Empat Belas

2.1K 204 15
                                    

Perlahan aku mencoba membuka mata, kelopak mataku terasa berat sekali. Setelah berhasil membuka mata, yang pertama kulihat adalah langit-langit ruangan yang tampak asing. Di mana aku? Ini jelas bukan kamarku.

Aku mengerjabkan mata beberapa kali, mencoba mengumpulkan kesadaran yang masih mengawang. 

Dan satu-satunya hal yang terputar di kepalaku adalah tubuh Amasha yang terlempar dari lantai dua.

AMASHA! astaga aku baru ingat soal anakku.

Aku bangkit terduduk di atas tempat tidur.

"AMASHA!" pekikku.

Dewa segera mendekatiku.
"sayang, kamu udah bangun?" tanya nya saat memegangi kedua bahuku.

"Amasha mana? Anakku di mana?" tanyaku panik.

"sayang, kamu tenang dulu" kata Dewa sambil merapikan rambutku.

"anak ku di mana?" tanyaku lagi.

Mana mungkin aku bisa tenang saat tidak mengetahui bagaimana keadaan anak ku.

"bunda udah bangun?"

Aku menoleh ke sumber suara, Amasha memasuki kamar. Disusul oleh Adelle di belakangnya.

Ku dorong tubuh Dewa yang menghalangi pandanganku dari Amasha. Aku melompat dari tempat tidur dan langsung berlutut di depan Amasha. Kutarik tubuh Amasha kepelukanku. 

"bunda, aku su-sah na-fas" kata Amasha terbata.

Setelah menyadari pelukanku terlalu erat, aku melepaskan Amasha.

Aku langsung memeriksa setiap inchi dari tubuhnya. Memastikan kalau putriku tidak terluka sama sekali.

"kamu nggak luka sayang? Ada yang sakit?" tanyaku sambil memegangi kedua tangan mungil Amasha.

Amasha menggeleng.
"nggak ada, bunda" jawabnya.

Aku menghela nafas lega, lalu jatuh terduduk di lantai.

Dewa mendekat dan ikut berjongkok di sampingku. Dengan lembut dia mengusapi rambutku.

"Amasha baik-baik aja, kok" katanya.

Aku menoleh padanya.
"gimana bisa? Tadi aku lihat dengan jelas kalau dia terjun bebas"

Dewa tersenyum.
"Tuhan sayang sama Amasha. Anak kita ini memang terlahir bersama dengan keberuntungan yang tidak ada habisnya"

"maksudnya gimana?" tanyaku kebingungan.

"Amasha jatuh tepat saat pak Kardi datang membawa nampan berisi minuman. Pak Kardi melemparkan nampannya dan langsung menangkap tubuh Amasha. Jadi anak kita baik-baik aja. Tapi malah kamu yang pingsan selama dua jam" jelas Dewa.

"gimana aku nggak pingsan? Anakku terjun di depan mataku" kataku jengkel.

Dewa tertawa kecil.
"iya-iya. Aku mengerti" katanya.

"bunda, udah ya? Aku mau keluar lagi sama Adelle. Janji deh aku jalan nya pelan-pelan. Nggak akan lari lagi"

Tanpa menunggu persetujuanku, Amasha menggandeng Adelle keluar ruangan.

Setelah Amasha keluar, aku mengamati keadaan sekitar.

Ruangan luas dengan dinding bercat putih dengan jendela-jendela kaca besar bertirai putih ini terlihat seperti kamar yang hanya berisi satu tempat tidur besar dan satu lemari besar, juga ada satu set meja rias dan semuanya berwarna putih. Selain itu benar-benar tidak ada warna lain di kamar ini.

"ini di mana, sih? Kenapa putih banget" tanyaku.

"ini kamar lama Karina, dulu dia butuh semua warna putih untuk menjernihkan pikirannya" jawab Dewa.

Luka ini yang terakhir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang