Dua

3.6K 268 13
                                    

Aku baru selesai makan siang waktu Felish datang kerumahku. Perutnya yang sudah mulai membuncit ternyata tidak mempengaruhi kelincahan langkahnya. Ibu hamil satu itu masih sanggup berlari kecil dari teras hingga memasuki bagian dalam rumah. Beberapa langkah di belakangnya, suami Felish mengejar istrinya sambil memasang tampang ngeri, membuatku tertawa menyaksikan aksi pasangan itu.

"KAK IRIDA!" jerit Felish waktu aku menyongsong mereka di ruang tamu.

"pelan-pelan sih, dek. Kasian tuh suami kamu ngeri lihatnya" kataku waktu Felish memelukku.

"iya kak, aku ngeri banget jagain dia. Hyperaktif banget, padahal kehamilannya udah masuk bulan ke tujuh. Mama aja sering ngomelin dia nih karena hobi lari-larian" keluh sang suami padaku.

Aku tertawa, Felish cemberut.

"jadi kamu nggak rela nih jagain aku?" rajuk Felish pada suami nya.

"rela dong sayang, itu kan tugasku" rayu sang suami sambil mengusap dagu Felish.

Ibu hamil itu tersipu.

"jadi ada apa nih? tumben banget kesini siang-siang begini" tanyaku.

"suamiku ada meeting di luar, kebetulan jalurnya lewat sini. Yaudah sekalian aja aku mau ikut, terus mampir disini aja deh. Kangen juga sama kakak" jelas Felish.

Aku mengangguk paham.

"ya udah, kak Irida. Aku pamit ya, titip istriku" kata suami Felish.

"iya" sahutku.

Suami Felish menyalami aku lalu mengecup pipi istrinya sekilas sebelum berlalu keluar dari rumahku.

"ke belakang, yuk?" ajakku. Felish mengangguk.

Sepanjang perjalanan dari bagian dalam rumah sampai ke halaman belakang, Felish masih berlari-lari kecil. Membuatku was-was. Waktu kuperingatkan, anak itu malah menjulurkan lidahnya mengejekku.

Sampai di halaman belakang, Felish berbaring di pendopo yang ada disamping kolam renang. Aku pun menyusul berbaring disampingnya, kumiringkan tubuhku menghadap Felish sambil mengusap-usap perut buncitnya.

"sehat banget kelihatannya" komentarku waktu aku merasakan tendangan bayi Felish di tanganku.

Felish ikut mengusap perutnya sendiri.
"banget, anak baik. Nggak ngerepotin aku sama sekali. Dari awal hamil aku nggak ngerasain mual atau apapun kayak orang-orang"

"waktu hamil Amasha dulu, tiap pagi Dewa harus gendong aku ke wastafel buat muntah. Aku nggak kuat bangun dari tempat tidur sampai hamil 4 bulan" cerita ku.

Felish tertawa.
"tiap bayi beda-beda, ya?"

Aku mengangguk.
"udah tau jenis kelamin nya?" tanyaku.

"belum. Kami sengaja nggak nanya waktu USG. Biar surprise aja" kata Felish ceria.

"cowok atau cewek, yang penting sehat ya?" kataku.

Felish mengangguk. "aku sih pengin nya sepasang, kalo suami mau nya dua-dua nya cewek biar kayak Chriss sama Cathy"

Aku mengerutkan dahi.
"dua?"

Felish mengangguk.
"ini kembar tau!" kata nya.

"serius?" tanyaku kagum.

Felish tertawa.
"jadi kak Irida belum tau?"

"belum lah!" decakku.

"kakak sendiri kapan mau nambah anak?" tanya Felish.

Aku menggeleng.
"belum tau, masih belum kepikiran. Ngurusin Amasha aja udah bikin migrain. Nggak kebayang kalau dia punya adik"

Luka ini yang terakhir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang