Bab 9

63 0 0
                                    

Dulu, dia belajar gitar dengan sungguh – sungguh hanya karena satu orang. Satu orang yang telah berhasil mengambil hatinya. Ilhaam. Dia orang pertama yang membuat Lisa mengerti bagaimana rasanya menunggu tanpa tahu akhir yang seperti apa. Dia orang pertama yang membuat Lisa mengerti tak akan ada yang kamu tahu, kecuali kamu mengambil resiko karena memilih jalan itu.

Dia juga orang yang membuat Lisa mau mengenal gitar. Salah satu alat musik petik. Karena alat musik gitar ini adalah salah satu alat yang telah membatu dia mengambil hati Lisa.

Tetapi karena dia sudah terlanjur berjanji akan melakukan apa pun. Mau tidak mau dia harus melakukannya.

- - - - - - - - - -

Ini baru jam 1 pagi, tapi Lisa sudah dibangunkan oleh kakaknya. Karena dia harus pulang. Hari ini dia harus sekolah. Dia tidak boleh bolos. Hanya boleh bolos dengan alasan penting, dan menurut kedua orang tuanya menjaga sepupunya ini bukan hanya dia yang bisa, melainkan banyak orang lain yang bisa. Jadi, itu bukan merupakan alasan yang tepat untuk bolos.

Sesampainya dirumah dia segera membereskan semua barang yang akan dibawanya besok sebelum dia kembali terlelap di balik selimutnya yang hangat.

“Oh, ayolaah sebentar lagi kak. Aku masih ngantuk” Ujar Lisa sambil menutup telinganya dengan bantal, berharap bisa meredam suara gedoran pintu kamarnya.

“Aarrrggh!” Erang Lisa frustasi.

“Iya iyaaa.. Lisa udah bangun” Akhirnya gedoran itu berhasil berhenti.

Dengan lunglai Lisa melangkah mendekati kamar mandi.  Akhirnya dia telah berhasil membalut tubuhnya dengan seragamnya. Lisa keluar kamarnya dengan membawa gitar yang sudah ditentengnya di tangan kanan.

- - - - - - - - - - -

“Eh eh, gua denger dari kelas 12 katanya ada anak kelas 11 yang bawa mobil” Seketika Randi menjadi pusat perhatian akibat ucapannya yang entah benar atau tidak itu.

“Jangan bercanda lu!” Ujar temannya memperingati.

“Seriusa dah gua. Orang kelas 12nya itu temen gua. Nah yang kelas 11 itu dia parkir tepat di belakang mobil kakak kelas.”

Semuanya mulai berbisik – bisik dengan temannya sendiri. Ada yang bilang  kelas 11 itu terlalu berani lah, ada yang bilang kelas 11 itu tidak mungkin bawa mobil. Atau ada juga yang tetap melanjutkan pembicaraan yang sempat terntunda tadi.

“Nata, Tami” Tiba – tiba Lisa memanggil kedua temannya itu.

“Randi itu ga bohong” Ujar Lisa sambil dengan perlahan mengeluarkan sebuah kunci mobil dari saku roknya.

“Jadi anak kelas 11 yang bawa mobil itu elo!” Ujar Tami dengan nada yang sangat keras hingga membuat satu kelas menengok ke arahnya. Dan karena itu akhirnya Nata membekap mulut Tami dengan tangannya.

“Kalo ngomong tuh jangan keras – keras ” bisik Nata tepat di telinga Tami dan dengan suara sepelan mungkin.

“Haha, bukan – bukan. Mana mungkin gua yang bawa. Gua tadi Cuma sempet bawa doang kok, terus mobilnya dibawa lagi sama kakak gua” Ujar Lisa berusaha membuat kelas kembali tenang.

- - - - - - - - -

Mobil Lisa sudah terparkir dengan cantik di parkiran rumah sakit yang kemarin dia datangi. Dengan segenap kekuatan yang telah dia kumpulkan dia kembali mendatangi sepupunya itu.

Lisa dikejutkan dengan kabar bahagia, ternyata alat bantu berupa selang pernasapan yang kemarin masih melekat di hidung sepupunya itu sudah terlepas. Hanya ada selang infus yang dengan setia membirikan cairan yang berguna untuk tubuh sepupunya itu.

(Best) FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang