"Apa kamu masih ingin tahu?"
Selama ini Khaira selalu mempertanyakan tentang siapa ayahnya, dimana ayahnya, dan kenapa ibunya selalu berkata kalau ayahnya sudah pergi jauh. Dia tidak diperbolehkan mempertanyakan tentang ayahnya lagi dan Khaira menurut walaupun sekarang dia kembali mempertanyakan hal itu. Khaira sudah cukup dewasa untuk tahu kenyataan apapun mengenai ayahnya, baik atau buruk Khaira sudah meyakinkan diri untuk menerimanya.
Khaira seakan kehilangan oksigen, kini kesempatan itu datang dari pamannya. Dia sudah menunggu sangat lama. Dan hanya untuk menunggu beberapa detik saja Khaira merasa tak lagi sanggup untuk melakukannya.
"Apa kamu masih ingin tahu, Khaira? Jika tidak, om tak akan mengatakan apapun." ulang Om Hadi.
"Tentu saja, aku masih ingin tahu." jawab Khaira agak terbata, dia masih tidak percaya akan pendengarannya. "Kalau begitu, tanyakan yang kamu ingin tahu tentangnya?"
Khaira bingung, apa yang pertama kali harus ditanyakan. Padahal di kepalanya beratus - ratus pertanyaan tengah menunggu giliran keluar dari mulut Khaira. Dia terlalu gugup sehingga pertanyaan yang seharusnya dia ucapkan malah sulit untuk diungkapkan.
"Apa...ayahku masih hidup?" tanya Khaira akhirnya, pertanyaan yang terlalu sederhana namun bisa berkonotasi negatif karena mungkin dia berpikir kalau ayahnya telah meninggal.
"Ya, dia masih hidup." jawab Om Hadi singkat, seulas senyuman terlihat mengembang diwajah Khaira setelah mendengar jawaban itu. "Apa hanya ini yang ingin kamu tanyakan tentangnya?"
"Sebetulnya aku ingin sekali menanyakan banyak hal, tapi aku bingung harus memulainya dari mana." ungkap Khaira jujur.
"Om tahu bagaimana perasaanmu, kamu pasti sangat merindukan ayahmu. Setidaknya untuk sekali saja dalam hidupmu, kamu ingin bertemu dengannya kan!" Om Hadi mencoba memperjelas keyakinannya
"Ya, walaupun hanya sekali. Aku akan mensyukuri hal itu." pikir Khaira.
"Om tidak tahu apa kamu masih akan mensyukuri hal ini. Tapi ayahmu...dia memiliki keluarga. Segala kemungkinan dapat terjadi padamu, termasuk pengusiran jika kamu ingin bertemu dengannya. " ungkap Om Hadi.
Khaira terpaku, dia bertanya-tanya akan maksud perkataan Om Hadi. Kenapa dia harus mendapat pengusiran padahal dia sama sekali tak tahu apapun. Atau mungkinkah?
"Apa aku..." Khaira sendiri tak sanggup mengatakan kalimat selanjutnya, dia takut kalau apa yang akan dikatakannya benar tapi hal itu tetap harus dia katakan. Tentu saja untuk memperjelas beberapa hal.
"Apa aku lahir dari hubungan di luar nikah?" tanya Khaira cepat, melanjutkan perkataannya yang sempat mengambang.
Om Hadi tidak menyangkal ataupun mengiyakan hal itu, tapi dia langsung menoleh walaupun tidak terlihat keterkejutan di wajahnya. Khaira dapat menyimpulkan kalau apa yang dia katakan memang benar.
Khaira tak percaya, kenyataan yang baru diketahuinya itu terlalu menyakitkan untuk didengar. Khaira merasa marah, kenapa ibunya bisa melakukan perbuatan itu, dan apa yang ibunya harapkan? Selama ini, mereka hidup dalam kesulitan. Khaira tumbuh tanpa figur seorang ayah, beberapa orang selalu bertanya, dimana keberadaan ayahnya. Tapi yang bisa Khaira lakukan hanya diam, itu sebabnya mereka mulai mengejek dan menjelek-jelekkan ibunya.
Khaira mulai meneteskan airmata, nafasnya tiba-tiba terasa begitu sesak. Dengan sekuat tenaga dia mencengkeram pegangan kursi, dia ingin menangis terisak tapi tertahan oleh sesuatu. Ternyata tuduhan teman-temannya waktu itu benar, dia hanyalah anak yang tak diharapkan.
"Ra, jika kamu ingin menangis, tumpahkan saja. Jangan menahannya seperti itu!" tangan Om Hadi mengelus pundak Khaira halus mencoba memberi kekuatan.
Khaira mulai menekan dadanya kuat, "Om...apa dia tinggal di sini, di kota ini?" suaranya terdengar bergetar.
"Apa kamu benar-benar ingin bertemu dengannya?" tanya Om Hadi meyakinkan pendengarannya.
Khaira menarik napas panjang, "Katakan saja semua hal yang om tahu tentangnya, nanti aku sendiri yang akan memutuskan akan menemuinya atau tidak. Om bisa, kan!"
"Lebih baik kamu istirahat saja, mungkin besok kita masih..." ucapan Om Hadi terputus.
"Tidak, aku ingin tahu semuanya sekarang." tekan Khaira, suaranya begitu meyakinkan tapi perasaannya justru berkata yang sebaliknya.
"Baiklah," Khaira menahan napas, dia sudah tidak sabar lagi. "Ayahmu bernama Risdian, dia pengusaha yang cukup sukses." Khaira mulai melayangkan pikirannya pada pria bernama sama yang sempat dia dan Melisa bicarakan saat mereka pulang bersama.
Mungkinkah? Gumam Khaira dalam hati. Dia masih belum yakin, bisa saja orang yang sempat dipikirkannya hanyalah seseorang yang kebetulan bernama sama, walaupun terasa janggal untuk diakui.
"...Dia memiliki dua orang anak, perempuan dan laki-laki. Tapi yang mengejutkan adalah, anak perempuannya ternyata menjalin hubungan dengan Dery sekarang. Alin ternyata adalah anak pertama dari ayahmu Ra, itu berarti kalian bersaudara." Khaira terpaku, diantara semua hal yang dia dengar tadi. Hal inilah yang paling mengejutkan. Takdir ternyata tengah mempermainkan hidupnya, dan dia membenci itu.
****
"...Dia memiliki dua orang anak, perempuan dan laki-laki. Tapi yang mengejutkan adalah, anak perempuannya ternyata menjalin hubungan dengan Dery sekarang. Alin ternyata adalah anak pertama dari ayahmu Ra, itu berarti kalian bersaudara."
Selama ini Om Hadi tahu siapa sebenarnya ayahku dan dimana dia tinggal. Tapi kenapa baru sekarang dia mengatakan semuanya, terlebih kenyataan yang kudengar melebihi kenyataan terburuk yang pernah terbayangkan. Ini terlalu buruk, aku merasa tak berharga saat ini. Amat sangat. Yang lebih mengejutkan adalah, aku ternyata memiliki hubungan darah dengan Alin. Apa yang akan dia lakukan jika kenyataan ini diketahuinya? Apakah dia akan mengakhiri hubungannya dengan Dery atau dia berniat untuk menghina dan mengumpatku layaknya teman-temanku dulu?
"...Ibumu tak pernah memberitahukan kehamilannya pada ayahmu, dia memendam semua itu sendirian. Dia hidup dengan cara yang berat untuk waktu yang lama. Om sendiri bingung, apa yang ibumu pikirkan saat itu. Bibimu sendiri sangat marah mengetahui keadaan ibumu, tapi dia tetap teguh pada pendiriannya. Kami tak bisa berbuat apa-apa karena dia tidak ingin ayahmu tahu akan keadaannya." Om Hadi melanjutkan ceritanya.
Kenapa ibu melakukan ini padaku, kenapa? Aku memiliki ayah yang tak akan mengingatku. Aku memiliki ayah yang tak pernah tahu kehadiranku dan tak akan pernah tahu apapun tentangku. Dia mungkin tak akan menganggapku ada, walaupun aku berada dihadapannya. Apa yang bisa aku lakukan? Aku ingin bertatap muka dan memanggilnya ayah sekalipun hanya sekali. Hatiku menjerit, rasanya aku ingin meloncat dari atas atap gedung dan menghilang. Tapi pada kenyataannya, aku masih disini. Duduk disamping Om Hadi yang masih bercerita akan betapa pahitnya hidup ibu selama merawatku sendirian.
"Om tahu, ibumu bertemu dengan pria yang salah. Dia malah jatuh hati pada pria yang tak seharusnya, terlebih pria itu telah memiliki istri dan anak. Om ingin tahu, apa yang akan kamu lakukan sekarang?"
Aku sendiri sama sekali tak tahu apa yang bisa kulakukan. Apa masih mungkin untuk bertemu dengan ayahku sendiri tanpa harus memperkenalkan diri sebagai seorang anak yang hadir karena sebuah kesalahan?
"Perantaramu ada sangat dekat, kamu hanya butuh keberanian untuk memulai Ra!"
<><><><>
Seperti biasa, pasti akan ada beberapa kesalahan penulisan. Jadi tolong dimaklumi. ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu - Kupu Hitam
General FictionAku tetap akan pergi, tapi aku janji untuk kembali.