Tama bangun lebih cepat dari biasanya. Lebih cepat dari saudara kembarnya. Padahal biasanya setiap pagi ia akan selalu mendapat tindakan kasar dari saudara kembarnya, karena saudaranya itu berusaha untuk membangunkannya.
Baru saja turun dari kasur tetapi Tama langsung melihat handphonenya.
Tidak ada balasan, mungkin semalam ia masih tertidur. Pikir Tama.
Tangannya kembali mengetik untuk memberi pesan kepada seseorang.
Tamaai : Gua jemput lu ya, tunggu aja di rumah. Gua akan kerumah lu.
Setelah ia memastikan Line itu terkirim dengan langkah yang ringan ia melangkah menuju kamar mandi, untuk menyegarkan dirinya sebelum ia berangkat menjemput seseorang.
Disaat yang bersamaan dengan Tama yang berjalan menuju kamar mandi, Lisa terbangun dengan keringat yang sudah membanjiri tubuhnya. Mimpi itu lagi, pikir Lisa.
Dengan perlahan dia meneguk air yang ada di dalam gelas hingga habis. Selepas itu ia mandi sebelum berangkat kesekolah. Ia baru ingat akan sesuatu setelah seluruh air membasahi tubuhnya. Hari ini ia akan pergi naik angkutan umum. Ini pertama kalinya bagi Lisa naik angkutan umum untuk berangkat ke sekolah. Biasanya jika tidak diantar oleh ayahnya ia akan diantar oleh kakaknya.
Seusai mandi dan memakai seragam sekolah yang mungkin jarang ada di negara ini, Lisa turun untuk sarapan. “Selamat pagi” sapa Lisa ketika tinggal selangkah lagi untuk benar benar berada di lantai satu.
“Pagi” jawab bunda dengan senyuman.
“Ayah sama kakak kemana bun?” tanya Lisa.
“Ayah sudah berangkat, katanya mau ke proyek. Kalau kakak, masih tidur di kamar. Katanya sih kuliah siang” Jelas bunda.
Lisa hanya mengangguk sambil tetap melanjutkan sarapan.
“Lisa, hari ini kamu bareng sama siapa?” Tiba – tiba bunda bertanya ketika Lisa sudah selesai sarapan.
“Enggak bareng siapa - siapa kok bun, Lisa sendiri ke sekolah” Jawab Lisa.
“Terus itu didepan siapa? Bukannya itu temen kamu. Tapi kok seragamnnya beda? Atau perempuan dan laki – laki memang beda?” Tanya bunda tanpa henti.
“Teman siapa bun? Seinget Lisa, Lisa enggak minta jemput siapa pun. Dan kalo laki – laki seragamnya tetap sama bun, bedanya cuma pakai celana aja.” Ucap Lisa sambil berjalan mendekati bundanya yang berada di dekat jendela sambil melihat keluar.
Deg. Tiba – tiba tubuh Lisa menegang. Itu bukannya? Ucap Lisa dalam hati.
“Itu teman kamu bukan?” tanya bundanya sekali lagi, seperti sedang memastikan, karena motor itu benar – benar berhenti di depan pagar rumahnya.
Lisa segera mengambil handphonenya di dalam tas. Ingin memastikan kalau pikirannya salah.
Ada 3 notifikasi dari Line. Lisa mengklik icon Line tersebut.
Tamaai : Sudah lama sepertinya gua ga ngobrol sama lu..
Tamaai : Gua jemput lu ya, tunggu aja di rumah. Gua akan kerumah lu.
Tamaai : Gua udah di depan pagar rumah lu nih, santai aja ga usah buru – buru.
Ternyata dugaan Lisa benar, yang ada di depan rumahnya sekarang adalah Tama. Tapi kenapa dia jemput? Bukannya gua engga minta untuk dia jemput?
“Iya bun, dia teman Lisa, tapi enggak satu sekolah” ujar Lisa tanpa mengalihkan pandangannya dari handphonenya.
Lisa meletakkan handphonenya dan berniat untuk mendatangi laki – laki yang sedang duduk di atas motor itu. “Kok kalau enggak satu sekolah dia kesini? Kamu kenal sama dia dimana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
(Best) Friend
Teen FictionHanya ajal yang dapat memisahkan persahabatan kita. Pikir Lisa ketika ia baru saja mengerti arti kehidupannya kini. Walau ini berawal hanya dari multi-person chat in Line tapi ia sungguh mengerti bahwa ia bersama kesepuluh temannya yang akan menjadi...