Cara Membuat Pembaca Mengeluarkan Emosi saat Membaca Cerita Kamu

218 7 0
                                    

(Materi)

Sob, pembaca itu bisa kita ibaratkan seperti ikan. Untuk mendapatkan ikan yang mantap seperti mancing mania, itu ada pada cara kelihaian kita dalam memainkan kailnya. Nah, sama seperti penulis, jika ingin membuat pembaca terbawa hanyut oleh emosi yang kita mainkan, sebagai penulis kita harus lihai membawakan alur cerita dengan menciptakan narasi yang hidup dan nggak datar seperti hatimu yang ditinggal pergi oleh sang mantan.

Jadi ada beberapa cara yang biasa saya lakukan untuk menumbuhkan narasi agar lebih hidup dari harapanmu.

Yuk, kita pahami!

1. Menjadi bagian dari si tokoh.

Klise, memang. Tapi ini cara yang paling ampuh supaya cerita kita hidup. Sebab, kita harus memposisikan diri seperti apa yang si tokoh rasakan. Manis-pahitnya, asam-getirnya, asin-pedasnya, atau apalah. Dengan kata lain, kita harus bisa menjadi bagian dari si tokoh, membuat seolah-olah kita masuk ke dalam kehidupan si tokoh atau justru kitalah si tokoh itu.

2. Menghindari berbagai macam godaan plot hole.

Nah, ini lubang kematian bagi penulis. Eh, nggak gitu juga, sih. Terlalu serem itu mah. Tapi pada intinya, plot hole yang paling sering bikin pembaca jadi enggan lagi buat membaca cerita kita. Sebab ketidakmasukakalannya nggak jarang bikin pembaca merengut dengan tanda tanya besar di jidatnya dan merasa kalau cerita itu kurang asyik, karena banyak ngawurnya.

Untuk menghindari plot hole ini, sebagai penulis diharapkan untuk nggak malas meriset alur ceritanya, meriset kebenaran dan fakta yang terjadi. Ya, ambil aja contohnya, kita sedang menunjukkan rasa durian dalam narasi, tapi justru menggambarkan rasa durian itu pedas, gurih, dengan tekstur kenyal. Dan itu sudah membuat pembaca malas untuk melanjutkan bacaannya.

Apalagi sekarang media buat riset itu banyak dan mudah. Jadi, ya sangat diharapkan buat nggak malas lagi dalam riset.

3. Pahami teknik show dan tell.

Nah, ini jurus jitu selanjutnya. Di mana kita harus tau kapan memberi narasi dengan teknik show dan kapan harus menggunakan teknik tell. Karena kedua hal ini meski tampak sama, tapi aslinya sangat jauh berbeda.

Contohnya saja pada teknik show (menunjukkan apa yang sedang si tokoh rasakan);

Airin menahan rasa sesak yang kian melesak di dadanya tatkala Herman membentaknya dengan penuh caci dan maki. Ia tidak pernah menduga bahwa laki-laki yang amat dicintainya bertindak sekejam itu di hadapan semua orang.

Dan teknik tell (menceritakan apa yang sedang si tokoh lakukan);

Airin menangis, sebab ia merasa sakit hati pada Herman yang membentaknya di hadapan semua orang.

Nah, coba kalian pahami, bagian teknik mana yang lebih menggambarkan suasana dan perasaan si tokoh. Teknik show atau tell, kah?

Dan untuk teknik tell, biasanya lebih tepat digunakan ketika si tokoh berbuat suatu tindakan. Sedangkan teknik show lebih tepat jika digunakan saat si tokoh merasakan sesuatu.

Contohnya saja seperti;

Doni berlari mengelilingi lapangan.

Nah, ini teknik tell. Beda lagi sama teknik show yang dijelaskan secara gamblang tentang apa yang dirasakan si tokoh.

Oke, semoga paham, ya.

4. Perbanyak membaca bacaan yang berkualitas.

Apapun itu. Mulai dari berita terkini, puisi, buku fiksi maupun non-fiksi, manuskrip, artikel atau bahkan jurnal ilmiah yang kelihatannya nggak begitu nyambung sama minat kita. Tapi dari bacaan-bacaan yang seperti itulah pengetahuan kita bertambah.

Mulai dari tatanan bahasa, penggunaan PUEBI, penambahan kosakata yang kita miliki, mempelajari gaya bahasa dan memperkirakan gaya bahasa yang seperti apa yang cocok untuk tulisan kita nanti. Di sisi lain, dapat meningkatkan gudang diksi yang kita miliki.

(QnA)

Question:

Kak, plot hole itu apa? Dan contohnya kayak gimana? Makasi.🌛

Answer:

Plot hole itu gampangnya adalah alur yang nggak nyambung, yang nyimpang dari alur sebelumnya. Misal, di awal kamu menceritakan kalo si Mimin itu nggak suka makan makanan pedas, tapi di bagian selanjutnya kamu justru menceritakan si Mimin makan bakso dengan sambal 10 sendok tanpa adanya sebab akibat.

Semoga paham, ya.🍃

Question:

Hai, Kak, Manda bingung nih, Kak. Gimana cara buat konflik yang bisa membuat pembacanya jadi emosi dan ingin terus membaca karya Manda, Kak? Bisa buat orng penasaran, kepo sama cerita Manda dan sering kebawa perasaan gitu. Wkwkwk.

Answer:

Iya, sama. Saya juga bingung heuheu🥲🤌

Tapi, yuk ah. Kita bisa, bisa bingung heuheu🌝

Nggak, canda wkwk

Jadi untuk membuat konflik yang memancing emosi, buatlah konflik dari suatu masalah yang kamu kuasai. Lalu awali konflik itu dengan sebuah peristiwa ringan yang dapat memancing puncak dari peristiwa yang sebenarnya. Nah, ajak pembaca seperti sedang mengobrol dengan penulisnya, cara ini bisa kita gunakan dengan memahami teknik show dan tell. Selain itu, beri pertanyaan-pertanyaan yang mengundang rasa penasaran pembaca. Dalam satu bab jangan dihabiskan untuk menyelesaikan sebuah konflik, tapi gantung konflik itu untuk dilanjutkan pada bab selanjutnya.

Nah, ada cara lain juga untuk membuat konflik yang unik. Yakni mempertajam imajinasimu dengan banyak membaca buku-buku dari penulis hebat, karena biasanya mereka memiliki gudang plot twist yang nggak abis-abis dalam setiap karyanya.

Semoga paham, ya.🍃

Question:

Holla, Kak. Jadi pertanyaan aku, terkadang kayak ada di wattpad gitu saat kita baca novel pasti kayak sang author nyuruh pembaca mendengarkan lagu yang ia request di part-part tertentu, mungkin biar emosinya lebih terbawa. Jadi pertanyaan aku, lebih baik membuat cerita yang emosinya di dalam cerita itu saja atau harus menggunakan lagu, Kak?

Answer:

Sue, kek orang lagi godain cewek di jembatan malem-malem. :')

Menurut saya itu persepsi masing-masing, ya. Jadi tergantung pada cara kamu membawakan cerita itu dan baiknya seperti apa. Tapi memang ada banyak kelebihannya juga ketika sang penulis meminta pembacanya untuk sambil mendengarkan musik ketika membaca bab-bab tertentu yang ia tulis. Karena di sisi lain dapat membantu pembaca ikut merasakan suasana seperti apa yang sedang si tokoh rasakan.

Jadi menurut saya, itu tergantung pada penulisnya masing-masing. Ingin membawakan cerita yang bagaimana, mau dengan lagu atau nggak. Kalau dirasa sambil mendengarkan lagu lebih ngena, bisa kita pakai. Karena memilih lagu yang tepat untuk bagian tertentu dalam cerita sebagai penulis harus bisa memilihnya dengan sesuai.

Oke, itu pendapat saya. Semoga paham, ya.🍃

Question:

Malam, Kak, saya mau tanya, bagaimana cara mengetahui apakah karya kita sudah cukup menguras emosi atau belum? Terima kasih, Kak, maaf kalau OOT. :)

Answer:

Nggak kok, kamu nggak OOT. Cuma ya agak OOTH, out of the heart. Ea garing :')

Pertanyaan bagus.🙌

Caranya, kita bisa meminta tolong pada teman yang dengan suka rela meluangkan waktunya untuk membaca tulisan kita. Lalu dengan penuh kesiapan hati, kita memintanya untuk memberi masukan kritik dan saran. Kurang dan koreksinya bagaimana dan seperti apa.

Cara lainnya, kita tentu bisa memanfaatkan platform dan meminta para pembaca untuk memberi kesan dan pesannya. Tapi untuk yang satu ini kita emang *kudu banget* bersabar, karena biasanya pembaca lebih sering ghosting dari doimu. Wkwkwk. Diminta buat ngasih kesan dan pesan, eh, malah diem-diem bae. Emang kudu sabar lake banget.🙃

Semoga paham, ya.🍃

Tips & Trik Tipis MenulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang