💔Hancur [15]

9K 803 294
                                    

💔HANCUR💔

"Sorry, Bel pake motor. Soalnya mobil dibawa mama," ujar Vigo, merasa tidak enak karena membawa motor.

"Mobil punya siapa? Motor punya siapa?" tanya Abel.

"Mobil punya mama, dibeliin papa waktu masih hidup sabagai kado ulang tahun, kalo motor emang punya gue, setengah dari uang tabungan gue setengah lagi uang papa," jawab Vigo.

"Pake yang punya Vigo aja. Mobil itu, kan punya mama Vigo."

Vigo tersenyum, baru kali ini dia mendengar sebuah kata 'pengertian' yang diucapkan perempuan selain Clara.

Dulu, saat bersama dengan Kania. Vigo harus membawa mobil kalau ingin mengajak Kania, jika Vigo membawa motor, maka Kania akan menolak dan memilih tidak jadi pergi saja.

Vigo sedikit memaklumi. Mungkin saja Kania memang hidup yang serba mewah, sedangkan Abel terbiasa dengan apa adanya.

"Motor Vigo aja udah bagus banget, kalo bisa mah pake motor kecil," ucap Abel.

"Serius, mau? Gue ada motor Beat di rumah," sahut Vigo.

"Pake motor itu lebih enak kayaknya, lebih kecil, lebih gampang juga Abel kalo naik, hehe...." Abel tertawa membuat Vigo juga ikut tertawa.

💔HANCUR💔

Vigo membawa Abel dinner di hotel bintang lima.

Tempatnya mewah dan yang datang pun orang-orang berkelas.

"Kita makan di angkringan aja, yuk." Abel menarik tangan Vigo, tetapi matanya menatap bangunan megah di depan.

"Pft! Bhaha...." Vigo tertawa, kemudian mencubit gemas pipi Abel. "Kenapa, hem? Takut harganya mahal? Tenang, kalo harga mahal juga gue nggak pake uang mama, ini uang tabungan gue, setiap bulan emang gue dikasih mama uang jatah, tapi selalu gue sisipin kalo gue mau apa-apa jadi nggak perlu minta lagi."

"Vigo suka nabung?" tanya Abel.

Vigo mengangguk kemudian sedikit membenarkan rambutnya. "Suka, dari kecil papa selalu ngajarin gue buat nggak ngabisin uang. Orang tua gue mampu kasih berapa aja, tapi papa ngajarin gue harus bisa nabung. Dulu, gue diajarinnya kalo papa kasih gue uang dua puluh ribu, gimana caranya uang itu harus ada sisah dan masukin ke celengan babi."

Abel tersenyum kagum terhadap sosok papanya Vigo. Orang baik dan mengajarkan anaknya untuk tidak hidup dalam keborosan. "Papa Vigo pasti orang baik."

"Nggak juga," jawab Vigo sedikit tersenyum kecil.

Abel mengerutkan keningnya, bingung terhadap perkataan Vigo.

"Nggak usah dipikirin, kita masuk sekarang." Vigo menggenggam tangan Abel dan mereka masuk bersama.

Sesampai di tempat yang sudah Vigo pesan. Tanpa lama mereka menikmati hidangan masing-masing.

Vigo memperhatikan Abel makan, tidak jaim sama sekali atau tidak berantakan. Biasa saja, Abel makan layaknya manusia sedang menikmati makanan.

"Ini enak, Vigo harus coba!" pekik Abel, tetapi dengan nada yang dipelankan.

Vigo menerima suapan dari Abel dan menikmati rasa yang menyentuh lidahnya. "Enak banget, soalnya disuapin sama cewek cantik."

Abel tersipu malu, Abel yakin sekarang pipinya pasti sudah merona. "Vigo, untung Abel lagi nggak minum apa lagi nelen makanannya."

"Emang kenapa?" tanya Vigo, sambil memotong daging yang lezat itu.

"Kalo Abel salting terus keselek, gimana?"

"Gue omelin yang bikin lo keselek."

"Kan, Vigo yang bikin Abel keselek," lontar Abel.

"Kalo gitu, lo omelin gue, tapi yang lembut ngomelinnya."

Abel menyipitkan matanya menatap Vigo. "Mana ada ngomel, tapi lembut."

"Nah itu, emang lo bisa ngomel?"

Abel terdiam seketika. Benar, Abel tidak bisa melakukan itu. Dia sendiri hanya merasakannya tidak pernah melakukannya.

"Tapi nggak apa-apa, soalnya lo terlalu lembut buat ngomel." Ucapan Vigo membuat jantung Abel menjadi tidak normal.

💔HANCUR💔

setelah selesai acara dinner mereka, Vigo langsung membayar semua dan Abel menunggu di dekatnya.

Bruk!

Abel langsung menghampiri seorang pria yang sepertinya seumuran dengan Adam.

Pria itu baru saja di tabrak seseorang yang berlari, tetapi orang tersebut pergi begitu saja.

"Sini, Pak, Abel bantu." Abel membantu pria itu berdiri.

"Makasih, Nak. Udah mau tolong saya," ucap pria itu sambil sedikit menunduk pada Abel.

"Sama-sama, Pak. Lain kali lebih hati-hati, ya."

Pria itu tersenyum. "Kalo nggak salah denger, nama kamu Abel?" tanya pria tersebut.

"Iya, nama bapak siapa?"

"Saya Surapmo, panggil saya Pak Sura aja." Pria itu mengulurkan tangannya, seperti mengajak Abel berkenalan, Abel membalasnya dengan baik.

"Baik, Pak. Kalo gitu, Abel permisi dulu, ya. Semoga bisa ketemu lagi," ujar Abel kemudian melangkah pergi menghampiri Vigo yang telah selesai membayar.

"Dia persis seperti kamu, Arwen," gumam pria itu, satu tetes air matanya jatuh. Bertemu dengan Abel, membuat dia jadi ingat dengan putrinya.

💔HANCUR💔

Abel melepaskan jaket Vigo yang tadi dipakainya.

Vigo memaksa Abel untuk memakainya karena angin malam sangat kencang.

"Ini, jaket Vigo."

"Pegang aja, lusa bawa ke sekolah," pinta Vigo.

Abel menggeleng cepat. "Nggak mau! Nanti kaya headphone Vigo, rusak karena dipake Abel."

Vigo menatap Abel gemas. "Yang rusakin, kan bukan lo. Jaketnya buat lo pake tidur juga bisa, biar nyium wangi gue terus."

"Gue pulang dulu, ya. Nanti gue kabarin kalo udah sampe rumah." Vigo menarik lembut tangan Abel.

Cup!

Satu kecupan di kening Abel. Setelah itu Vigo melajukan motornya, sedangkan Abel masih berdiam diri di tempat.

💔HANCUR💔

Next?

HANCUR! [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang