Akhirnya Lisa dapat masuk sekolah. Lisa masuk ke dalam mobil kakaknya, dan berusaha duduk dengan tenang.
"Nanti kakak jemput, kamu sms aja pulang jam berapa" Ucap kak Riza sebelum Lisa turun dari mobilnya. Lisa hanya mengangguk.
- - - - - - - -
Seperti biasanya kelas sudah mulai ramai, sudah mulai bercanda – canda dan sibuk dengan urusannya masing-masing, sama seperti Lisa, dia hanya meletakkan kelapanya di atas meja dan ditutupi oleh jaket.
Pelajaran dimulai.
Lisa POV
Aku menyingkirkan jaketku yang sedari tadi menutupi wajahku. Sepertinya ada yang salah, pikirku.
"Nat Nat, ini caranya gimana?" aku melihat Raina bertanya kepada Nata, tapi Nata justru sepertinya sedikit bingung dengan soal itu. Aku melirik sedikit soal itu, mungkin aku bisa membantu.
"Oh soal yang itu, bukannya itu caranya sama kayak ini ya?" Aku menyodorkan bukuku yang bersisi cacatan dengan soal yang hampir serupa dengan apa yang ditanyakan Raina.
"Ini gini kali Na, pertama diginiin dulu" Nata mulai menerangkan kepada Raina, seakan – akan omonganku barusan hanyalah sebuah angin lalu.
Oke! Jujur aku salah, karena aku sudah mencoba untuk mempersatukan kalian lagi. Tapi apa salahnya kita semua bersatu lagi? Apa salahnya ketika kita bisa memaafkan orang? Apa salahnya ketika lebih mengedepankan persahabatan ketimbang perasaan pribadi.
Hari ini memang berlalu. Tapi aku merasa hari ini berlalu tidak seperti biasanya. Hari ini justru aku merasa aku seperti orang yang dicampakkan, tidak dianggap, dan hanya dianggap orang asing dikelas. Padahal dulu, setau aku, mereka selalu bercanda bersama denganku, walaupun aku hanya akan tersenyum kecil, ataupun hanya mendengar tanpa ekspresi apapun.
- - - - - - - - - - -
"Bun, Lisa pulang," ucapku ketika aku baru satu langkah memasuki rumah.
Aku langsung berjalan menuju kamarku, dan berbaring di kasurku yang empuk. Aku mencoba untuk merelekskan diriku.
Namun, tiba – tiba aku merasakan ada yang bergetar di sampingku. Aku mencoba untuk menggapai getaran yang berasal dari ponselku itu, dan melihat siapa yang mengirimiku sebuah pesan. Ternyata LINE, pikirku.
Tanganku bergerak untuk membuka pesan tersebut, namun berhenti di udara karena suara panggilan Bunda dari luar kamar.
"Lis, makan, terus minum obat"
Aku tidak menjawab dan segera beranjak dari tempat tidur untuk melakukan apa yang disuruh Bunda.
- - - - - - - - - - -
Darrel menuruni tangga dirumahnya untuk menuju ruang makan. Hari memang telah berlalu, dan setiap detiknya selalu meninggalkan jejak yang selalu ingin dikenang. Dia masih ingat disetiap detailnya waktu di café itu. Namun, sekarang ia pikir justru café itu membawa berita buruk, lebih buruk dari yang sebelumnya.
Benar, sekarang rasanya sedikit sekali interaksi antara Nata dan murid laki – laki di kelas, mungkin dapat dihitung oleh jari, setiap hari Nata akan berinteraksi dengan mereka berapa kali. Namun, seseorang dari kelas itu pernah berpikir, walaupun hanya satu orang, bukankah itu tetap akan mengganggu kerukunan di kelas bukan?
Hari semakin berganti pun, pertemanan antara Lisa, Nata, Raina, Tami, Shafira, dan Dhira pun semakin lengket, layaknya tidak ada si A disuatu tempat maka semuanya tidak ada. Tapi kalo ada si A di suatu tempat, pasti yang lainnya juga ada di tempat itu, dalam waktu yang sama, dalam wacana yang sama, dan pemikiran yang sama.
Itu yang ada di pandangan orang lain saat ini. Tapi, tidak ada yang tahu bagaimana pertemanan mereka yang sesungguhnya. Nata, Raina, Tami, Shafira, dan Dhira itu berada di satu tempat bimbel ternama yang sama. Setiap harinya mereka pasti ada beberapa percakapan yang mengarah pada tempat bimbel itu, tetapi mereka seakan – akan tidak pernah menyadari ada sosok Lisa yang berbeda dari yang lainnya. Lisa tidak bimbel disana, dan itu membuat Lisa terpojok, merasa bahwa dia berbeda, dia tidak sama dengan yang lainnya. Dan seharusnya kalian bisa berpikir, apakah itu benar – benar pertemanan yang sesungguhnya?
Intinya, memang benar mereka ada di tempat yang sama, diwaktu yang sama, tapi bukan berarti mereka juga berada di pikiran yang sama dengan percakapan yang sama.
Lisa bangkit dari tempat duduknya, berusaha keluar dari bisingnya kelas. Dia sudah muak dengan masalah – masalah yang ada di kelas. Mulai dari Ara yang sepertinya tidak terima dengan perasaan Arsen yang sudah tidak ada padanya, kemudian MPC yang sudah semakin tidak jelas, atau mungkin sudah bubar, Lalu dilanjutkan dengan Dhira dan Shafira yang masuk ke dalam lingkarang pertamanan Lisa, Nata, Raina, dan Tami, yang seakan – akan Dhira dan Shafira memang sudah berteman lama. Dan disusul oleh perbedaan – perbedaan pendapat yang membuat perpecahan ini semakin menjadi-jadi.
Oke! Ini sudah hari ke-3 Lisa selalu berusaha tidak berada di kelas, atau mungkin lebih tepatnya alasan Lisa selalu berusaha diluar kelas karena ia merasa tidak ada gunanya didalam kelas. Lagi pula kalau ia di dalam kelas, ia hanya membaca wattpad, mendengarkan lagu, tidak berbicara kepada siapapun. Dan kalau bergitu ini masuk hari ke-4 Nata tidak berbicara kepada Lisa.
Pelajaran kali ini memang tidak ada guru, jadi Lisa berjalan – jalan di area sekolah untuk menunggu waktu pulang.
Yup! 5 menit kemudian bel sekolah berbunyi, dengan terburu-buru Lisa kembali ke kelasnya.
Kacau. Hanya satu kata yang dapat menggambarkan kelas ini. Bukan kacau dalam arti kelas berantakan. Namun, kelas ini kembali pada kelas yang berkelompok. Barisan dekat pintu ada Nata dan kawan kawan yang berkelompok, kemudian di seberang ada Ajeng dan kawan kawan yang berkelompok, dan dibelakang ada kelompok murid laki – laki yang sedang bercanda sendiri.
Lisa menghembuskan napasnya,
besok sudah UAS, Ujian Akhir Semester, Lisa hanya berharap dia bisa fokus pada
UAS dan melupakan segala – galanya terlebih dahulu.
- - - - -
Hai, ternyata lebih susah buat cerita yang mendekati kisah nyata ya dibandingkan real khayalan haha.. cerita ini aja sebenernya gua hampir bingung mau lanjutin kayak apa. dan itu yang membuat gua ga update cerita ini. tapi gua akan terus berusaha untuk membuat cerita ini tamat.
Makasih yang udah mau baca cerita ini :) - Araitri
KAMU SEDANG MEMBACA
(Best) Friend
Teen FictionHanya ajal yang dapat memisahkan persahabatan kita. Pikir Lisa ketika ia baru saja mengerti arti kehidupannya kini. Walau ini berawal hanya dari multi-person chat in Line tapi ia sungguh mengerti bahwa ia bersama kesepuluh temannya yang akan menjadi...