Part 11

871 70 22
                                    

Setelah penolakan Lesti, Fildan tak bisa lagi mendekatinya. Lesti menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan di sekolahnya. Dia turun di pagi hari, dan pulang di malam hari sebelum pukul 9 malam. Terus seperti itu hingga sebulan lamanya.

"Lesti..." Lirih Fildan menatap dirinya sendiri di depan cermin. Bulu - bulu halus mulai tumbuh lebat di wajahnya. Rambut yang mulai memanjang, mata yang terlihat sayu dengan pupil yang meredup.

"Kamu menyedihkan Fildan," gumamnya.

Fildan mengambil gunting dan pencukur rambut. Dipotongnya rambut kepalanya, dicukurnya habis janggut dan kumisnya, Fildan juga memijat - mijat wajahnya. Senyum tipisnya pun terlihat.

Fildan mengambil pakaian berbahan kaos di lemari dan segera ia pakai untuk mengganti kemejanya. Pakaian santai seperti ini sangat jarang ia kenakan. Fildan ingin suasana baru untuk mengobati suasana hatinya yang tak menentu.

Fildan mengambil figura berisi foto dirinya dan Lesti. Ia mengedarkan pandangan menatap sekeliling ruangannya. Kepalanya merunduk sedih sambil berjalan menuju taman belakang mansionnya.

Sepanjang langkahnya menuju taman, langkahnya diiringi tatapan aneh para maid dan bodyguard-nya. Penampilan Fildan tampak sangat berbeda, terlihat sangat muda dari biasanya. Tetapi, wajah Fildan tampak murung tanpa semangat. Padahal biasanya ia selalu berjalan dengan tegap dan mantap, tatapannya tajam dan tanpa ekspresi apapun.

"Jangan ada yang mengikutiku," titah Fildan dengan suara yang jauh lebih lembut dari biasanya.

Semua bodyguard dan maid pun menunduk patuh.

Di taman, Fildan kembali mengedarkan pandangannya. Ini adalah tempat favorite Lesti dan dirinya untuk bermain atau sekadar melepas penat. Keindahan tempat ini dipenuhi bunga bermekaran, pepohonan rindang, dan angin sepoi yang menderu. Lagi, senyum tipis Fildan terbit dengan kepalanya yang merunduk.

Fildan berjalan mengelilingi taman dengan memeluk figuranya, sesekali ia duduk, berjongkok, menyentuh bunga - bunga dan pohon, lalu berjalan lagi. Fildan juga menatap langit biru lalu beralih menatap tanah di kakinya. Napasnya berhempus pelan menemani pikirannya yang terus berjalan.

Beberapa saat kemudian, Fildan berhenti lalu menyandarkan diri di sandaran gazebo taman miliknya. Fildan kembali menatap sendu foto dirinya dan Lesti. Mengusapnya lembut lalu menciumnya. Senyum tipisnya kembali muncul, namun kali ini dengan mata yang memerah, meski tetap tak meneteskan butiran kristalnya.

"Hai, putri Papa. Papa merindukanmu," lirihnya.

Sekarang Fildan merasa seperti seorang ayah yang kehilangan puterinya yang baru saja menikah. Harinya sepi dan suram. Fildan merasa sangat tua sebelum waktunya. Hanya karena puterinya menjaga jarak dengan alasan dirinya sudah dewasa. Itupun dengan cara yang diluar dugaannya.

Fildan berbaring dengan menjadikan tangan kanannya sebagai alas, sedang tangan kirinya memeluk erat figuranya. Matanya pun terpejam.

Hingga hari menjelang sore. Lesti kembali pulang lebih cepat dari biasanya.

Lesti merasa ada yang aneh dengan suasana mansion. Wajah para maid dan bodyguard mansion tampak cemas.

"Paman, aku melihat mobil yang biasa papa pakai kerja ada di garasi. Apa Papa tidak bekerja?," tanya Lesti kepada Rian, salah satu driver Fildan.

Rian mengangguk pelan, "Tuan tidak bekerja hari ini nona, beliau ada di taman."

"Papa gak kerja, apa papa sakit?," bathin Lesti. Lesti sedikit cemas karena mengingat sejak dia menjaga jarak dengan sang Papa, Fildan selalu turun sangat pagi dan pulang larut malam. Namun mengapa hari ini berbeda?.

My Sugar Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang