BAB 10

0 0 0
                                    

Dua minggu telah berlalu. Hamzah dan Salma telah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Mereka telah berlatih bersama ustadz ustadzah mereka. Sambung ayat, tebak ayat, tebak surah, letak ayat, dsb selelu meraka pelajari setiap harinya. Semakin hari hafalan mereka juga semakin bagus, bahkan Abah selalu memantau mereka setiap tiga hari sekali.
" Besok jam 08.00 pagi kalian siap ya, kita langsung berangkat. Bawa beberapa lembar baju dan juga seragam yang sudah diberikan kemarin. Karena kalian akan dikarantina selama tiga hari di perlombaan nanti." pesan Abah.
" Baik Bah." jawab mereka.
Tak sengaja Hamzah memandang Salma yang menunduk sopan, jilbabnya yang menutupi auratnya sempurnya dan gamis longgarnya sama sekali tidak membentuk lekuk tubuhnya. 'Cantik dan manis, pantas saja Amir suka.' batin Hamzah masih memandang Salma intens.
" Hamzah belum mahrom jangan dipandang lama-lama." ledek Abah. Hamzah terkekeh malu kepergok Abah memerhatikan Salma. Sedangkan Salma menahan sekuat tenaga agar pipinya tidak memanas.

_______________

Azzam dan Mas Rizal membantu Hamzah berkemas. Karena Hamzah tidak mempunyai koper, maka dengan senang hati Azzam meminjamkannya, bahkan sebelumnya ia akan membelikannya, tetapi ditolak keras oleh Hamzah.
" Ngomong-ngomong Zah, kata Abah ada perwakilannya putra putri. Kalo dari putra kamu, dari putri siapa?" tanya Mas Rizal. Tentu saja ia tau karena ia adalah delegasi pondok tahun lalu, ia sebagai perwakilan putra dan Mba Resti perwakilan putri waktu itu.
" Salma Mas," jawabnya santai.
" Apa?! Salma?" tanya Mas Rizal memastikan karna ia nampak terkejut.
" Iya Fahya Salma Khoirunnisa." jawab Hamzah membenarkan dugaan Mas Rizal.
" Acieeeee bareng cewek cantik nih ya, dah hafal nama lengkapnya lagi. Udah siap ijab qobul Mas? "ledek Azzam.
" Ijab qobul apaan sih? La terus kenapa? Kalo sama cewek cantik? Ha? Iri? Bilang bos." jawab Hamzah sambil tertawa.
" Aelah Zah, awas nanti jatuh cinta." ucap Azzam spontan membuat Hamzah sedikit bingung.
'Cinta? Apa itu cinta? Seperti apa rasanya jatuh cinta? Bahagiakah? Atau menyakitkan? Apa jantungku berdegup kencang saat melihat Salma itu cinta?', tanya Hamzah dalam hati.
" Semua orang pasti akan merasakan cinta Zah. Karena cinta adalah fitrah bagi setiap manusia." terang Mas Rizal yang diangguki oleh Hamzah.
_______________
" Udah siap?" tanya Abah saat keluar dari ndalem. Hamzah diantar oleh Mas Rizal dan Azzam. Sedangkan Salma diantar oleh kedua sahabatnya. Pengantar mereka saling curi pandang. Karena melihat lawan jenis merupakan sesuatu yang langka di pondok ini. Bahkan beberapa kali terdengar mereka memuji ketampanan tiga sejoli itu.
" Hamzah didepan bareng Abah, Salma dibelakang bareng Umi, belum mahrom gak boleh dekat-dekat." ucap Abah sambil tersenyum meledek.
" Iya kan Umi?" goda Abah pada Umi membuat pipinya sedikit memerah malu.
Dalam perjalanan mereka saling diam, kalut dalam fikirannya masing-masing. Hingga Umi mengusulkan sarapan bubur ayam di pingggir jalan yang disetujui Abah.
" Kalian udah saling kenal sebelumnya?" tanya Abah yang dijawab gelengan kepala oleh mereka.
" Oo sama, Abah sama Umi juga gak saling kenal dulu. Sekarang malah saling lengket, iya kan Mi?" pernyataan Abah membuat Umi merona. Hamzah dan Salma hanya tersenyum melihat keduanya.
" Tapi udah pernah ketemu?" tanya Abah lagi.
" Sudah Bah," jawab Hamzah yang diangguki Salma.
" Oo kalo sepondok mah sering ketemu ya, ketemu aja." simpul Abah.
" Kalo saya pribadi ketemu Salma waktu di warung bubur ayam depan gerbang Bah, jadi kali ini untuk kedua kali." jawab Hamzah.
" Oo kayak gini dong, di warung bubur ayam." ucap Abah yang diangguki Hamzah.
Memori Hamzah teringat kejadian pertama kali bertemu Salma yang datang terakhir minta dilayani duluan karena temannya sakit. Tanpa sadar Hamzah tersenyum yang disaksikan Salma yang ikut tersenyum karenanya.

____________________

Mobil yang dikemudi Abah berhenti tepat didepan masjid yang sangat cantik. Tiang-tiangnya yang menjulang tinggi dan kubahnya yang sangat megah. Sepertinya sensasi didalamnya akan sangat nyaman. Terlihat didepannya telah terpasang panggung untuk lomba dan piala-piala yang mewah terpajang didepan panggung.
" Hamzah, Salma kita sudah sampai ditempat tujuan. Disini nanti akan ada pembukaan dan kalian juga lomba dipanggung ini, lebih jelasnya nanti akan dijelaskan oleh panitia." jelas Abah singkat yang diangguki oleh mereka.
" Kalian akan disini selama tiga hari mengingat banyaknya peserta lomba. Untuk karantinanya, kalian lurus saja nanti ada pertigaan, yang putra belok kanan kalo putri belok kiri. Nanti disetiap rumah yang akan kalian tempati terpasang banner didepannya. Jadi perhatikan saja kanan dan kiri jalan." jelas Abah memberikan arahan.
" Baik Bah." jawab mereka.
" Yasudah silahkan mencari tempat kalian masing-masing, tiga hari kedepan Abah jemput, semoga kalian membawa kemenangan." pamit Abah.
" Baik Bah, Amiin. Assalamualaikum." ucap mereka pamit pergi.
Sepanjang perjalanan mereka saling bungkam tanpa ada yang mau membuka percakapan. Hamzah berusaha kuat menetralkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Ini pertama kalinya, ia berjalan berdua bersama perempuan yang merusak irama jantungnya. Sedangkan, Salma nampak memerhatikan sekitarnya dengan sesekali tersenyum. 'Manis' guman Hamzah dalam hati saat melihat senyum Salma.
Mereka telah berada di pertigaan sesuai petunjuk Abah, mereka akan berbeda arah. Hamzah dan Salma saling berhenti seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan. Akhirnya Hamzah buka suara," Kesana dulu ya Salma." ucap Hamzah santun. Padahal jantungnya berdegup kencang.
" Iya Mas." jawab Salma. Hamzah berlalu pergi, sedangkan Salma masih setia di tempat ia berdiri.
" Mas Hamzah," panggilnya membuat Hamzah berhenti lalu menengok.
" Iya kenapa?" tanya Hamzah lembut.
" Eummmm........ Eummmmm....." guman Salma ragu. Hamzah menautkan kedua alisnya, menambah tingkat ketampanannya mengisyaratakan 'Kenapa?'.
" Semangat Mas!" ucap Salma spontan lalu menunduk malu, menyembunyikan rona merah dipipinya.
Hamzah merasa ini mimpi, ucapan dari gadis itu membuatnya salah tingkah," Iya, kamu juga." jawab Hamzah tersenyum manis.
" Saya duluan ya, hati-hati. Assalamualaikum." pamit Hamzah lalu pergi dengan senyuman masih terukir dibibirnya.

Happy reading
Barakallah fiikum

Story of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang