Part 1

3.6K 112 24
                                    

Seorang bocah perempuan menangis pilu di antara dua raga yang terbujur kaku. Tangannya lemas, namun masih ia paksakan untuk tetap menggenggam erat tangan dua raga yang tak lain adalah kedua orangtuanya. Di sekelilingnya puluhan pria berpakaian serba hitam dan tubuh kekar mengerumuni dengan kepala tertunduk.

"Daddy, Mommy, kembali. Lesti takut. Please comeback to me."

Seorang pria muda berpakaian rapi dengan setelan kemeja putih yang memperlihatkan lekuk tubuh dan celana bahan kain hitam mendekat dan mengusap pelan kepala si bocah perempuan. Si bocah menoleh. Memberi tatapan sayu yang semakin lama semakin tak fokus karena kelelahan dan air mata.

"Daddy dan Mommy pergi, Lesti sendirian," lirih si bocah disertai isakan.

"Diamlah! kamu bukan anak yang lemah," titah sang pria muda.

Ekspresi bocah semakin sendu. Tatapan yang tajam, rahang tegas, tubuh tegap dengan dada bidang serta wajah tanpa ekspresi pria itu memancarkan kengerian di sekelilingnya. Si bocah merasa ketakutan. Tampak jelas dari tubuhnya yang bergetar dan mencoba memberi jarak.

Pria muda meletakkan tangan di atas kepala si bocah. Mengusap pelan membuat si bocah memejamkan matanya, "Mommy, Daddy."

"Mulai hari ini, kamu tinggal bersama papa," ujar si pria muda.

Bocah itu membuka mata dan menggeleng cepat, mencoba berdiri, tetapi kakinya sudah tidak mampu menahan beban tubuhnya sendiri.
***

Beberapa hari setelah pemakaman kedua orang tuanya. Si bocah perempuan duduk termenung di atas kursi kamar. Tatapannya kosong dengan kelopak mata sayu dan pupil yang meredup.

Di meja kecil yang berhadapan dengannya telah tersedia makanan dan minuman. Piring yang penuh dengan lauk pauk yang seharusnya menggoda selera tak menarik minatnya sedikitpun, bahkan untuk sekadar ditatap.

"Lesti," seru sang pria muda dari arah belakang.

Bocah itu menoleh. Tanpa senyuman atau perubahan ekspresi apapun. Hanya pancaran mata yang mengguratkan kesedihan mendalam dan tersembunyi.

"Makan lah," titah Sang pria muda dengan kalimat singkat yang penuh penekanan.

Bocah perempuan yang bernama Lesti itu tetap tak memberi reaksi apapun. Tubuhnya memang berada di kamar itu, namun jiwanya seolah melayang entah kemana.

Sang pria muda mencengkram lengan Lesti, sangat kuat sehingga membuat empunya meringis, "makanlah," titahnya dengan nada lebih tegas. Sorot mata tajamnya seolah tengah menghadapi musuh yang siap dibunuh.

"Daddy, mommy."

Lesti menahan sekuat tenaga agar tak menangis. Ancaman pria muda itu tak main - main. Menangis berarti hukuman menyakitkan. Ia sudah menerima bentakan amarah yang meledak - ledak bahkan disertai tamparan.

Cengkraman pria muda itu terlepas ketika Lesti berusaha mengambil satu sendok makanan dan menyuapi dirinya sendiri. Tubuh bocah itu bergetar, antara takut pada sang pria muda, dan juga kondisi fisiknya yang begitu lemah.

Tak sabar dengan tingkah si bocah, pria muda itu merebut sendok makannya lalu menyuapi bocah bertubuh mungil itu dengan suapan besar.

"Makanlah dengan benar," titahnya seraya meletakkan kembali sendok di tangan Lesti dengan kasar.

Pria itu bangkit dan membelakangi Lesti, "lusa kau akan kembali sekolah," ucapnya lalu pergi begitu saja.

"Daddy," lirih Lesti yang akhirnya tak mampu lagi menahan air matanya. Rasa makanan lezat itu terasa mengerikan di lidahnya yang pahit, bertambah buruk karena bercampur dengan rasa air mata yang berderai. Perut Lesti sesak, tetapi ia ketakutan akan hukuman sang pria muda. Mau tidak mau ia harus menghabiskan makanannya.

My Sugar Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang