Aku berjalan melewati pagar sekolah, memasuki halaman yang cukup luas dengan sambutan tenangnya suasana, mungkin sudah menjadi kebiasaanku sejak aku bergabung menjadi warga sekolah ini. Seragam sekolah sudah dengan lengkap menutupi tubuhku. Untuk masalah rambut, haha jangan pernah memikirkannya. Jika rambutmu berantakan, biarkanlah dia terurai bebas, dan percayalah angin akan membuatnya rapih atau mungkin justru membuatnya semakin berantakan, haha. Abaikan perkataanku. Jangan salahkan aku kalau sekarang rambutku memang berantakan, karena memang aku belum menyisirnya.
Alas sepatuku telah berhasil mengotori lantai kelas, dan ternyata tidak seperti biasanya. Di kelasku sudah ada si ketua kelas. Aku melirik jam tangan sebelum aku berjalan menuju tempat duduk. Ah, ini jam biasaku datang.
"Gue memang datang lebih pagi kok"
Aku mendengar suara yang membuat kepalaku mencari sumber suara. Ternyata dia. Dia adalah ketua kelasku saat ini. Duduk di sebelah Arsen yang menjadi wakilnya. Bicara mengenai Arsen bukannya kalian akan bertanya bagaimana hubungannya dengan Ara, bagaimana dirinya saat ini? Merasa bersalah kah? Atau dia murung? Atau dia justru gembira?
Ya, aku akan menjawabnya. Dia merasa bersalah? Sepertinya tidak. Dia melupakan masalahnya dengan Ara? Ya, sepertinya begitu. Dia mungkin adalah cowo yang tidak memiliki perasaan sehingga dengan mudahnya melupakan seseorang dan mendekati perempuan lain yang mungkin lebih pintar dari perempuannya dahulu. Lebih modis dari perempuannya dahulu. Lebih segala – galanya dari perempuannya dahulu. Dan ya, aku juga mengakui seperti itu.
Namun, waktu berjalan ternyata perempuan yang di sukai oleh Arsen dalam waktu singkat itu menyukai temannya, bukan menyukai dirinya. Akhirnya Arsen pun balik kepada seseorang yang sempat menjadi alasan mengapa hubungannya renggang dengan Ara. Rumit? Haha begitulah kehidupan. Berteman. Mencintai. Merasa memiliki. Bahagia. Kemudian di campakkan. Dia menjauh. Kemudian bertemu teman baru. Tapi mungkin tidak semua orang merasa kehidupan seperti itu. Mungkin lebih rumit, atau mungkin justru lebih sederhana.
Namun, yang paling pasti di dalam sebuah kehidupan pasti ada cobaan. Begitulah cara Tuhan mencintai kita. Memberi kita cobaan. Karena dengan cobaan, kita pasti akan merasa itu sulit, dan ketika kita merasa itu sulit, maka kita akan mencoba untuk melewatinya dan mungkin akan ditambah dengan cobaan – cobaan yang lainnya. Tapi ketika kita berhasil melewati cobaan itu, yakinlah bahwa terdapat pelajaran yang berharga di dalamnya. Seperti misalnya ketika kamu tidak berhasil lolos dalam suatu ujian, mungkin itu berarti kamu kurang berusaha. Atau jika kamu sudah berusaha semaksimal mungkin, bisa jadi itu bukan yang terbaik untuk dirimu, bisa jadi di depanmu justru ada yang lebih baik namun kau tidak melihatnya.
"Sa!"
Aku tersentak ketika ada seseorang yang memanggilku, dan ternyata itu adalah seseorang yang terbiasa duduk di serong kanan depanku. Tami.
Aku hanya menampilkan wajah seakan – akan aku bertanya, ada apa?
"kemarin Tama tanya ke gue, lo sudah sampai rumah atau belum?"
Aku semakin bingung dibuatnya, Tama?
Tanpa perintah tanganku mengambil benda kotak yang berada di kantung rokku. Aku menggulir layar dengan ibu jariku, dan aku menemukan namanya.
Tamaai : Sampai dengan selamat kan? Tadi kenapa lu ga bareng gua aja ya dari depan komplek? Haha. Selamat istirahat.
Aku hanya tersenyum.
- - - - - - - - - - - - -
Benar, waktu memang berjalan mendahuluiku yang berjalan bagaikan kura – kura. Aku hanya bisa memandang ke meja berwarna cokelat di hadapanku ini. Dengan segelas milo hangat aku duduk di cafe ini. Ini adalah cafe yang sama saat aku manggung untuk berusaha membuat mereka bersatu kembali. Ini adalah cafe yang sama saat aku manggung seusai pulang dari rumah sakit. Ini adalah cafe yang sama saat aku gagal membuat mereka kembali bersatu. Iya, aku gagal.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Best) Friend
Teen FictionHanya ajal yang dapat memisahkan persahabatan kita. Pikir Lisa ketika ia baru saja mengerti arti kehidupannya kini. Walau ini berawal hanya dari multi-person chat in Line tapi ia sungguh mengerti bahwa ia bersama kesepuluh temannya yang akan menjadi...