Chapter 12 : A Dream To Remember

221 27 2
                                    

[Name] membuka matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[Name] membuka matanya. Biasanya hal yang pertama kali dirinya lakukan saat bangun pagi adalah berteriak dengan tubuh berkeringat dingin, terbangun akibat mimpi buruk yang sama tiap harinya. Bisa dibilang ini pagi yang tak biasa, tapi ia sangat menikmati bangun pagi di hari ini. Toh, dia tak bisa menjamin besok pun dapat terbangun dengan keadaan yang sama tenangnya dengan ini. Namun, entah kenapa hatinya dipenuhi perasaan yang tidak menyenangkan sampai tak sadar mengehela nafas berat. Sensasinya sedikit mirip dengan perasaan ketika bangun dari mimpi buruk, tapi yang ini terasa lebih ... menyedihkan.

Satu hal lagi yang sedikit menganggunya kini. Dirinya tak ingat kapan membeli baju putih kebesaran ini. Mungkin sudah cukup lama dan meninggalkan baju ini dalam lemari bertahun-tahun. Oh benar! Dia pun tak ingat sejak kapan kamarnya sedikit, beraroma. Dia tidak tahu tapi aromanya cukup membawa nostalgia.

Sebentar. Ini bukan rumahnya yang ada di dalam Dinding Rose. Bukankah ini ... rumah lamanya bersama Grisha, kakak angkatnya? Bukankah harusnya rumah ini sudah hancur seperti yang Eren katakan?

"Eh, kau sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?" Grisha datang masuk ke kamar ini dengan sebaskom air dan sebuah kain.

[Name] ingin segera membalas kakaknya, tapi entah kenapa bibirnya seolah terkatup sangat rapat dan enggan berbicara. Dia tak bisa mengontrol dirinya.

Grisha hanya tersenyum kemudian meraba dahi gadis itu. "Sepertinya demammu sudah turun. Sekarang apa kau ingin makan? Aku punya beberapa sisa roti yang kubeli kemarin."

Sekali lagi [Name] mencoba mengangguk membalas perkataan kakaknya. Namun nyatanya tak bisa. Gadis ini sungguh kehilangan kontrol atas dirinya. Tapi entah kenapa dia sadar. Semua yang ada di sini sedikit aneh.

"Kurasa kau hanya sedikit malu untuk mengatakannya. Tunggu sebentar." Grisha pun pergi lalu kembali dengan mangkok berisi dua buah roti dan semangkuk sup. "Maaf ya, hanya ini yang tersedia di rumahku."

Gadis itu pun mengambil sepotong roti dan dimasukkan ke dalam mulut, dilahap perlahan. Grisha nampak sedikit senang karena pasiennya kali ini tampak tak sefrustasi saat pertama kali melihatnya mencoba bunuh diri dari atas pohon raksasa di luar dinding. Jangan tanya bagaimana Grisha bisa pergi keluar. Pria itu terlalu banyak menyimpan rahasia dari yang di kira.

Kesadaran [Name] mengingat sesuatu. Bukankah ini kejadian ketika pertama kali dia bertemu dengan kakak angkatnya. Sebenarnya dirinya tak begitu ingat kejadian saat pertama kali terbangun lantaran sudah cukup lama.

Di tengah acara lahap melahap, Grisha kembali membuka suara bertanya. "Apakah namamu [Name]?"

Yang ditanyai seketika berhenti mengunyah makanannya dan termenung. Nampak sedang berpikir keras. Roti dalam genggaman ia jatuhkan lalu memegang kepalanya yang sepertinya kesakitan. Saat jemarinya menyentuh pelipis terasa ada kain yang membalut sepanjang kelapa. Gadis di depan Grisha meringis.

Reflections Of Time (Levi X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang