💔Hancur [3]

13.2K 1.2K 330
                                    

💔HANCUR💔

"Sshh... sakit banget, fuy!" Abel mengembuskan napasnya lega setelah selesai menaruh salep di lengannya yang tadi terkena setrika panas.

Melihat sekujur tubuhnya yang penuh dengan luka dan bekas lukanya. Banyak luka-luka yang Abel dapatkan dari Adam, Rida, dan teman-teman kelasnya.

Jahat? Ya, mereka jahat. Mereka tidak menyukai Abel.

Abel sendiri, tidak mengerti kenapa Adam dan Rida sangat membencinya. Apa dia anak pungut yang diambil dari panti asuhan?

Abel menggelengkan kepalanya, membuang jauh-jauh pikiran buruknya itu.

"Aku anak mama sama papa! Ya, aku anak mereka. Suatu saat mereka pasti sayang aku."

"Tapi aku masih bingung, kenapa orang tua aku sendiri benci sama aku."

"Apa... karena kejadian itu, makanya mereka benci aku?"

Abel mengusap wajahnya kasar. Mengingat 'kejadian itu' membuat jantungnya berdetak tidak karuan.

Trauma, itu yang Abel rasakan. Kejadian setahun yang lalu masih membekas sampai sekarang.

Plak!

"Sadar, Bel! Lupain kejadian buruk itu. Lupain!" teriak Abel setelah menampar pipinya sendiri.

Air mata jatuh, membasahi pipinya. Menangis tanpa suara, tidak ada yang tahu selain dirinya dan Tuhan.

Abel ingin dipeluk, dicium, disayang oleh orang tuanya, tetapi itu hanya menjadi angan-angan.

"Abel sekuat apa, sampe Tuhan kasih cobaan seberat ini ke Abel?" gumamnya pelan.

Detik berikutnya di tersenyum dan langsung menghapus air matanya. "Abel kuat! Iya, Abel kuat. Makanya Tuhan percaya sama Abel, kalo Abel pasti bisa lewatin cobaan ini."

"Abel kuat, kan?" lirihnya.

Lama berdiam, sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Kini Abel mengambil botol kecil yang berisi pil.

Obat tidur. Yah, Abel tidak akan bisa tidur tanpa meminum obat tersebut.

Matanya tidak pernah mendukung untuk istirahat. Mimpi buruk tentang masa lalu datang membuat Abel selalu terganggu tidurnya jika tidak meminum obat tersebut.

"Makin lama, dosisnya makin nambah. Sekarang harus minum tiga pil dulu baru bereaksi obatnya," ujar Abel kemudian meminum tiga pil dalam sekaligus.

Kurang dari lima menit bat itu sudah bereaksi, mata Abel terasa berat, akhirnya dia tertidur dengan damai dan tenang.

💔HANCUR💔

Pagi yang cerah, tetapi tidak pernah cerah untuk seorang Abel. Gadis berkulit putih, hidung kecil, mata sedikit sipit, alis tebal yang menyatu, dan bulu matanya yang lentik.

Abel keluar dari kamarnya, melihat ada satu keluarga bahagia sedang sarapan bersama.

Harapan Abel setiap membuka mata menyambut pagi. Dia ingin sarapan dengan Rida, Adam, dan Kania. Sebagaimana layaknya keluarga yang menyantap sarapan bersama.

Tapi harapan itu hanya akan semakin membuat Abel sakit. Tidak ada sarapan bersama, tidak ada senyuman hangat untuknya, tidak ada sambutan selamat pagi untuknya.

Yang ada hanya hinaan, cacian, dan kekerasan.

"Mau sarapan?" tanya Kania.

Abel mengangguk sambil tersenyum. "Boleh Abel sarapan sama kalian?"

"Boleh," jawab Kania.

Abel yang senang langsung ingin duduk di kursi yang kosong, tetapi di tahan oleh Kania.

"Siapa yang nyuruh lo duduk di kursi? Lo boleh sarapan, bareng kita, tapi lo duduk di lantai."

"Kenapa? Kenapa aku di lantai? Aku juga mau sarapan sama Mama Papa, Kania." lirih Abel.

"Mama Papa mau sarapan sama dia?" Tangan Kania menunjuk Abel, tetapi matanya menatap Adam dan Rida secara bergantian.

"Makan bareng sampah busuk? Nanti yang ada sarapan kita jadi bau busuk!" sarkas Rida.

"Kamu sarapan di lantai aja kaya biasanya," ucap Adam tanpa merasa iba sedikitpun.

"Pa.... Abel juga putri papa. Abel boleh, ya sekali aja, sarapan sama kalian di meja makan, bukan di lantai," harap Abel menatap Adam sendu.

"Jangan harap, saya nggak sudi kamu sarapan di meja makan. Kamu itu kotor, meja makan ini bersih, kalo kamu makan di sini nanti kita semua ikutan kotor!" hina Adam pada Abel.

"Pa! Abel kotor apanya, Pa? Abel udahh bersih, Abel udah mandi, udah wangi juga. Kotor apa yang Papa maksud?"

"Badan kamu kotor! Udah berapa cowok yang nyentuh kamu? Walaupun kamu mandi sebersih dan sewangi apapun, kamu tetep KOTOR!" ketus Adam, menghampiri Abel yang sudah mengepalkan tangannya.

"Kamu beda sekali sama Kania. Dia itu pinter, bisa jaga diri, bikin orang tua bangga. Kamu? Pinter aja nggak, bikin malu, dan nyusahin bisanya!" bentak Adam.

Abel melihat Kania yang tersenyum meledekinya. Hati Abel sakit, dia harus melawan, bagaimanapun caranya.

"Kenapa kamu senyum begitu, Kania? Kamu seneng aku dihina sama Papa? Jahat kamu, ya nggak punya perasaan!"

Plak!

"Kania nggak punya perasaan, tapi dia punya harga diri. Kania bukan kamu yang nggak punya harga diri!"

Adam menarik kuat rambut Abel membawanya ke luar rumah.

"Kania masih baik bolehin kamu sarapan, tapi kamu malah hina dia. Kamu pikir kamu lebih baik dari Kania?!" geram Adam.

Plak!

"Kamu itu sampah! Kamu kotor! Kamu busuk! Saya nggak sudi punya anak kayak kamu."

Brak!

Adam membanting pintu, meninggalkan Abel yang sudah menangis tanpa suara.

Abel menghapus air matanya dan tersenyum lagi. "Ngapain nangis? Udah biasa, nggak usah nangis! Abel nggak boleh cengeng!"

Berusaha mengumpulkan semangatnya kembali, Abel melangkah sambil tersenyum meski pipi dan hatinya sakit.

Tersenyum selagi bisa tersenyum. Sakit memang, tapi Abel nggak boleh nyerah! batin Abel menyemangati dirinya sendiri.

💔HANCUR💔

Next?

HANCUR! [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang