Chapter 32 : Elegie

105 12 0
                                    

Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ia terdiam, seolah jiwanya terhisap masuk ke dalam tatapan kelabu nan indah itu. Rasanya seperti tenggelam di air yang sangat dalam, di mana cahaya kian pudar seakan tak sudi mengasihaninya, dada sesak tidak bisa kehabisan nafas. ketidaknyamanan yang dirasa, [Name] suka sensasi itu.

Lantas tubuhnya merinding hebat usai tangan si lelaki melepas pucuk kepalanya. Ada hasrat untuk menarik tangan kakaknya kemudian ditempatkan kembali di kepalanya, tapi urung. Tangannya hangat itu, bagi [Name], seperti selimut yang merengkuh dirinya kalau musim dingin tiba. Mungkin jika tangannya ada di sana sepanjang musim dingin, [Name] tidak akan pernah kedinginan lagi.

Itulah pertama kalinya [Name] merasa sangat hampa. Seperti ada yang kosong darinya. Dia tidak begitu senang akhir-akhir ini bahkan jika ayahnya membahas tentang ulang tahunnya. Pikirannya melayang entah kemana. [Name] yang ceria kehilangan senyumnya tapi sering kedapatan senyum sendiri di waktu yang tidak terduga.

Bersamaan dengan kehampaan itu, ada sesuatu yang juga membuatnya merasa penuh. Seperti ingin meledak kalau dia tidak segera melakukan sesuatu. Sayangnya dia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk meredakan jantungnya yang memompa dua kali lebih dari biasanya.

Sampai beberapa kali [Name] dimarahi ayahnya karena kehilangan fokus saat dia berlatih. Dia jadi sulit mengendalikan tongkat kayunya untuk berlatih. Kadang terlempar dan kadang pula tak sengaja mengenai diri sendiri. Hal itu membuat ayahnya nampak geram.

Hingga di hari yang seharusnya akan menjadi istimewa. Hari ketika ayahnya melewatkan pekerjaan untuk menghabiskan waktu dengannya. Hari ulang tahun [Name].

Gadis itu tidak ingin meminta apa-apa. Harusnya keberadaan ayahnya cukup untuk membuat gadis itu senang. Hanya saja gadis itu ... memikirkan hal lain.

"Maaf, akan aku ulangi lagi..."

[Name] berniat jalan ke depan untuk mengambil tongkapnya lagi, tapi sebuah sepatu menahan tongkatnya. Gadis itu mendonggak pada si pelaku yang adalah ayahnya sendiri.

Sorot hitamnya naik perlahan bertemu tatapan ayahnya tapi dia kembali menunduk, menggigit bibir. Tapi akhirnya dia bisa sekarang. "...Ken?" mencoba memanggil sesuai yang ayahnya inginkan.

"Ken??" Ayahnya menendang tongkat tersebut dengan tumit ke belakang. [Name] bertanya-tanya apa yang membuat ayahnya terlihat kesal saat ini. "Sebut nama orang dengan benar, [Name]. Bagaimana orang bisa mendengarmu kalau suaramu sangat kecil?"

[Name] sadar betul kalau suaranya tadi itu cukup terdengar. Setidaknya ia sudah berusaha untuk mengatakan apa yang diminta padanya setelah seminggu waktu berlalu. Dengan segenap keberanian dia ingin mencoba menyebutkan nama itu secara lengkap, mungkin dia bisa meredakan sedikit kekesalan ayahnya. Bibir kecilnya terbuka.

"[Name]. Berbicara yang jelas!"

Bentakan itu pelan dan seharusnya gadis itu sudah terbiasa. Dia tahu ayahnya memang orang yang tidak sabaran dan tahu kalau dirinya itu disayangi. Namun, hatinya sakit entah kenapa. Dia tidak ingin apa yang sekarang terjadi terus berlanjut. Baginya ini salah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Reflections Of Time (Levi X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang