Broken || Delapan

199 28 0
                                    

Terlambat setengah jam karena harus memutar jauh untuk mengantar Sofia sekolah, Rere menemukan Aksa telah berdiri di depan meja kerjanya dengan raut wajah penuh amarah.

"Kamu tahu sekarang jam berapa, Renata?" Aksa mendesis tajam. Kedua mata pria itu menatap Rere seolah akan melumat wanita itu jika Rere salah dalam memberikan jawaban.

Rere mencengkeram handle tas dengan erat untuk menahan emosi yang langsung menggelak saat Aksa menyebut nama depannya.

"Saya pikir jam tangan anda masih berfungsi dengan baik," ketus Rere.

Aksa sontak membelalakkan mata atas jawaban Rere yang seolah menyiramkan minyak pada api, membuat emosinya semakin berkobar hebat.

"Ke ruangan saya, sekarang!" perintah Aksa tanpa butuh penolakan, kemudian memutar tubuh dan melangkah masuk ke ruangannya.

Rere meletakkan tas tangan di meja kerja, meraih cangkir kopi yang masih mengepulkan uap panas kemudian menghirup aromanya dalam. Meski tidak lagi berbasa-basi dengan Rere, Sari masih ingat dengan kebiasaannya yang menyukai aroma kopi di pagi hari.

Rere melangkah menuju ruangan Aksa setelah meletakkan cangkir kopi dengan hati-hati di tempat semula. Tanpa mengetuk pintu, Rere masuk begitu saja dan menemukan Aksa tengah berdiri sembari menatap langit lewat dinding kaca yang berada di belakang meja kerjanya.

"Kata Dania, Sofia tinggal bersamamu?" tanya Aksa pelan. Yakin jika yang memasuki ruangan adalah Rere.

"Ya," jawab Rere tegas. Dia berdiri di depan meja Aksa.

"Bagaimana keadaannya?" Aksa bertanya masih dengan posisi semula.

"Secara fisik, dia baik. Tapi secara psikis, dia masih sering menangis," jawab Rere dengan jujur.

Aksa memutar tubuh, matanya menjelajah tubuh Rere. Bukan dengan tatapan kurang ajar, tapi dengan tatapan yang menyiratkan kerinduan.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Aksa.

"Baik dan cukup kerepotan dengan adanya Sofia bersamaku," ketus Rere.

Aksa tersenyum tipis. "Kamu memang selalu jujur ya, Re?"

Rere mengedikkan bahunya acuh. "Tergantung situasi."

"Bagaimana kabar Darren?" Tanpa sadar Aksa menggeletukkan gigi saat nama Darren terlontar dari bibirnya.

"Dia baik," jawab Rere singkat.

"Lalu kabar Surya?"

"Sejauh ini dia masih waras meski aku terus merepotkannya." Rere masih menjawab pertanyaan basa basi Aksa dengan sabar.

Aksa mengangguk pelan. "Dania melayangkan gugatan cerai pada saya."

Kali ini Rere terkesiap. Namun, dia masih menjaga ekspresi agar tetap datar.

"Kamu tidak ingin kembali pada saya, Re?"

"Tidak," jawab Rere dengan cepat.

"Kenapa?" Pertanyaan bodoh, Aksa menyadari itu.

"Aku bosan padamu." Jawaban Rere masih tetap sama dengan sebelumnya.

Aksa mengangguk, sudah paham dengan jawaban Rere. Khas wanita itu yang melontarkan jawaban tajam, tanpa peduli dengan perasaan lawan bicaranya.

"Bagaimana jika saya tidak mau melepasmu?" Aksa menatap Rere serius.

"Aku tidak peduli." Rere menjawab dengan singkat, padat dan jelas.

"Aku mencintaimu, Re," aku Aksa dengan jujur.

"Tapi aku tidak." Rere menjawab dengan telak. "Jadi apa maksud anda memanggil saya ke sini?" Diubahnya tata bahasa menjadi formal, khas seorang sekretaris pada atasannya.

BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang