Hampir 20 menit Khaira mondar-mandir di depan pintu, dia ingin ke kamar kecil. Sudah berulangkali dia mengintip lewat pintu. Memang tidak ada siapa-siapa, hanya terlihat televisi yang tengah menyala. Khaira berpikir kalau Rasta tengah menonton.
Setelah dirasa aman, dia pun berjalan menuju kamar mandi. Belum sempat Khaira membuka pintu, terdengar suara pintu yang dibuka dari dalam, segera saja Khaira berbalik dan masuk kembali kedalam kamar. Sekalipun begitu, Rasta tetap melihat punggungnya yang menghilang dibalik pintu kamar Tirta.
Rasta tidak mengikuti ataupun mencaritahu siapa wanita yang masuk ke kamar Tirta, karena dia berpikir lebih baik menanyakan langsung pada temannya daripada membuat masalah. Seperti tak terjadi apapun dia kembali duduk menonton televisi.
Tirta kembali dari warung, dia membeli dua nasi bungkus, untuk Khaira dan Rasta. Rasta yang tengah duduk di sofa mulai menatap kedatangannya curiga.
"Apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Rasta menyelidik. Tirta yang baru menyimpan dua bungkus nasi di meja langsung terdiam, dia mulai cemas dengan pertanyaan mendadak dari temannya.
"Memang apa yang aku sembunyikan?" Tirta mencoba tersenyum walaupun dia sedang tidak ingin tersenyum. "Jangan membohongiku, aku tahu apa yang kamu lakukan!"
Tirta semakin terkejut, terukir senyuman jahil di wajah Rasta. "Siapa wanita yang kamu ajak tinggal disini, kenapa kamu menyembunyikannya dariku. Aku tidak menyangka kamu bisa melakukan hal seperti ini."
Tirta semakin terkejut, dia mulai gugup khawatir ketahuan lebih tepatnya. "Jangan disembunyikan terlalu lama, di luar negeri mungkin hal ini sudah biasa, tapi disini berbeda. Lebih baik cepat nikahi dia!" nasihatnya.
Tirta bingung harus menanggapi seperti apa pemikiran Rasta, yang jelas dia semakin khawatir akan keberadaan Khaira. Jika terus dibiarkan, Khaira bisa ketahuan dan semua bisa berakhir menjadi masalah baik baginya ataupun bagi Khaira sendiri.
"Ajak saja dia keluar, aku tidak akan mempermasalahkan keberadaannya. Sejak aku datang pasti dia terus menerus diam di dalam kamar. Kita bisa makan sama-sama." ajak Rasta tanpa curiga.
Tirta kehilangan kata-kata, bingung dengan keadaan yang menegangkan itu. Beruntung, suara ponsel Rasta mengalihkan perhatiannya. Dia keluar dari dalam rumah untuk menerima telepon.
Tak lama Rasta kembali, "Aku ada sedikit urusan. Jangan makan nasiku, aku akan kembali!" ujarnya terburu-buru.
****
"Apa kamu yakin tidak akan ada masalah nantinya? Rasta sudah melihatku. Jika aku pergi begitu saja kamu mungkin akan kena imbasnya."
Tirta memberitahu Khaira kalau Rasta telah melihatnya saat keluar dari dalam kamar. Khaira sendiri mengakui keteledorannya itu, dia merasa sangat menyesal. Untungnya, Rasta berpikir lain karena tidak benar-benar melihat wajah Khaira.
"Aku akan baik-baik saja, memang lebih baik kamu tinggal di rumah temanmu untuk sementara waktu. Aku menyesal karena tidak memikirkan kemungkinan Rasta akan datang kemari. Kamu tidak perlu khawatir, Rasta bahkan tidak melihatmu, jadi bukan masalah." ujar Tirta menenangkan.
"Kamu yakin," Khaira ragu dengan ucapan Tirta, dia merasa melupakan sesuatu yang penting tapi dia tidak ingat.
"Cepat pergi, sebelum Rasta kembali." Tirta menggenggam tangan Khaira meyakinkan, tapi Khaira justru tersenyum. "Kenapa kamu tersenyum, memang ada yang lucu?"
"Kita seperti akan berpisah jauh saja, aku tidak akan pergi ke Afrika. Kamu sendiri seperti orang yang mau ikut perang saja. Kalau gitu, aku pergi dulu!" pamit Khaira, dia pun menepuk pundak Tirta, "Hati-hati dengan Rasta." bisiknya.
Tirta tahu, tanpa diberitahu pun dia sudah memikirkan hal itu. Setidaknya dia bisa sedikit bernapas lega, Khaira tidak akan dalam masalah lagi. Dia hanya merasakan firasat buruk.
Sepeninggal Khaira, Tirta duduk diatas sofa sambil memikirkan apa yang salah. Mungkin dia melakukan sesuatu, tapi seingatnya tak ada kesalahan apapun yang dia lakukan hari itu.
Rasta telah kembali, dia menghempaskan tubuhnya keatas sofa. Tirta dapat melihat raut kekesalan di wajahnya. Rasta pasti telah bertemu dengan seseorang yang tidak dia sukai atau mendengar sesuatu yang tak ingin dia dengar, duga Tirta dalam hati.
"Selera makanku hilang, aku mungkin harus tidur lagi sekarang." ungkapnya lelah. Dia pun bangun dan melangkah menuju kamar.
"Memang siapa yang tadi kamu temui?" tanya Tirta sebelum Rasta membuka pintu.
"Akan kuceritakan nanti," jawab Rasta tanpa menoleh sedikit pun. Tirta mengerti dan membiarkan Rasta masuk.
****
Sebenarnya aku melupakan apa, dari tadi aku merasa telah melupakan sesuatu yang penting, pikir Khaira dalam hati.
Sejak pergi dari rumah Tirta, dia merasa ada yang tertinggal tapi dia kesulitan mengingat apa itu. Di dalam taksi, dia mengecek isi tasnya tapi tak ada yang kurang.
Tanpa sengaja Khaira melihat stiker ikan di mobil yang berlawanan arah dengannya. Stiker itu mengingatkan Khaira pada ikan pemberian Rasta, dia sekarang ingat itulah yang sejak tadi dilupakannya.
Tirta pasti dalam masalah, batin Khaira khawatir.
>>
Aku update di saat-saat terakhir :D
14-02-2015, Sabtu ... 23:42
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu - Kupu Hitam
General FictionAku tetap akan pergi, tapi aku janji untuk kembali.