Part 5

1K 69 9
                                    

"Nyonya Aiswa berhenti," teriak Irwan. Tetapi yang diteriakinya tak menghiraukannya. Ia tetap berlari sengan menarik tangan seorang bocah di sampingnya.

Dorr dorr.

Aiswa terdesak. Di belakangnya jurang. Sementara di depannya para anak buah Fildan yang siap menembaknya. Aiswa melirik ke puteranya. Satu tetes air matanya turun. Dan satu detik kemudian tangan lembutnya mendorong sang putera ke jurang. Si bocah lelaki itu terdengar meraung dengan suara yang semakin menghilang.

Dorr dorr dorr

Aisywa tertembak di sekujur tubuhnya. Mulai dari kepala, dada, hingga betisnya. Tubuhnya ambruk jatuh ke jurang, namun tersangkut pohon dan akar menjalar sehingga ia dapat diangkat ke atas oleh pada anak buah Fildan. Mereka kembali menembaki tubuh tak bergerak Aisywa. Hingga sekujur tubuh Aisywa dipenuhi darah yang mengucur deras. Aisywa kejang - kejang dan tak lama ia sudah tak bernyawa.

"Pastikan Hari sudah mati," seru Irwan.

***
Seorang pria bertubuh tegap dengan kemeja putih dan jas maroon bersandar malas di kursi kerjanya. Matanya menatap langit - langit dengan jenuh. Sehari semalam ia harus mempelajari dan menandatangani berkas perusahaannya. Belum meeting dan pekerjaan bersama para pebisnis gelapnya. Sampai malam inipun dia masih berkutat dengan laporan, mengabaikan sosok manusia di depannya yang tak lain adalah anak buahnya, ia tengah menunggu kesempatan untuk bicara. Namun setidaknya sudah 1 jam berlalu. Dan si Tuan Tanpa Hati ini masih asyik dengan dunianya sendiri.

"Sudah kamu temukan keberadaan Aiswa dan Hari?." Ujar si pria tiba - tiba. Membuat atensi pemuda yang berusia sekitar 5 tahun di bawahnya itu langsung terfokus padanya.

"Aiswa ditemukan dan berhasil kami bereskan tuan. Tetapi Hari jatuh di jurang dan kami kehilangan jasadnya."

Tatapan datar tanpa ekspresi di depan si pemuda justru membuat bulu kuduknya meremang. Kesalahan telah terjadi.

"Jadi kalian tidak bisa memastikannya hidup atau tidak?."

Suara pria muda itu terdengar lirih namun penuh penekanan. Dengan santainya ia berdiri dan berjalan mendekat ke arah pemuda yang berdiri di depannya.

"Aiswa bisa saya pastikan mati tuan. Karena kami sudah menguburkannya di tempat yang tuan minta. Tetapi Hari, bagian terdalam jurang itu terdapat sungai. Dan setelah kami telusuri, tidak ada satupun tanda jasadnya. Kemungkinan..."

Dorr

"Aku tidak suka kata kemungkinan. Pastikan semuanya. Jika tidak, aku yang akan memastikan kematianmu."

Pemuda itu meneguk salivanya susah payah. Kepalanya merunduk ketakutan dengan ancaman sang tuan yang tidak kenal ampun. Bahkan untuk sekadar mengeluh atas luka di lengan kirinya akibat tembakan tadi pun ia tak berani.

"Baik tuan Fildan."

Sebuah intruksi dengan gerakan jemari menjadi tanda berakhirnya percakapan berdarah itu. Pria muda yang tak lain adalah Fildan kembali menyandarkan punggung di sandaran empuk kursi kerjanya.

Drrt drtt drtt

Fildan melirik sekilas nomor panggilan di ponselnya. Terdapat nama Reza di sana. Ia tahu persis apa yang akan dikatakan si pria jangkung. Dan Fildan tak tertarik sama sekali.

"Argh, dasar tidak punya otak. Aku menelepon untuk mengabari puterinya sakit dan dia justru tidak dapat dihubungi," umpat Reza.

"Lesti sabar ya nak. Om akan hubungi Papa lagi biar dia lekas pulang," Ujar Reza mengusap kepala Lesti yang begitu panas. Bocah itu mengangguk pelan dengan mata tertutup dan tubuhnya yang menggigil.

My Sugar Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang