Pagi hari yang indah di Mansion.
"Yang, Bangun."
"Hem..."
"Ayang bangun."
"Ayang kawin."
"Ih otakmu ...."
"Tapi sukakan?."
Pagi memerah. Ya, inilah kebiasaan baru Keluarga Fildan Aksa Mahendra. Sang Tuan Tak Berhati telah menjadi bucin akut yang tidak bisa lepas dari kesayangannya, Lesti. Begitupun Lesti. Yang meski telah menikah, kepolosan dan keluguannya masih begitu tinggi.
"Yang," bisik Lesti, mendekat menjejaki setiap lekuk wajah pria tampan yang terpejam dengan jemari lentiknya, "Yang."
Sang Pria tak bergeming. Masih tetap asyik dengan perjalanan mimpinya. Sampai sebuah sentuhan mengenai bibirnya dan justru membuatnya semakin menikmati gelap matanya.
"Yang."
"Biar kayak gini. Mumpung masa pacaran," lirih Fildan di sela - sela permainannya.
"My Hot Papa, aucch."
Fildan berbalik dan mengambil posisi di atas Lesti, "masih pagi. Kelakuanmu udah mancing ya. Mau nambah lagi hem?."
Lesti menggeleng cepat, "Yang, malam tadi aja masih capek. Masa lagi?."
"Nolak dosa loh," Ujar Fildan dengan mengerlingkan matanya.
Wajah Lesti memerah, kepalanya merunduk dengan senyum malu - malu. Fildan tidak pernah bisa membuatnya tenang jika sudah bermain mata seperti itu.
"Rehat ya Yang. Sakit," Ucap Lesti tak enak hati.
"Iya, aku becanda."
Fildan mengambil posisi duduk lalu meletakkan kepala Lesti di dada bidangnya dengan posisi membelakanginya.
"Aku sayang sekali sama kamu. Jangan pernah ninggalin aku ya."
Lesti mengangguk pelan.
"Kamu juga ya."
Lesti mengecup jemari Fildan lalu mendekapnya.
"Maaf, aku masih banyak kekurangan."
"Aku juga, Yang. Tapi, bersama kamu aku merasa lengkap."
Fildan mengusap perut datar Lesti, "Udah lima tahun, belum jadi ya?."
Sebuah gelengan kepala dengan rona sedih menjadi jawaban pertanyaan Fildan.
"Berarti kita diminta Allah buat pacaran lama - lama sayang. Kuy lah."
Fildan mencium puncak kepala Lesti. Hatinya begitu damai dengan keberadaan Lesti bersamanya. Walaupun ujian menerpa. Lesti dinyatakan kecil kemungkinan untuk dapat mengandung. Dan itu sempat membuatnya frustasi. Meskipun tidak mengungkapkannya.
Mata Lesti selalu menunjukkan kesedihan jika mengingat hal tersebut. Dan Fildan tetap menanyakannya. Bukan untuk menyakiti Lesti. Pola pikir Fildan unik, dia berpikir dengan mengungkit hal tersebut, Lesti akan melihat semangat dan kepercayaan Fildan yang tidak pernah pupus untuknya. Meskipun agak lambat bagi Lesti untuk memahaminya.
"Kamu gak sabar ya Yang?," tanya Lesti menempelkan tepi hidung Fildan dengan hidungnya.
"Iya, aku gak sabar melihat isteriku melahirkan anak - anak yang garang. Jago nembak, terutama nembak hati - hati wanita cantik di luaran sana seperti Papanya, begini. Dorr dorr dorr," Ucap Fildan dengan membentuk jarinya seperti pistol yang menembak.
"Ihh,," Lesti mencubit keras lengan Fildan, "nembak hati perempuan?, kamu mau ngajarin anak aku jadi playboy?, sorry ya, anak aku bakal jadi ustadz sholeh yang jago ngaji, hafizh juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sugar Duda (END)
RomanceDialah papaku, yang amat kucintai melebihi diriku sendiri, dia malaikat pelindungku. Namun segalanya berubah ketika aku beranjak dewasa.