(Materi)
Sebelum lebih jauh lagi kita membahas tentang tema seminar malam ini. Ada yang perlu teman-teman ketahui, bahwa di sini saya bukanlah apa-apa. Bukan penulis hebat dengan karya yang mejeng di banyak toko buku. Bukan penulis ambisius yang selalu bisa membuat karya dalam waktu singkat. Bukan penulis berbakat dengan segala karya yang katanya bisa melekat di hati pembacanya. Saya hanyalah Ananta, yang kemudian diperkenankan hadir untuk mengisi acara di komunitas ini. Dan lantas dengan niat sepenuh hati, saya ingin membagikan semangat yang saya miliki untuk terus menulis kepada teman-teman sekalian.
Kawan, kita pasti pernah ada di posisi lelah, posisi ingin menyerah, posisi yang memaksa kita untuk berpasrah. Terlebih itu semua disebabkan oleh kata-kata menyakitkan yang terlontar begitu saja dari orang-orang di sekitar kita.
Saya pun pernah bahkan sampai saat ini merasakan kata-kata itu. Kurang lebih seperti ini, "Buat apa kamu nulis, Nan? Mending cari kerja biar hidupmu jelas. Gapapa kuliah sambil kerja, kan itung-itung bantu orang tua."
Ah, iya. Memang ada benarnya yang mereka katakan. Tapi apakah mereka berpikir bahwa keberhasilan kita kelak karena ketekunan kita di masa sekarang? Ya mungkin mereka berpikir. Nahas, mungkin pikirannya terlindas oleh realita yang sebenarnya masih mampu kita ubah sesuai upaya kita.
Memang, saat kita masih susah berjuang untuk menggapai apa yang kita cita-citakan. Kata-kata menyakitkan itu terus muncul seakan menjadi irama melodi yang menemani perjalanan dari perjuangan kita. Mungkin, alangkah baiknya kita berterimakasih pada melodi hitam itu (katakanlah begitu). Di mana hadirnya masih bisa kita rasakan lebih dari orang-orang yang katanya selalu ada untuk memberi kita support.
Menyakitkan, memang. Namun tak ayal harus kita terima juga, bukan? Lalu membiarkannya untuk turut ikut hidup berdampingan dengan kita. Ah, romantisnya dia.
Kawan, di masa-masa sulit kala kita masih merintis, meniti jalan dengan tertatih-tatih. Kata-kata itu akan terus bergaung di telinga kita, tak jarang justru memenuhi ruang pikir kita yang terbatas ini. Namun, semua harus kita nikmati. Proses lelahnya, proses panjangnya, proses pedih dan perihnya. Mesti kita nikmati tanpa perlu banyak berprotes.
Sebab, kala kita berprotes. Justru energi kita yang akan terbuang sia-sia. Padahal energi yang kita miliki amat terbatas kapasitasnya. Mau tak mau, Sudi tak Sudi, rela tak rela, kita pun harus tetap menikmatinya. Menerimanya untuk terus hadir di sisi kita.
Mungkin banyak di antara kita yang lantas merasa tidak kuat. Lalu tanpa pikir panjang rasanya ingin menyerah saja. Hai, Kawan! Ingat, mereka pasti akan tertawa. Terbahak keras seakan dirimu tengah melakukan lelucon lucu. Padahal kamu sedang terpuruk, jatuh penuh peluh. Mungkin, di antara mereka ada yang bersimpati mendapatimu yang sedang depresi. Tapi apakah mereka sedia memberikan empatinya padamu? Sedia membantumu yang tengah terpuruk itu?
Oh, tentu. Mereka akan angkat tangan. Tak mau berurusan. Tak mau direpotkan, katanya.
Mungkin, akan ada yang berbaik hati menolongmu, dengan tulus ia memberikan uluran tangannya untukmu. Anggap itu uluran tangan Tuhan yang tertuju padamu, yang memintamu untuk terus menikmati proses dengan perlahan-lahan belajar mengurangi protes.
Merintis untuk menjadi penulis hebat itu memang tidak mudah. Apalagi di luar sana banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa menulis itu hanyalah pekerjaan dari seorang pengangguran, seorang yang tak punya pilihan lain. Ah, justru itu. Sebab tak punya pilihan lain, bukan berarti kita lantas pupus tak berkarya. Padahal setidaknya meski kita tak bekerja, kita masihlah tetap berkarya.
Mulai sekarang, mari kita berbangga diri pada karya kita yang masih belum seberapa kerennya, yang masih jauh dari kata layak untuk mejeng di toko buku.
Mari kita hargai karya kita saat ini dengan terus berkarya tanpa peduli bagaimana omongan orang-orang di luar sana.
Mari kita nikmati proses lelah ini, dengan tanpa protes yang justru akan membuat energi kita terbuang sia-sia.
Mari kita sama tidak pedulinya dengan mereka yang tidak peduli dengan karya kita. Tak perlu pedulikan orang-orang yang memang tak memedulikan kita. Lebih baik kita pedulikan diri sendiri, bahu-membahu untuk terus memupuk semangat kebersamaan dalam berkarya.
(QnA)
Question:
Kak, inspirasi Kakak sendri untuk maju terus dan menikmati proses Kakak ketika menulis itu apa sih sampai bisa menerbitkan bukunya?
Answer:
Rasanya kalau sudah jatuh cinta, inspirasi pun akan terus berdatangan. Rasanya kalau sudah terlanjur cinta, semua yang kita lakukan akan terasa nikmatnya. Jadi, cintai prosesnya. Nikmati segala alurnya. Lalu fokus pada tujuan awal kita. Oh iya, sebelumnya kita buat dulu tujuan kita dalam menulis itu untuk apa. Sebatas hobikah? Ingin memiliki karyakah? Atau lebih dari sekedar keduanya? Hobi yang dibayar misalnya.
Meski tak selamanya hal yang kita cintai ini bisa kita nikmati. Sebab kita pun manusia biasa, memiliki batas energi dan harus mengambil jeda untuk beristirahat.
Semoga paham, ya.🌻
Question:
Hai, Kak Nanta. Selamat malam. Kak, mau nanya, gimana sih supaya bisa semangat nulis? Biar bisa produktif gitu nulisnya, gak males-malesan. Makasih, Kak.
Answer:
Saran saya, buatlah energi positif yang bisa membantu kita untuk terus berkarya. Dengan menonton atau membaca hal-hal yang berbau motivasi, misalnya. Bukankah hal sesederhana itu bisa membuat kita kembali bersemangat?
Lalu selanjutnya, saat kita memilih waktu jeda untuk beristirahat. Baiknya kita pergunakan dengan dengan seefisien mungkin. Jadi lelah di tubuh kita bisa terkontrol.
Nah, saat kita sedang merasa kurang nyaman dengan diri kita, ada baiknya mengambil jeda dan jangan terlalu memaksakan diri untuk terus menulis. Sebab, hal itu justru akan membuat kita jadi kurang enjoy dalam menulis.
Semoga paham, ya.🌻
Question:
Kak mau nanya dong, biar kita insecure sama tulisan kita sendiri gimana, ya? Maaf kalau di luar tema.😭
Answer:
Mungkin ini maksudnya biar gak insecure, ya.😅
Saran saya, kamu harus berbangga sebab kamu bisa berkarya. Tak apa kamu insecure dengan hasil karyamu saat ini. Asal jangan berhenti untuk terus berupaya memperbaiki karyamu.
Apresiasi dirimu saat kamu berhasil mencapai target yang kamu tentukan. Menulis satu hari satu chapter, misalnya. Dan kemudian kamu apresiasi dengan makan bakso sepuasnya, misalnya.😅
Apresiasikan hasil karyamu dengan hal-hal yang bisa membuatmu bahagia sekaligus bangga.
Nah, saat kamu gagal mencapai targetmu. Baiknya kamu tak menghukum dirimu dengan keras. Cukup hukumi diri sendiri sebagai bentuk gertakan agar kamu lebih bisa menghargai waktu dan kesempatan. Misal, saat kamu gak berhasil menulis sesuai target, kamu bisa menghukum dirimu untuk terus mengejar target menulismu. Dan jika berhasil, jangan lupa apresiasikan dirimu.
Jangan takut memulai permulaan, yaa
Terlebih hanya karena hasil karyamu kurang memuaskan. Tapi percayalah, orang lain akan merasa bahwa karyamu unik.Semoga paham, ya.🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Tips & Trik Tipis Menulis
Non-FictionDaripada materi yang pernah saya sampaikan di seminar menjadi tumpukan file. Jadi, saya berinisiatif untuk menyebarkannya pada khalayak dengan cara yang layak. Semoga bermanfaat. Mohon koreksinya kalau ada kekeliruan dalam penyampaian. Nb: Materi ti...