"[Name]."
Suara itu lagi. Setiap hari menggema di pagi yang seharusnya membuat bibirnya mengembang. Selalu menyapa dari balik mimpi semu suara baritone milik seseorang. Suara bernada dingin yang memanggil malas namanya. Memuakkan. Menjadi alasannya kini mengerjap dan bangun dari pembaringan di pagi buta ketika mentari masih belum menampakkan wujudnya.
Apa mungkin dia adalah pasangannya nanti? Menurutnya itu hanya omong kosong.
Ia tak tahu dan berusaha tak ingin tahu. Wanita itu hanya menginginkan yang namanya sebuah ketenangan hidup. Bukan berarti orang rumah tak memperlakukan dia dengan tidak baik, maksudnya dia hanya ingin suara dalam kepalanya menghilang tanpa bekas. Tetapi apalah daya wanita muda itu. Meski selalu melakukan hal yang namanya mempersibuk diri. Melakukan itu akan membuatnya lupa dengan satu perasaan dalam hati kecil, sesuatu yang membuatnya merasa kehilangan sesuatu yang penting.
Jika bukan suara. Yang paling mengusiknya adalah mimpi yang hampir setiap hari membuatnya ia melamun atau terbangun dengan pakaian bersimbah keringat dingin dan berteriak histeris seperti orang yang sinting, lalu kakak ipar akan datang ke kamar menanyakan keadaannya. Mimpi yang lebih pantas disebut ingatan lama—meski wanita itu sendiri tak yakin bisa dikatakan ingatan masa lalunya. Terlalu samar untuk diingat, kalaupun dipaksa hanya akan mendatangkan nyeri bukan main sakitnya di seluruh kepalanya.
[Name] bukan lagi remaja labil yang akan memusingkan hal cinta dan perasaan berlebih pada lawan jenis. Walaupun dirinya menolak keras mencari tahu hal yang menyiksa otak hingga hampir menyenggol mental, senantiasa ada perasaan yang memaksa untuk mencari tahu siapa dalang dibalik masalah yang ia hadapi. Tak ada yang tahu masalah apa yang dialami, sebab ia sembunyikan dengan rapat apa yang dirasa dengan wajah datar dan malas miliknya.
Hanya kakak angkat laki-lakinya saja yang tahu segala hal tentangnya, terkecuali masa lalu dan umurnya. Tetapi kata kakaknya umurnya sekarang kisaran dipenghujung 20-an tahun. Mungkin tiga atau empat tahun lagi menginjak usia kepala tiga.
Wanita bersurai hitam panjang berombak itu mendudukkan tubuh di atas kasur tak seempuk dan semahal milik bangsawan dalam dinding, menarik dan membuang nafas tergesa-gesa. Ia menunduk membiarkan rambut berjatuhan di sisi wajah. Satu tangan terangkat menutup kedua mata yang terbelalak. Bertanya pada diri sendiri apa yang baru saja ia mimpikan atau siapa sosok terlampau samar dalam mimpi.
Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama setiap harinya, kali ini dia menjatuhkan kaki pada lantai kayu rumah kakaknya. Beranjak ke kamar mandi lalu mengguyur kepala dengan air dingin. Setelah dirasa amarah dalam otak mendingin dan tubuh yang bersih dan segar. Barulah ia keluar dari kamar mandi dengan pakaian sehari-harinya. Kaos putih berlengan panjang, terlapis rompi tipis berwarna merah muda sedikit lebih besar dari kaos, dan rok merah panjang hingga menyentuh mata kaki.
Pengisi rumah nampaknya masih setia menggulung dalam pelukan selimut ditengah hawa dingin menusuk hingga tulang—terkecuali dirinya. Selain suhu musim dingin dibawah nol derajat, tidak ada yang dapat mengganggunya atau membuat wajah datar itu memberi ekspresi lebih. Seakan dirinya puluhan tahun lalu sudah terbiasa dengan suhu dibawah rata-rata. Meski ingin tahu, dia sulit mengingat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reflections Of Time (Levi X Reader)
FanfictionApalah arti masa depan bagi [Name], wanita yang tidak dia ketahui penyebabnya terbangun dalam keadaan tak memiliki apa-apa. Wanita yang tak sengaja terlempar jauh dari garis takdirnya. Setelah hari dirinya terbangun, rasa sakit tak terbaya...