BAB 7

0 1 0
                                    

"Segera hidangkan saja minumannya, Zah tamunya sudah datang." perintah Abah.
Hamzah yang baru saja memasuki ndalem langsung mengerjakan perintah Abah. Ia memberikannya dengan sopan dengan menunduk dan pelan., sesuai dengan tata cara memuliakan tamu. Setiap santri akan melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Hamzah, sebagai bentuk penerapan dari sopan santun dipelajaran akidah akhlak.
Hamzah kembali ke kamarnya meneruskan perbincangannya dengan Mas Rizal dan Azzam. Namun, setibanya ia di kamar kedua sejoli itu sudah tertidur pulas. Alhasil, ia juga ikut tidur disebelah mereka.
Beberapa saat mereka terlelap menyelami alam mimpi, hingga pintu terketuk oleh seseorang. Hamzah yang setengah tidur segera membuka pintu itu, "Ada apa?" tanya Hamzah.
"Tadi yang bikin minum buat tamunya Abah siapa ya Mas? Katanya dari kamar ini." tanya santri itu.
"Oo yang bikin minum buat tamu Abah, saya sendiri." jawab Hamzah jujur.
" Kalo begitu Mas ke ndalem sekarang menemui Abah, ada urusan penting." ucap santri itu menyampaikan pesan yang diangguki Hamzah.
Hamzah segera bersiap-siap menemui Abah. Dia bertanya "Kenapa aku dipanggil lagi ya? Kayaknya tadi minumnya udah bener deh, apa ada yang kurang?" batin Hamzah. Ia terus berjalan menuju ndalem dengan penuh tanda tanya.
Dalam sehari ini, ia sudah masuk ndalem untuk kedua kalinya. Seperti biasa, jantung dan hatinya selalu deg-degan saat akan menemui Abah,  takut terjadi sesuatu. Sesampainya di depan rumah Abah, ia ragu untuk mengetuk pintu,  tetapi lagi-lagi abah muncul membuka pintu.
"Mari masuk Nak Hamzah." ucap Abah.
"Baik Bah,"jawab Hamzah lalu memasuki ruang tamu setelah mengucapkan salam.
Abah nampak ragu ini membuka pembicaraan. Entah apa yang terjadi, membuat Hamzah semakin bertanya-tanya. Akhirnya abah membuka suara, "Tadi Hamzah yang membuat minuman?"
"Benar Bah," jawab Hamzah.
"Apakah kamu memberikan sesuatu pada minuman itu?" tanya Abah berubah menggunakan kata 'kamu' menandakan bahwa ini pembicaraan serius.
"Saya hanya menambahkan gula dan teh serta kopi sesuai pesanan Abah."jawab Abah masih tak mengerti menanyakan hal tersebut.
" Jadi maksud Abah memanggil Nak Hamzah kemari, menyangkut tentang minuman yang Nak Hamzah buat tadi." ucap Bah. Hamzah mendengarkannya dengan seksama.
" Tadi setelah tamu meminum minuman yang kamu buat, tiba-tiba ia kejang kejang dan mengeluarkan busa seperti orang keracunan, tak lama setelah itu ia tergeletak di depan teras dengan cepat. Abah dan beberapa santri lainnya membawanya ke rumah sakit. Sesampainya di sana, tamu Abah itu dinyatakan meninggal dunia karena keracunan yang terkandung dalam minuman yang kamu buat." jelas Abah yang membuat Hamzah terkejut setengah mati.
Baru saja kasus Mas Rizal selesai. Sekarang ditambah lagi kasus baru menyangkut dirinya sendiri. Hamzah ta percaya dengan apa yang baru saja Abah jelaskan.
" Demikian, kamulah tersangka pembunuhan dengan meracuni dalam minuman Zah," sambung Abah lagi.
Lagi-lagi Hamzah tak percaya, semua penjelasan terasa sangat tiba-tiba menghantam keras dadanya hingga sesak. Tak berhwnti sampai disitu seakan hatinya dihempas di tanah penuh duri dan timah panas. Hancur.
" Sa.... Saya tidak menambahkan apapun dalam minuman itu Bah, " ucap Hamzah sesegukan menahan tangis menandakan betapa rapuhnya dirinya.
Hamzah menangis ditempat tanpa peduli saat ini ia sedang ada di ndalem di depan Abah. Kabar ini benar-benar memukulnya sangat kuat.
" Serahkan saja semua pada Allah jika kamubtak bersalah pasti Allah akan menunjukkan." nasehat Abah menepuk-nepuk bahu Hamzah.
Hamzah pamit dan pergi menuju lantai dua masjid, guna menenangkan fikirannya. Fikirannya sangat kacau dan kalut, tak kuasa jika harus bertemu dengan dua sahabatnya. Ia belum siap. Ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan fikirannya. Lantai dua masjid adalah tempat yang tepat.
Sesampainya di masjid Hamzah segera berwudhu dan menaiki tangga. Ia duduk disalah satu anak tangga. Menatap senja yang menghiasi sore itu dan kenangan itu berputar dimemorinya.
Merah jingga di barat itu masih terpampang jelas mencuri hati. Menyimpulkan senyum di wajah teduh Fatimah bersama anaknya. Mensyukuri nikmat yang Allah beri hari ini. Meski tak bersisa, namun cukup sampai makan esok hari. Fatimah yakin rizeki telah Allah atur sejak lima puluh ribu tahun sebelum ia tercipta. Tertulis di lauh mahfudz bersama takdir jodoh dan maut. Jadi, sebagai Hamba Ia hanya perlu bersyukur dan sabar atas segala jalan hidup yang telah ditetapkan.
" Bu, senjanya cantik ya," ucap anak kecil yang duduk disamping Fatimah. Setiap Jum'at, di TPA hanya murojaah dan khusus untuk santri yang sudah masuk menghafal. Jadi, ia pulang lebih cepat, menikmati senja sembari menunggu Bapaknya pulang.
" Iya, karena mentari pamit pergi, berganti dengan bulan yang menghias malam." jawab Fatimah tersenyum pada anaknya.
" Tapi Bu, kenapa senja yang cantik ini cuma sebentar? Setelahnya berganti dengan gelapnya malam yang menyeramkan," tanya anak kecil itu polos tak mengerti
"" Apa setiap hari kita merasa bahagia?" tanya Fatimah menjawab pertanyaan anak berusia tujuh tahun itu.
" Enggak Bu, kadang aku juga sedih karena Gito nakal sama aku," ucap anak itu sedikit kesal karena kenakalan temannya yang membuatnya celaka waktu itu.
" Nah begitu juga dengan kehidupan.  Terkadang senang terkadang juga sedih, iya kan?" ucap Fatimah mengelus lembut puncak kepala anaknya. Anak itu hanya mengangguk menanggapi ucapan Ibunya.
" Saat diatas kita bahagia, senang, cantik seperti senja. Namun kesenangan itu tidak lama, segera hilang berganti dengan gelapnya malam. Bahagia akan bersama dengan duka, begitu juga sebaliknya, Nak. Kalau saat ini kita bahagia, mungkin beberapa waktu lalu atau beberapa waktu kedepan kita akan bersedih. Jadi selama hidup didunia, kita tak perlu menyombongkan kesenangan yang kita dapatkan, karena itu hanya sejenak seperti cantiknya senja. Banyak kesedihan hidup sepanjang malam yang diterangi keremangan bulan. Sampai nanti tak ada senja dan malam, tersisa kebahagiaan yang abadi dialam surga bagi orang-orang yang beruntung." jelas Fatimah pada putranya.
" Ibu aku rindu," ucap Hamzah pilu.

Hallo guyss up lagi...
Maaf ya lama udah masuk kuliah jadi banyak tugas heheheheh

Happy reading
Barakallah fiikum

Story of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang