~ Chapter 14

493 107 17
                                    

[Selamat membaca!]

*

Pertemuan dengan Hanin berakhir dengan cukup berkesan. Kalimat terakhirnya terus terngiang dalam kepala Baim, si penakut yang semangat membahas cerita hantu di siang hari.

"Oh, berarti salah dugaanku," kata Hanin dengan logat Sunda yang kental.

"Dugaan apa?" Baim bertanya penasaran.

Gadis itu tertawa kecil. "Aku kira yang ada di mimpi A' Justin itu penjaganya, ternyata bukan, hehe. Beda," tutur Hanin.

Baim tampak berapi-api. "Lo bisa liat gitu-gituan?"

Hanin mengangguk kalem. "Yang di belakangmu juga aku bisa lihat."

Baim terus menempel pada Justin sejak itu, bahkan ketika mereka sudah dalam perjalanan pulang menuju villa.

"Lagian lo pake nanya, sih," celoteh Justin saking kesalnya Baim duduk menempel padanya.

"Gue kan gak tau dia bakal ngomong begitu!" Baim membela diri.

Justin menggeram pelan. Sikunya bersenggolan dengan tangan Baim ketika mobil bergoyang akibat jalanan bergelombang. Hal itu tentu saja membuat Justin tidak nyaman. Padahal masih banyak sisi kosong di sebelah Baim.

"Lo ngapain nempel-nempel gue? Geser!"

*

"AAAAA!!!"

Jerit gagah Baim mengudara. Justin berusaha menulikan telinga. Menggerutu dalam hati adalah kegiatan rutin. Ia mengutuk orang yang mengusul nonton film horor malam-malam begini. Justin bukan penakut. Ia mungkin bisa bertahan dengan wajah datar ketika hantu-hantu lokal bermunculan di depan wajah. Tapi di sini, masalahnya adalah Baim.

Tiap berganti adegan, dia akan menjerit, padahal isinya hanya seorang wanita dan lelaki memandang sungai. Begitu hantu muncul, Baim akan berteriak lebih kencang dari sebelumnya. Gerak tangan yang mencengkram lengan Justin tak luput dari reaksi kagetnya. Justin rugi besar di sini.

Sasha juga sama, tapi tidak seheboh Baim. Dia lebih mandiri daripada Baim. Ketika hantu muncul, bantal kursi diangkat untuk menutupi pandangannya. Sedangkan Baim akan memeluk Justin di sebelahnya. Wajahnya disembunyikan pada pundak Justin.

Selain Justin, ada Wulan yang bertahan dengan ekspresi datarnya. Daripada melayani film seram pada televisi ruang tengah, ia lebih tertarik pada brondong jagung instan yang dibeli Sasha beberapa saat lalu. Meski dalam beberapa kesempatan langka, Justin melihat tubuh cewek itu tersentak berbarengan dengan efek suara juga hantu berwajah hancur muncul di layar.

"AAAAA!!!" Sekali lagi Baim menjerit.

Justin menghembuskan napas. Tangan Baim yang mencengkram kuat pada lengan jaketnya ia hempas paksa. Justin meraih ponsel di atas meja dan melenggang pergi ke dapur.

Baim mendesah kecewa, diiringi sorakan meledek seperti cemen, cupu, dan sebagainya.

"Berisik!" adalah tanggapan kesal dari Justin.

Teh hangat dibuat. Justin membawanya ke luar. Di teras luar, ia duduk pada kursi kayu yang menghadap langsung pada halaman depan. Teh diletakkan di meja bundar kecil. Ngeteh ditemani angin malam. Justin menaikkan risleting jaket sampai ke leher.

Asik menyeruput teh sambil menggulir beranda Twitter, Justin dikagetkan dengan hawa kehadiran seseorang dengan aroma parfum yang unfamiliar. Bukan milik Baim, dari baunya, ini parfum perempuan. Antara Sasha atau Wulan. Justin menoleh untuk memastikan. Wajah datarnya dibuat murung begitu tahu Wulan berdiri tak jauh di sisi kirinya.

That Woman in My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang