36

3.1K 421 71
                                    

Komen tembus 50 baru up♥️

Apa yang paling menyedihkan dalam hidup?

Thalia benar-benar merasa kehilangan saat Jevan meninggalkan dirinya untuk selamanya. Separuh jiwanya benar-benar mati.

"Mbak, jalan-jalan yuk. Marcel temenin ya" ajak Marcel

"Nggak ah... Mbak lagi males"

Marcel hanya bisa pasrah. Sedih di hatinya masih belum hilang sampai sekarang.

"Mbak kalau butuh apa-apa panggil aku ya mbak. Aku selalu ada

Thalia tersenyum dan mengusap rambut adiknya itu.

"Iya Marcel... Makasih ya"

Marcel keluar dari kamar kakaknya. Thalia mengecup pipi Sky yang masih terlelap di sore ini. Anak itu tidur dengan jaket milik ayahnya.

"Papa lagi apa ya, bang? Mama kangen papa" ujar Thalia lirih

"Maaf ya, mama masih suka nangisin papa. Mama masih butuh waktu buat terbiasa"

Orang tua Thalia sekarang tinggal bersama Thalia agar anaknya tidak kesepian dan juga untuk membantu Thalia mengurus anaknya.

"Mama udah cuci semua baju-bajunya dedek. Tinggal disetrika terus dimasukin ke tas sekalian" ujar ibu

"Makasih ya, Bu. Aku lemes banget akhir-akhir ini. Jadinya belum sempet nyuciin"

"Gapapa... Ibu seneng kok, tinggal nunggu hari H nya aja ya?"

Thalia mengangguk. Tinggal menghitung hari sampai anaknya lahir. Ia sudah tidak sabar.

"Mbak, ini Jean beliin rujak. Mbak katanya pengen rujakan"

"Makasih ya, Jean. Uangnya mbak ganti nanti ya" ujar Thalia

"Dih, gak usah. Anggap aja itu dari aku buat dedek di perut"

Thalia tersenyum tipis. Ia masih sering mengidam akhir-akhir ini. Dan Jean lah yang akan pergi mencarikan apa yang ia mau.

Peran yang dulu dipegang oleh Jevan, almarhum suaminya.

"Mbak, aku kangen senyum mbak Thalia. Aku kangen ketawanya mbak. Jangan sedih terus ya..."

Wanita itu meneluk adik bungsunya dan mengelus kepalanya.

"Jean udah gede ya, mbak terharu dengernya. Sky sama dedek pasti bangga punya om sebaik kamu sama Marcel" puji Thalia

"Kak Jevan juga pasti bangga banget di surga punya istri sekuat kakak"

Jean tak suka kakak sulungnya menangis. Ia rindu tawa ceria dari Thalia.

Sky rewel malam ini membuat Thalia sedih. Anaknya tidak mau menyusu dan tidak tidur, padahal ini sudah pukul sebelas malam.

"Abang kenapa?" Tanya ibu Thalia yang mendengar cucunya menangis

"Badannya anget, Bu. Giginya mau tumbuh kali ya?"

Sang nenek langsung menggendong cucunya dan menimangnya.

"Thalia, ada jaket atau kaos Jevan yang sering dia pakai gak? Kasih buat selimut abang Sky. Mungkin dia kangen papanya" ucap sang nenek lirih

Thalia mengambil satu lembar sweater Jevan dan menyelimuti anaknya dengan itu.

Air mata Thalia tidak bisa ia tahan lagi. Ia mengecup pipi Sky lembut.

"Abang harus ikhlasin papa ya, mama juga coba buat ikhlasin papa walau berat banget. Kasihan papa kalau kita terus sedih" bisik Thalia lembut di telinga sang anak

Sang ibu mengelus pundak Thalia. Sedikit menguatkan sang anak.

"Thalia anak ibu, pasti Thalia kuat. Semua butuh waktu, gapapa nak. Pelan-pelan aja, Jevan udah tenang di sana"

Thalia mengangguk. Anaknya mulai terlelap, mungkin benar jika Sky merindukan sang ayah.

"Mau ibu temenin tidur?"

"Gak usah, Bu. Aku pengen bobok berdua sama Sky"

"Ibu tinggal ya kalau gitu" pamit sang ibu sambil mengelus perut Thalia

Setelah pintu ditutup Thalia langsung mengambil baju yang terakhir Jevan pakai, sweater rajut warna abu yang beraroma maskulin khas Jevan.

Thalia menyemprotkan parfum Jevan di permukaan sweaternya dan menciuminya. Ini rutinitas barunya tiap malam sebelum tidur.

Ia mengambil ponselnya dan mendial nomor handphone Jevan. Ia mulai bicara dan voice note mulai terekam.

"Anak kamu rewel, mas. Dia kangen kamu kali ya hehehe. Mas jangan khawatir, aku bakalan baik-baik aja. Aku cuma perlu waktu aja kok"

"Kemarin aku check up ditemenin Marcel sama Jean, mama juga ikut. Aku udah kasih nama buat dedek tapi mas belum boleh tahu hehehe"

"Udah dulu ya, mas. Aku ngantuk"

Thalia tidur sambil menyesap aroma dari bau kesukaannya, parfum suaminya.

Tere mengunjungi apartemen miliknya yang lana ia tinggal setelah menikah dengan Johan. Ada banyak kenangannya bersama Jevan di sini.

"Ini apartemen punya Jevan, cuma gue dulu kerja di rumah sakit. Nanti kita beresin terus balikin ke orang tua Jevan ya, yang"

Johan mengangguk.

"Barang kamu gak banyak. Sewa satu truk aja cukup kali ya" balas Johan

"Iya, Jevan orang baik. Dia pasti juga dapat tempat terbaik diatas sana"

"Amin... Banyak yang sayang sama Jevan" ujar Tere

Mereka berdua mulai merapikan barang-barang dan memasukkan ke daman box. Walaupun Jevan sudah pergi tapi kenangannya selalu melekat di hati.

Thalia pergi ke sekolahnya untuk mengambil ijazah guna kelengkapan masuk universitas. Setelah lulus ia belum mengambil ijazah karna terlanjur menikah dan langsung berbadan dua.

"Ibu turut berduka cita ya. Dulu ibu inget banget Jevan minta supaya dia selalu duduk sama kamu tiap ujian" ucap sang guru

"Hehe iya, Bu. Gak nyangka dia jadi suami saya sekarang" balas Thalia lembut

"Jevan juga yang ngebayar SPP kamu sama semuanya"

Thalia membulatkan mata kaget.

"Bukannya saya dapat keringanan biaya karna orang tua saya kurang mampu?" Tanya Thalia

Sang guru tersenyum lalu menggeleng.

"Tidak, semuanya dibayar oleh Jevan. Papanya Jevan yang anggota komite sekolah juga"

Hati Thalia semakin menghangat, bahkan banyak hal yang telah Jevan berikan padanya jauh sebelum menikah. Dan bahkan Jevan tidak pernah memberitahunya.

"Lancar sampai persalinannya ya. Sehat anak sama dedek bayinya"

"Amin, Bu"

Wanita hamil itu berjalan ke arah kelas yang sering ditempatinya saat ujian. Dan selalu bersama Jevan.

"Kamu udah pergi sebelum aku bilang terimakasih...."

Ingatannya bersama Jevan muncul lagi, kenangan saat ia dan Jevan masih anak sekolah. Ia tersenyum tapi air matanya tak berhenti mengalir.


Next?

Terimakasih buat atensinya♥️

YOUNG MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang