Dari awal aku tidak pernah memandangmu seperti cara orang lain melihatmu
Bagiku, kamu adalah wanita terindah yang hadir dalam hidupku
Aku mencintaimu dari pertama kali mataku menangkap senyum indah di bibirmu
Saat mata kita saling bertatap, aku tahu bahwa kamu akan menjadi milikku
Selama ini aku sudah berusaha sekuatku, semampuku dan sebisaku
Membuatmu menoleh dan memakukan tatapanmu hanya padaku
Namun, itu hanyalah angan semu
Harapanku terlalu tinggi untuk hatimu
Bagimu, aku bukanlah apa-apa
Bagimu, aku tidak sepenting itu
~●~
Aksa menekan pangkal hidungnya untuk mengurangi pening yang mendera kepala. Beberapa hari belakangan dia hanya bisa tertidur dua sampai tiga jam. Selain pekerjaannya yang semakin menumpuk karena ulah adik tirinya, mimpi yang berulang tentang seseorang yang telah meninggalkannya dan tidak diketahui di mana keberadaannya hingga kini terus saja mengganggunya.
Empat tahun telah terlewati, segala cara sudah dilakukan untuk mencari keberadaan Rere. Namun, segala upay berakhir sia-sia karena wanita itu telah menghilang bagai ditelan bumi. Meski sebenarnya menaruh curiga pada Ararya atas menghilangnya Rere yang tidak meninggalkan jejak sama sekali, Aksa tidak bisa menuduh Ararya tanpa bukti. Empat tahun melakukan penyelidikan, tidak ada satu pun celah yang menghubungkan Rere dengan Ararya Najendra.
Jam sudah menunjuk pukul setengah dua siang, satu jam terlambat dari jam makan siang yang seharusnya. Sejak Aksa dirawat selama hampir satu minggu di rumah sakit tiga tahun yang lalu karena dia lupa makan selama tiga hari, Ararya langsung memberikan titah tentang makan siang bersama. Meski pada akhirnya Aksa sering kali mangkir dengan alasan menghadiri pertemuan penting atau pun rapat.
Menutup mata selama beberapa saat untuk mengenyahkan rasa pening di kepala, Aksa turun dari mobilnya. Setelah pelayan membukakan pintu, dia melangkahkan kaki dengan malas menuju ruang makan. Sedikit heran dengan keadaan rumah yang ramai, Aksa menangkap beberapa orang tengah bercakap-cakap diiringi teriakan anak-anak. Dia menebak jika keluarga berisik milik Dania datang berkunjung.
Baru saja langkah Aksa memasuki lorong penghubung menuju ruang makan, dia dikejutkan oleh seorang balita laki-laki yang menabrak kakinya lalu terjatuh. Melihat bahwa balita laki-laki itu tidak menangis, Aksa hanya memandangi tanpa mau membantu.
"Ya Tuhan, Kai!" Dania setengah menjerit. Dia berlari tergopoh menghampiri Aksa dan balita di depannya dengan menggendong balita laki-laki lainnya yang berumur lebih muda.
"Keterlaluan kamu, Aksa!" hardik Dania sembari menatap tajam Aksa.
Aksa mengernyitkan dahi. Dia menatap bocah yang Dania panggil Kai dan bocah lainnya yang ada di gendongan wanita itu dengan sorot bingung. "Sejak kapan anakmu bertambah?" tanya Aksa penasaran.
Dania hanya mendecakkan lidah sebagai jawaban. Dia segera menunduk untuk membantu Kai berdiri meski sedikit kerepotan. "Kamu tidak mau membantu?" tanya Dania, setengan menyindir.
Aksa menghela napas, enggan untuk peduli. Akan tetapi dia sedang tidak ingin berdebat dengan Dania dan segala kecerewetannya. Dia baru akan menghampiri Kai dan Dania, tetapi teriakan dari Ararya Najendra mengejutkannya hingga membuat gerakannya terhenti.
"Apa yang terjadi?" tanya Ararya sembari melangkah tergopoh menghampiri Kai dan Dania.
Dania melirik Aksa yang terlihat tidak peduli. "Kai terjatuh dan pria payah itu hanya melihat tanpa mau menolongnya," sinisnya.
Ararya yang sudah berlutut di depan Kai langsung memelototkan mata pada Aksa. "Dasar anak tidak berguna!" makinya.
Sontak Aksa melotot tidak terima dikatai oleh mantan istri dan ayahnya sendiri. Akan tetapi lagi-lagi karena dia sedang malas berdebat, dia membiarkan begitu saja. Dia hampir melangkahkan kaki, berniat pergi dari sana. Namun, ucapan Ararya selanjutnya membuat gerakannya kembali terhenti.
"Pantas saja dia memilih pergi," cibir Ararya yang bisa didengar dengan jelas oleh Aksa.
Aksa baru akan membalas perkataan sang Ayah bersamaan dengan Kai yang bersuara.
"I'm okay, Kakek," ucap Kai dengan logat anak-anaknya.
Tubuh Aksa menegang seketika saat Kai menoleh ke arahnya dan berkata, "I'm sorry, Uncle."
Raut wajah Kai memang terlihat menyesal. Namun, bukan itu yang membuat Aksa terkejut melainkan wajah Kai yang begitu mirip dengan seseorang yang berada di album foto masa kecilnya. Yang mengejutkan lagi bagi Aksa adalah tatapan Kai yang begitu mirip dengan tatapan mata dari wanita yang dicintainya.
"Kai!" Giliran Sofia yang menjerit. Dia pun tergopoh menghampiri Kai. "Apa yang terjadi?" Sofia menatap Kai dengan sorot cemas.
Kai tersenyum lebar. Bocah kecil itu mengulurkan tangan pada Sofia dan langsung disambut oleh gadis yang kini berusia tiga belas tahun. Sofia mengangkat Kai ke dalam gendongan meski terlihat sedikit kerepotan karena tubuh Kai yang jangkung untuk ukuran seorang balita.
"Papamu tuh." Dania menunjuk Aksa yang terlihat syok.
Sofia langsung melemparkan tatapan tajam pada sang Aksa. "Papa keterlaluan! Bagaimana kalau Kai terluka!" sentak Sofia tajam.
Sofia merasa tidak terima atas perlakuan Aksa pada Kai. Dia saja butuh perjuangan untuk membujuk ibu Kai agar diperbolehkan membawa Kai datang ke kediaman kakek mereka. Tapi Aksa malah memperlakukan Kai dengan kasar.
"Dia siapa?" tanya Aksa sedikit menuntut.
Ararya baru akan menjawab, tapi Sofia lebih dulu menyentak dengan nada tinggi. "Bukan siapa-siapa. Papa tidak perlu kepo!" Sofia melotot tajam pada Aksa lalu membawa Kai pergi dari sana.
Aksa yang semakin penasaran, melemparkan tatapan penuh tanya pada Dania dan Ararya.
"Bukan siapa-siapa," ketus Dania lalu pergi menyusul Sofia dan Kai.
"Pa?" Kini Aksa melemparkan tatapan pada Ararya. Satu-satunya yang bisa memberinya jawaban.
Tuan Najendra menghela napas dan menggeleng pelan kemudian meninggalkan Aksa tanpa menjawab pertanyaan sang putra. Membuat Aksa tenggelam dalam rasa penasaran.
Telepon dari sekretarisnya yang mengingatkan tentang pertemuan penting dengan salah satu kolega yang harus dihadiri satu jam lagi, mencegahnya menyusul Ararya dan mengkonfrontasi sang Papa tentang siapa Kai sebenarnya. Dan tanpa berpamitan, Aksa pergi begitu saja.
Bertepatan dengan mobil Aksa yang keluar dari pintu gerbang, sebuah mobil datang memasuki wilayah kediaman Najendra. Saat mobil itu berhenti di depan pintu utama, turunlah sesosok wanita cantik bergaun merah dari dalamnya.
"Mama!" Kai muncul dari balik pintu sembari berteriak. Kaki kecilnya berlari menghampiri sang wanita yang menyambutnya dengan senyum lebar penuh kasih.
====================
Akhirnya selesai juga. Meski pelu revisi di mana-mana, aku beneran puas dengan versi saat ini. Aku harap kalian juga merasakan yang sama. Bisa menikmati jalan ceritanya dengan baik.
Terima kasih sudah mengikuti perjalanan cerita Rere dan Aksa.
Salam hangat,
10-03-2021;00.02
![](https://img.wattpad.com/cover/242693292-288-k515238.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken
RomanceApatis dan tidak memiliki hati, itulah deskripsi yang sesuai untuk menggambarkan seorang Rere. Pelakor dan wanita simpanan adalah sebutan yang sudah melekat erat padanya. Sudah menjadi rahasia umum jika dia adalah seorang wanita simpanan dari Aksa...