Part 9

891 69 30
                                    

😆VOTE BIAR JADI😆

Mentari pagi menyapa. Di sebuah kamar dua orang saling menyatu dalam pelukan hangat. Satu orang si jail, satu lagi si polos. Yang satu mata terbuka, satu lagi terpejam. Satu hening dalam tatapan, satu dalam kegelapan. Dialah Fildan dan Lesti. Di mana si gadis mungil masih menenggelamkan wajahnya di antara dada bidang dan lengan kokoh sang Papa.

Niat jail pun muncul dari sang Tuan Tak Berhati. Dinaikkannya tubuh Lesti agar sejajar wajah mereka. Lengan Lesti ditariknya lalu diletakkan di ceruk kedua lehernya sehingga terkesan melingkarinya. Tangan kiri Fildan pun menelusuk di pinggang kanan Lesti sedang tangan kanannya berada di bagian pinggang yang lain.

Fildan mendekatkan wajahnya dengan wajah Lesti. Sangat dekat meski tak menyentuh. Beberapa saat kemudian Fildan terpejam kembali, namun belum sempat merubah posisi, Lesti menunjukkan tanda - tanda akan bangun.

Mata Lesti terbuka, ia terkejut ketika mata sayunya menangkap keseluruhan wajah seorang pria. Apalagi dengan posisinya melingkari leher pria itu. Jantung Lesti berdegup kencang, napasnya pun mulai menderu cepat, meneguk salivanya susah payah, dan air matanya menetes, Lesti ketakutan.

Namun entah apa yang dipikirkan si gadis mungil. Ia mendekatkan lagi wajahnya dengan pria yang tak lain adalah Papanya itu. Lesti mengecup  wajahnya berulang kali, tetapi itu tak menimbulkan reaksi apapun. Fildan baru terbelalak ketika sebuah benda kenyal menggigit bibir bawahnya dengan lembut.

"ASTAGA LESTI," teriaknya karena terkejut. Lesti bergetar ketakutan melihat reaksi Fildan. Ia mundur dengan mata terus menatap padanya.

"Apa yang kamu lakukan Nak?," tanya Fildan khawatir.

"Papa, mereka gituin Lesti. Mereka maksa Lesti, padahal Lesti udah ngerapetin bibir Lesti, tapi, hiks, tapi mereka malah gigit Lesti kayak gitu. Mereka kuat - kuat Pa, bibir Lesti sakit, ada darahnya Pa, hiks," lirih Lesti dengan terisak. Fildan pun ikut menangis mendengar cerita menyedihkan sang puteri. Segera didekapnya erat tubuh Lesti.

"Mereka nyentuh badan Lesti Pa, mereka nyentuh bagian yang Papa bilang gak boleh di sentuh orang asing, mereka maksa Lesti Pa. Lesti sakit, hiks."

Fildan membisu, akal sehatnya tak bisa mencerna keadaan, ia ingin mengamuk, tetapi pelukan sang puteri membuatnya harus menahan diri dari amarahnya.

"Papa, mereka semua ngepung Lesti, nyobek pakaian Lesti, PAPA.."

Tanpa sadar Lesti memukul - mukul lalu mencakar dada Fildan, traumanya muncul kembali. Tetapi Fildan membiarkannya melakukan itu. Mau apa lagi?, Fildan sudah kehabisan akal. Yang ada di pikirannya hanya menahan Lesti menyakiti dirinya sendiri lagi.

Sekian lama menyakiti tubuh Fildan, Lesti pun mulai tenang. Dicengkramnya erat piyama Fildan yang sebagian kancingnya rusak karena perbuatannya. Lesti menatap sedih pada luka itu. Dada putih Fildan dipenuhi darah akibat cakarannya.

Lesti mengusap luka itu. Tetapi Fildan hanya diam saja. Seakan darah yang mengalir di sana tak sedikitpun memberi rasa perih di kulitnya.

Lesti meniup - niup luka itu, dan Fildan pun mulai bereaksi. Ia merenggangkan pelukannya dan menatap Lesti yang masih terus mengusap dan meniup dadanya yang terluka.

Fildan menatapnya sendu. Digenggamnya tangan mungil Lesti dan mengecupnya singkat.

"Papa baik - baik saja Nak. Kamu gimana, hemm?."

Lesti tak menjawab, ia masih terus melakukan aktivitasnya tadi. Fildan pun mengusap kepala belakangnya. Membuat gadis mungil itu mendongak dan tatapan mereka pun bertemu.

"Papa sakit ya?," tanya Lesti.

Fildan menggeleng pelan dan mengecup puncak kepala Lesti, "Papa daritadi gak bilang sakit kan?."

My Sugar Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang