😁Vote dulu, Biar lega😁
Penyelidikan terhadap kasus penculikan dan percobaan pemerkosaan Lesti terus dilakukan. Satu orang yang tersisa dalam penculikan itu terus disiksa agar mengakui dalang kejahatannya.
"Siapa pemimpin kalian?, jawab," hardik Dion, tim introgasi Fildan.
Di sudut lain, Fildan menatap jengah orang itu. Kakinya menopang satu kaki yang lain, dengan tangan bersedekap dada. Sedari tadi Fildan ingin membunuh tahanannya itu, tetapi diundur karena ia adalah satu - satunya saksi kasus ini.
Fildan mengambil pistol kecil dan menembakkannya ke kaki tahanan itu.
DORR
"Arrggh." Darah membanjiri ruang bawah tanah di kantor Fildan yang dimodifikasi sebagai ruang interogasi.
"Siapa?," Tanya Fildan.
DORR, kembali timah panas menyentuh kaki tahanan itu. Membuat genangan darahnya semakin meluas.
"Siapa pimpinan kalian?," ulang Fildan.
DORR
Kali ini tembakannya mengenai pinggang tahanan itu. Melesat hanya sepersekian detik ketika Fildan menatap ke arah lain.
Tetap tak mendapat jawaban memuaskan, Fildan menempelkan pistol desert eagle kesayangannya di kepala tahanan itu.
"Penjahat sepertimu sepertinya tidak tahu tentang pistol yang satu ini, tadi aku hanya bermain dengan pistol mainanku, apa kamu mau coba?."
Tahanan itu bergetar hebat melihat senjata Fildan yang menyentuh kepala berlumur darahnya, "Jangan tuan, saya akan memberitahunya."
Tangan Fildan yang memegang pistol turun perlahan dari wajah sang tahanan. Menghapus jejak darah yang mengalir diwajahnya.
"Di, dia, dia seorang wanita yang tinggal di rumahmu. Aku tidak tahu namanya, tetapi yang pasti dia menyebut anak itu telah merebut perhatian suaminya kepada pimpinanku."
"Namanya Weni?," Tanya Fildan yang tiba - tiba saja mengarah kepada isterinya. Karena diam - diam Fildan mencurigai perubahan sikap Lesti semenjak ia menikahi wanita itu.
Tahanan itu tampak berpikir di sisa - sisa kesadarannya, "sepertinya iya tuan. Pimpinan kami memanggilnya Mrs. Wen."
DORR. Peluru Desert eagle itu menembus tengkorak kepala sang tahanan. Tubuhnya bergetar hebat dengan semburan darah yang mengalir hebat membasahi pakaian Fildan yang berjarak dekat dengannya.
Tanpa babibu Fildan segera pergi ke mansionnya. Satu nama itu menjadi sasaran utama yang akan bermain dengannya. Berbagai hukuman sudah siap dalam pikiran Fildan untuk wanita keji yang berani menyakiti puterinya.
Sampai di Mansion, Fildan langsung menemui Weni yang berada di kamar pribadi mereka.
"Sayang," sapa Fildan dengan nada lembut dari biasanya.
Weni yang tengah bermain handphone langsung berlari ke arahnya dan memeluk erat.
"Fildan, puteri kita."
Fildan membalas pelukan itu dan mencium keningnya. Fildan masih ingin bermain - main dengan calon makanan desert eaglenya ini.
"Dia akan baik - baik saja."
Fildan mengunci rapat pintu kamarnya dan membimbing Weni menuju ranjang. Tangannya memegang pundak Weni untuk duduk.
"Yang, masih siang ini, Lesti belum ketemu loh," ucap Weni yang merasakan keanehan dari Fildan. Sepintas lalu ia merasa bahagia. Weni mengira jika Fildan mulai melupakan puterinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sugar Duda (END)
RomanceDialah papaku, yang amat kucintai melebihi diriku sendiri, dia malaikat pelindungku. Namun segalanya berubah ketika aku beranjak dewasa.