maaf kalo typo ._.
- - - - - - -
Lisa hanya tersenyum mendengar ucapan sepupunya itu. Tapi dia tetap diam tidak berpindah dari tempat duduknya. Posisi tangan pada gitarnya pun tidak berpindah. Tetap sama
Lisa baru bergerak ketika ia melihat sepupunya itu tertidur. Lisa meletakkan gitarnya dengan sangat perlahan dan berjalan keluar dari kamar rumah sakit.
Kakinya melangkah menjauhi kamar bernomor 309 itu. Dan dia berhenti dan menatap ke langit. Terlihat taburan bintang yang selalu menerangi gelapnya langit. Tidak pernah bosan. Tidak pernah pudar. Dan selalu bersinar untuk menarik perhatian bulan.
Lisa menghela napasnya dengan berat kemudian bergerak untuk duduk di salah satu bangku. Ia berada tepat di taman yang berada di belakang gedung bercat putih. Lisa menatap ke depan, dilihatnya pemandangan yang lebih baik dari melihat orang yang sedang berlalu lalang untuk membantu saudaranya yang sakit.
Selang beberapa detik Lisa merasa ada aura seseorang yang duduk tidak jauh dari tempatnya, atau bisa dibilang satu bangku dengan dirinya. Lisa menengok dan ternyata benar, ada orang yang duduk di sisi yang bersebelahan dari tempat duduk Lisa.
Orang itu menggerakkan kepalanya dan melihat ke arah Lisa, sedetik kemudian orang itu tersenyum. Lisa terpaku akan orang yang ada dihadapannya saat ini.
“Haha ternyata emang bener ini elo Sa” ucap orang itu.
“Gua kira, gua cuma berhalusinasi karena terlalu banyak mikirin lo” lanjutnya
“Lo ngapain disini?” orang itu mengakhiri ucapannya dengan sebuah pertanyaan.
“Gua-”
“Gua nemenin sepupu gua” Lisa menjawab dengan sedikit gugup, ia masih belum terlalu percaya apa yang dilihatnya sekarang.
Orang itu hanya mengangguk.
“Tama! Lo dicariin sama nyokap”
Ada suara yang memecah keheningan yang sempat terjadi. Lisa melihat kesumber suara. Lisa menyadari ini nyata, memang benar cowo yang dilihatnya itu adalah Tama dan cewe yang dia lihat barusan adalah Tami, kembarannya.
“Oh hey, ada Lisa. Siapa yang sakit?” Tanya Tami selepas dia duduk diantara Lisa dan Tama.
“Sepupu gua habis operasi” jawab Lisa.
Tami hanya menjawabnya dengan mengangguk, gerakan yang sama seperti yang tadi Tama lakukan.
“Bukannya tadi ada yang dicariin?” Lisa berusaha untuk mengingatkan.
“Oh iyaa, tau lu Tam! Sana pergi”
“Yaelah ga usah ngusir juga kali, iya gua pergi” Ujar Tama dengan pelan tetapi masih dapat didengarkan oleh mereka berdua. Tama segera bangkit dan berjalan mengarah ke gedung bercat putih.
Sekali lagi Lisa menghela napasnya, seperti ada beban yang sengat berat di pundaknya.
“Lo kenapa?” Tanya Tami tanpa mengalihkan pandangannya, tetap menatap lurus ke depan.
“Kalo gua nyerah aja menurut lo gimana?”
“Nyerah? Dari?” Tami melihat ke arah Lisa.
“Iya, nyerah. Dari semuanya. Gua kan juga udah ngasih tahu disekolah, gua udah mencoba untuk bertahan dan akhirnya gua sempat berhasil untuk tetap suka sama dia. Dan mungkin tanpa usaha pun gua akan berhasil, karena pada dasarnya gua emang suka sama dia” Lisa diam sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Best) Friend
Teen FictionHanya ajal yang dapat memisahkan persahabatan kita. Pikir Lisa ketika ia baru saja mengerti arti kehidupannya kini. Walau ini berawal hanya dari multi-person chat in Line tapi ia sungguh mengerti bahwa ia bersama kesepuluh temannya yang akan menjadi...