~ Chapter 5

809 169 10
                                    

[Aku lupa setelan font sama warnanya]

[Aku lupa setelan font sama warnanya]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

Justin langsung bangun. Tidak ada aroma masakan. Tidak ada pintu geser. Tidak ada Lily. Hanya ada Justin. Seorang diri. Benar-benar hanya sendirian di dalam rumah kecil ini. Justin mendesah kecil menatap langit-langit. Mengintip keadaan langit lewat kaca jendela. Lagi-lagi Justin tidur sore. Agaknya Justin harus mengurangi tiduran setelah pulang sekolah. Nenek bisa marah kalau tahu Justin tidur di sore hari.

Yang menyambutnya malah rasa sakit di kepala. Serius, jangan pernah tidur di sore hari. Setelah Justin baca-baca artikel di internet ternyata dapat menyebabkan penyakit. Agak ngeri. Tapi tidur sore entah kenapa terasa nikmat, minus efek samping seperti sakit kepala setelahnya.

Justin meneguk air, harap dapat menetralisir rasa pusing. Setelahnya baru ia mandi. Meski tidur sore menyebabkan sensasi tidak nyaman pada tubuh, Justin sedikit banyak bahagia bisa bertemu dengan gadis itu dalam mimpi. Siapa sih dia?

*

Pagi ini Justin sampai di tempat duduknya tanpa ada gangguan. Bekas-bekas luka ia tutupi dengan plester luka. Satu-dua anak penasaran melihat penampilannya. Kemarin Justin izin istirahat di UKS sampai jam pulang, dan mengambil tas begitu kelas sudah benar-benar sepi. Pantas saja penghuni kelas agak terkejut dengan penampilan barunya. Tapi tidak ada yang berani menyuarakan rasa penasaran mereka. Penasaran, bukan perhatian.

Justin abai, tidak penting juga. Lebih baik buka buku, belajar untuk ulangan harian di jam pertama. Sayangnya Tuhan belum merestui ketenangan untuk Justin. Si wakil ketua kelas cerewet menyadari keanehan pada wajah Justin dan bertanya dengan memekik.

"Kok bisa?!" Sasha menarik paksa dagu Justin, memperhatikan satu-persatu plester luka yang ada.

"Bisalah," sahut Justin, kemudian berdecih dan menghempas kasar tangan Sasha dari wajahnya.

Sasha merengut, namun tidak lama semangatnya kembali. Dia melompat ke sisi lain, arah Justin memalingkan wajah.

"Ke UKS, ayo!" ujar Sasha. Tangannya menarik lengan Justin yang tengah digunakan untuk menopang wajah. Justin sukses dibuat jengah.

Terang-terangan ia menunjukkan rasa tidak suka. Helaan napas terdengar. Kedua mata memutar malas. Terakhir, Justin berdecak dan menarik tangannya kasar dari genggaman Sasha. Sayang sekali Sasha kurang sigap. Begitu Justin menarik tangannya, tubuh cewek itu ikut tertarik dan tangannya terbanting ke atas meja. Cukup kuat dan menimbulkan suara benturan. Sejak awal mereka memang sudah jadi pusat perhatian. Sasha yang meringis kesakitan tambah-tambah membuat perhatian seisi kelas tertuju pada Justin.

"Tin, kasar banget sama cewek! Sasha baik loh khawatir sama lo." Sahabat karib gadis itu buka suara. Muak memperhatikan di pinggiran. Wulan namanya. Wajahnya garang, begitu juga kepribadiannya. Hanya kepada Sasha cewek itu dapat melembutkan suara.

That Woman in My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang