik banyak dikeluarganya. Dia juga yang menawarkan jasa mengantarkan Fatimah tanpa dibayar sepeserpun.
Setelah berpelukan dan pamit, akhirnya Fatimah siap berangkat.
" Ibu, berangkat dulu, Assalamualaikum," pamit Fatimah berderai air mata.
" Waalaikumsalam"
" Ibuuuu...." jeritan Hamzah menyayat hati Fatimah yang berjalan meninggalkan pekarangan rumah. Fatimah sedikit menengok anaknya yang akan berlari. Namun ditahan oleh suaminya. Mereka menangis melepaskan Fatimah pergi, begitupula sebaliknya. Untuk terakhir sebelum Fatimah pergi. Ia berbalik arah berlari menghampiri anaknya, memeluk lama penuh kasih sayang. Sedikit tak rela melepaskan, tetapi ini adalah jalan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
" Ibu berangkat ya Nak," Fatimah lalu pergi tak menengok lagi.
Seminggu setelah Fatimah pergi,, Hamzah merrasakan kehiduapn yang sunyi tanpa seorang ibu. Hasan yang belum bisa berjalan hanya melempar senyum saat Hamzah pulang dan pergi menuntut ilmu, baik sekolah maupun mengaji.
Hingga suatu malam, Sofia datang nersama Malik dan membawakan makan malam. Wajah Hasan nampak kurang suka dengan kedatangan Sofia. Bahkan, tadi siang terdengar teriakan Hasan yang disambung dengan teriakan Sofia.
Hamzah dan Malik bermain diruang depan,
" Lik, aku pipis dulu ya,"  Hamzah menuju kamar mandi.
Seusai dari kamar mandi tak sengaja ia melewati ruang makan dan mendengar Sofia membicarakan sesuatu dengan Hasan.
" Kamu kira aku ikhlas minjamin keluargamu uang sebanyak itu? Enggak San, Enggak! Aku ingin kamu sebagai pendamping hidupku. Aku mencintaimu sejak dulu San! Dan malah Fatimah yang mendapatkanmu. Harusnya aku yang jadi istrimu, bukan Fatimah!" ucap Sofia menggebu-gebu.
" Oo iya satu lagi, aku juga yang menyarankan Fatimah merantau, agar aku bisa bersama denganmu Hasan," ucap Sofia mengelus dada Hasan lalu tertawa jahat.
" Ibu kenapa ketawa kayak gitu?" tanya Malik yang muncul di pintu. Sedangkan, Hamzah menahan amarahnya.
" Sini sayang, kita makan bersama," ucap Sofia pada Malik dan Hamzah yang bediri diambang pintu kamar mandi.
Hamzah menyamarkan amarahnya dan berjalan menuju meja makan. Ia menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Sofia menyendokkan nasi dan lauknya kepada Hasan, Hamzah dan Malik.
" Hamzah Sayang, Tante Sofia jadi mama baru buat Hamzah ya, nanti juga bersauadara dengan Malik." ucap Sofia lembut. Dasar wanita ular.
" Iya Zah, nanti kita bisa main bareng setiap hari bahkan satu rumah." sambung Malik ceria. 'Jadi, Malik udah tau?' gumannya.
Hamzah kehilangan nafsu makan, mengepalkan tangannya tanda menahan amarah juga wajahnya yang merah padam. Sedangkan Hasan, nampak tak bisa berkutik apa-apa.
Brakkkkk
" Sampai kapanpun, Hamzah gak mau Ibu baru!!!!" teriak Hamzah marah lalu pergi meninggalkan meja makan.

Happy reading
Barakallah fiikum

Story of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang