Rere terbangun saat indera penciumannya menangkap aroma kopi yang begitu pekat. Dia mengerjapkan mata dan menemukan Aksa duduk di tepian ranjang tengah menatapnya.
"Selamat pagi," sapa Aksa kemudian meninggalkan satu kecupan di bibir Rere.
Rere bangun dari tidurnya kemudian menyandarkan punggung pada headboard. Menatap Aksa yang juga sedang menatapnya. "Kamu kenapa di sini?" tanyanya memecah kebisuan yang terjadi.
Aksa mengangkat satu alis kemudian menghela napas miris. Rere sudah kembali seperti biasanya seolah tidak ada hal mengguncang yang terjadi kemarin dan juga kejadian semalam.
Melihat ekspresi Aksa yang pahit, satu kekehan lolos dari bibir Rere, Aksa sampai terpaku melihatnya saking tidak terbiasanya mendapati senyum wanita itu. Hingga dia tidak menyadari jika Rere sudah bergeser mendekatinya yang duduk di tepi ranjang.
Ditatapnya Aksa dengan sorot bahagia. "Selamat pagi." Rere membalas sapaan Aksa.
Melihat Aksa yang masih terdiam terpaku, Rere menarik pelan pipi pria itu hingga kesadaran Aksa kembali sepenuhnya. "Ekspresimu benar-benar lucu."
"Kamu tertawa," ujar Aksa dengan takjup.
"Lalu?"
"Kamu nyaris tidak pernah tertawa bersamaku." Aksa bahkan bisa menghitung dengan jari berapa kali dia melihat Rere tertawa, itu pun bukan di depannya.
"Masa sih?" Rere pura-pura amnesia.
"Kamu hanya tertawa jika bersama Eros."
"Eros keponakan yang aku sayangi," sergah Rere cepat.
"Lalu kenapa tidak dengan saya. Kamu juga menyayangi saya."
Rere mengenyit. "Sejak kapan aku menyayangimu?" ketusnya. "Nggak usah halu deh."
"Kamu bertahan di sisi saya selama ini, berarti kamu menyayangi saya─" Aksa menggantung kalimatnya.
"Menyayangi uangmu," sergah Rere dengan lugas.
Sesaat Aksa merasa napasnya menghilang bersamaan dengan sengatan yang menyerbu dada. Dia yang telah dilambungkan oleh senyum Rere, dijatuhkan begitu saja dengan kejam dan telak.
"Aksa." Rere meraih satu tangan Aksa lalu menggenggamnya erat. "Kita sebaiknya berpisah."
"Tidak!" Tolak Aksa mentah-mentah.
"Aksa─"
"Tidak, Re!" Menepis genggaman tangan Rere, Aksa berdiri dari duduknya. Ditatapnya Rere dengan sorot marah dan terluka. "Saya tidak akan pernah melepaskanmu."
"Aku tidak layak bersanding denganmu, aku─"
"Saya tidak peduli!" Aksa memotong cepat. "Kamu milik saya, sampai kapan pun tetap seperti itu."
Rere menggigit bibirnya dengan keras hingga berdarah demi meyakinkan diri dan mengenyahkan keraguan yang selama ini menahannya untuk mengungkapkan sebuah fakta.
"Kamu bukanlah yang pertama." Akhirnya Rere mengatakan apa yang selama ini disembunyikannya. Mendengarnya Aksa sontak kehilangan suara. Terlalu terkejut dengan apa yang ditangkap telinganya.
Memberanikan diri menatap tepat di mata Aksa, Rere kembali mengulangi ucapannya. "Aksa, kamu bukanlah yang pertama." Menutup mata sejenak untuk mengenyahkan bayangan keji yang dulu menimpa, Rere kembali melanjutkan, "Nata sempat melakukan sesuatu padaku."
Keheningan yang menyesakkan memerangkap Aksa dan Rere. Untuk sesaat Rere sempat menyesali kejujuran yang telah terlontar, menyesali ketidak mampuannya menahan kehampaan tiap kali Aksa mengutarakan cinta dan berbangga diri menjadi yang pertama. Rere hanya tidak mau jika Aksa mendengar kenyataan itu dari orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken
RomanceApatis dan tidak memiliki hati, itulah deskripsi yang sesuai untuk menggambarkan seorang Rere. Pelakor dan wanita simpanan adalah sebutan yang sudah melekat erat padanya. Sudah menjadi rahasia umum jika dia adalah seorang wanita simpanan dari Aksa...