BAB 21

0 0 0
                                    

Setelah seminggu menjalani perawatan dirumah sakit, kini Hamzah diperbolehkan pulang oleh dokter. Hamzah ingin langsung pulang ke pondok, mengingat masih ada amanat yang harus dilaksanakannya. Namun, Ayah dan Bunda memaksa tuk kembali kerumah di Jakarta dengan dalih rindu pada anaknya.
Alhasil, Azzam siap menggantikan posisi Hamzah selama seminggu untuk izin pulang. Empat jam perjalanan kereta dari pondoknya di Bogor menuju rumahnya di Jakarta. Rumahnya tidak seindah singgasana raja ratu, tapi selalu disulap dengan kehangatan layaknya surga dunia.
Ayah dan bunda bukanlah orang kaya, harta mereka hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Pekerjaan ayah sebagai tukang sayur keliling setiap pagi mampu menghidupi kebutuhan keluarga. Bahkan jika ada penghasilan lebih ayah selalu menginfaqkannya sebagai ladang pahala.
Oleh karena itu, Hamzah sangat tidak ingin membebankan mereka. Bahkan, jika Hamzah ingin masuk SMA Favorit dengan biaya yang mahal, pasti akan mereka usahakan. Namun, Hamzah tak sampai hati tuk memintanya. Menjadi bagian dari keluarga ayah bunda merupakan suatu anugerah yang tak terkira. Saat Hamzah bingung harus berbuat apa dan pergi kemana, dengan sukarela Ayah mengangkatnya menjadi anak. Memenuhi segala kebutuhannya dan mencukupi kasih sayangnya.
Ayah selalu memberikan wejangan kehidupan seusai sholat magrib yang kini menjadi bekal beramal sholeh. Bunda selalu mencurahkan kasih sayangnya.  Bahkan, saat aku merindukan ibu, bunda sering kali memeluk dan menenangkan Hamzah.
Sampai suatu hati tas sekolah Hamzah robek dan tak layak pakai, bersamaan dengan mukena bunda yang robek termakan waktu. Bunda rela mengalah dan mengurangi porsi makan demi membelikanku tas baru. Karena kejadian itu, Hamzah memutuskan untuk masuk pesantren dan meraih beasisiwa agar tak membebankan mereka.
" Alhamdulillah sudah sampai," ucap Bunda.
Ayah segera menunrunkan barang bawaan dari angkutan umum, sedangkan bunda membantu Hamzah berjalan. Ayah segera membuka pintu tanpa menggunakan kunci.
" Lo rumahnya gak dikunci selama ditinggal pergi, Yah?" tanya Hamzah penasaran. Pasalnya dirumah hanya ayah dan bunda, jika mereka pergi lalu siapa yang menunggu rumah?.
Terlihatlah seorang wanita yang sedang duduk diruang tamu membelakangi mereka.
" Gak dikunci karena ada orang dirumah, Zah." kawab Ayah tersenyum.
" Ooo Ayah punya ART baru ya?" ucap Hamzah menduga-duga.
" Mana ada Ayah punya ART, Bunda aja masih bisa ngurus rumah kok," jawab Bunda terkekeh.
" La terus siapa yang dirumah, Bun?" tanya Hamzah.
" Lihat saja nanti, pasti kamu senang." jawab Ayah membuat Hamzah semakin penasaran.
Punggung itu, tak asing lagi bagi Hamzah. Sepertinya ia sering menjumpainya, tapi siapa? Wanita itu berbalik badan dengan senyum terukir dibibirnya.
" Hamzah anakku," ucapnya.
Hamzah seakan mimpi disiang bolong. Ia mengucek-ucek matanya dam memukul pipinya berkali-kali, " Bun, ini Ibunya Hamzah? Hamzah mimpi gak sih, Bun?"
" Iya, ini ibu kandungmu sayang, Ibu Fatimah." jawab Bunda.
" I-ibu,.." teriak Hamzah senang.
Anak dan ibu itu saling berpelukan melepaskan rindu selama sepuluh tahun tanpa kabar seakan hilang ditelan bumi. Tak terasa air mata saling mengalir di pelupuk mata keduanya. Ayah dan bunda hanya terharu melihat anak dan ibu itu.
" Kamu sudah sebesar ini, Nak." ucap Ibu menguraikan pelukannya dan mengelus rambut Hamzah.
" Ibu apa kabar?" tanya Hamzah.
" Baik Nak, kamu?" tanya Ibu balik.
" Baik Bu," jawab Hamzah.
Mereka beralih duduk di ruang tamu dengan disuguhi teh dan cemilan yang bunda beli diperjalanan tadi.
" Ibu tau Hamzah disini sejak kapan?" tanya Hamzah.
" Sejak sebulan yang lalu, ibu selalu mengantar jemput anak majikan Ibu yang akan nyantri di pondokmu. Saat itu Ibu melihatmu bersama salah satu temanmu dan tertawa riang. Awalnya Ibu ragu, jika itu kamu. Tapi setelah Ibu bertanya pada Abah Mukhlis, Ibu yakin bahwa kamu Hamzah, anak Ibu. Ternyata kamu tinggal bersama pedagang sayur langganan majikan Ibu. Jadi, sangat mudah mencari keberadaanmu. Dan saat kamu kecelakaan itu,Ibu tahu. Tapi anak majikan Ibu ingin segera pulang. Barulah Ibu mengabari  Ayah dan Bundamu sampai di Jakarta. Bersyukurnya, setelah Ibu menjelaskan semuanya, Ibu dilarang bekerja lagi sama Ayahmu, dan tinggal bersama mereka." jelas Ibu.
" Jadi,Ibu sudah disini lama?" tanya Hamzah.
" Sejak seminggu yang lalu." jawab Ibu tersenyum.
" Maafkan Hamzah yang meninggalkan Bapak, Bu." ucap Hamzah sedih.
" Tak apa, sayang. Ibu sudah tau semuanya dari Malik. Besok seusai kamu lulus kita pulang ke Pringsewu ya," ucap Ibu yag diangguki Hamzah semangat.
Kini, Hamzah menghadap Ayah dan Bunda," Ayah, Bunda terimakaaih banyak sudah merawat Hamzah sampai sekarang. Mendidik dan memenuhi kebutuhan Hamzah dwngan cukup tanpa kurang. Bahkan, sekarang Ayah Bunda menerima kehadiran Ibu tuk tinggal bersama kalian. Maafkan Hamzah yang sering merepotkan Yah, Bun. Seusai lulus nanti Hamzah dan Ibu akan tinggal dirumah sendiri di Pringsewu agar tidak merepotkan kalian lagi," ucap Hamzah tulus.
" Jangan bicara seperti itu Zah, kamu telah kita anggap ssbagai bagian dari keluarga kami. Jangan pernah pergi, Zah. Jika nanti kalian bertemu Bapak, bawalah ia kemari. Kita hidup bersama-sama digubuk ini." jawab Ayah.
" Tapi, Yah.."
" Tak ada tapi-tapian Zah. Kalian keluarga kami." jawab Bunda tersenyum.
" Terimakasih banyak Pak, Bu. Terimakasih." jawab Ibu yabg diikuti Hamzah.
" Semoga Allah membalas kebaikan Ayah Bunda," ucap Hamzah yang diaminkan eh mereka.
Ternyata, Allah punya rencana lain dalam hidup setiap manusia. Rencana yabg gak pernah diduga-duga. Bertemu dengan orang-orang baik dan ikhlas merupakan anugerah yang luar biasa.

Happy reading
Barakallah fiikum

Story of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang