Enam

2.6K 221 24
                                    

Kabar perceraian Ainesh dan Keiko yang kudengar dari Felish membuatku hampir terkena serangan jantung. Bayangkan, mereka sudah menikah lebih dari 15 tahun dan mendadak akan bercerai begitu saja.

Yang lebih membuatku terkejut adalah saat Keiko pulang ke Pekanbaru tanpa membawa apapun. Kata Felish, Ainesh sempat menawarkan rumah mereka untuk dihuni Keiko. Ainesh siap keluar dari rumah bersama anak-anaknya termasuk Jasmine. Tapi Keiko menolak, dia memilih kembali ke kampung halamannya sendirian. Selelah itu kah Keiko menghadapi Ainesh? Sampai dia merelakan anak-anaknya diasuh oleh Ainesh tanpa protes. Bahkan saat Jasmine meminta untuk ikut bersama nya, Keiko bilang lebih baik Jasmine bersama Ainesh. Ainesh pun melarang saat Jasmine memaksa ikut Keiko. Gadis yang malang itu sekarang benar-benar sendirian.

Beberapa kali aku menghubungi nya, hanya untuk memastikan kabar gadis itu. Keiko selalu menjawab telfonku dengan ceria, ia bercerita tentang pekerjaan baru nya sebagai staf di salah satu mall besar Pekanbaru. Dia juga bercerita kalau hidupnya jauh lebih ringan, meskipun sesekali ia menangis karena merindukan anak-anaknya.

Kabar lainnya adalah setelah bulan ke tiga perceraian mereka, Ainesh mengirim Jasmine, Chriss dan Cathy ke boarding school di London. Anak-anak penurut itu tidak banyak protes, mereka selalu percaya pada keputusan ayahnya. Setelah kepergian kakak-kakaknya, Adelle jadi lebih sering menginap dirumahku. Aku yang menyarankan nya, agar Adelle bisa terus bersama Amasha dan tidak merasa kesepian. Satu-satunya anak yang bertahan dirumah itu hanya Ryu, anak paling pemberani dan tegas yang pernah kukenal.

Aku pernah bilang pada Dewa kalau aku mau merawat Adelle, aku mau Adelle tinggal dirumah kami saja selamanya. Tapi suamiku menolak, dia juga menasehati aku.

"Adelle putri keluarga Albara, dia bukan barang yang bisa semudah itu kamu pindahkan kerumah ini sayang. Adelle masih punya orang tua" kata Dewa dengan lembut.

"aku kasihan sama Adelle, Dewa. Anak itu masih terlalu kecil buat semua masalah ini" kataku.

"jangan terlalu mencampuri urusan orang, setiap orang punya privasi, kita harus menghargai nya" Dewa mengusapi puncak kepalaku.

"kamu jangan kayak Ainesh, ya? Jangan biarin aku pergi" kataku pada suamiku.

Dewa terkekeh sambil menarikku kedalam pelukannya.
"kamu masih selucu yang ku ingat. Ya istriku, aku tidak akan pernah membiarkan kamu pergi, meskipun suatu hari kamu memaksa untuk pergi dari pria tua ini"

Kubalas pelukannya dengan erat.
"kamu juga jangan pergi, ya?"

"tidak akan. Hanya maut yang akan memisahkan kita" kata Dewa lembut.

Aku tersenyum dipelukannya. Aku mau begini selamanya, berpelukan dengan dia dan melewatkan sisa usiaku bersama dengan suamiku yang paling hebat.

Amasha ku yang nakal juga sudah mulai belajar menjadi anak yang baik. Sesekali jika Adelle sedang tidak kerumah kami, dia akan minta diantar kerumah Dewi. Amasha bilang dia ingin menjaga adiknya. Kata Dewi, Amasha sangat membantunya, kadang dewi akan menyuruh dia mengambilkan popok atau dot susu baby nya, Amasha dengan senang hati melaksanakannya. Sesekali juga Dewi akan meminta Amasha menjaga anaknya saat dia harus kekamar mandi, dengan sabar anakku akan berdiri disamping box bayi sambil mengamati adik sepupunya.

Setidaknya semuanya kembali berjalan dengan normal sampai suatu hari Keiko berkunjung kerumah kami. Kusambut gadis itu dengan pelukan erat dan beberapa tetes air mata. Tubuhnya yang kurus terlihat semakin kurus, tapi wajahnya jauh lebih berseri dan kelihatan lebih muda. Kalau dia hanya mengenakan kaos pendek dan celana jeans begini, tidak akan ada yang percaya dia sudah melahirkan 5 anak. Keiko masih terlihat seperti mahasiswi tingkat akhir.

"nggak terasa sudah 6 bulan kita nggak ketemu, ya? Kamu jadi kelihatan muda banget" kataku waktu kami sudah duduk di sofa ruang tamuku.

Keiko tersenyum lembut.
"kadang aku lupa kalau aku ini sudah jadi ibu-ibu, temanku sekarang anak-anak magang" katanya.

Kami tertawa sebentar.

"kamu nggak kangen sama anak-anak?" tanyaku.

Keiko menghela nafas.
"selalu kangen, tapi aku cukup terhibur dengan video call dari mereka"

"video call? Anak-anak udah punya ponsel?" tanyaku.

Keiko menggeleng. "cuma Jasmine yang punya. Dan mereka bikin jadwal video call denganku menggunakan ponsel Jasmine. Senin malam Jasmine, selasa malam Chriss, rabu malam Cathy, kamis malam Ryu dengan komputernya, jumat malam giliran Adelle dengan ponsel Ainesh. Barulah di sabtu malam aku bisa bersantai" gadis itu terkekeh.

Aku ikut tertawa kecil.
"kenapa kamu mau melahirkan banyak sekali anak?" tanyaku.

Keiko menyeruput cangkir teh dihadapannya sebelum menjawab.

"dulu waktu Jasmine kecil, Ainesh kelihatan senang sekali. Dia menjaga Jasmine sepenuh hati dan seperti sudah lupa kalau Jasmine bukan anak kandungnya. Jadi kupikir kalau aku melahirkan anak kandungnya, mungkin Ainesh akan lebih bahagia. Dan lahirlah si kembar. Kemudian Ainesh berceloteh tentang keinginannya punya anak laki-laki, kupikir kalau aku melahirkan anak laki-laki, mungkin Ainesh akan mencintaiku. Jadi lahirlah Ryu. Tapi nyatanya sekalipun sudah punya anak laki-laki, Ainesh tetap ingin punya anak lagi. Aku menurutinya karena kupikir menambah satu anak mungkin akan mempererat hubungan kami dan menumbuhkan rasa cintanya padaku. Ternyata aku salah, walaupun aku sudah melahirkan banyak sekali anaknya, dia tetap hanya mencintai kamu"

Aku terkesiap.

"saat tidur, terkadang dia menyebut namamu. Setiap ulangtahunmu, dia akan pergi seharian ketempat-tempat yang dulu sering kalian singgahi"

Keiko mengulas senyuman.

"aku nggak tau..."

"kamu nggak salah, Irida" potong Keiko.

Gadis itu menarik nafas sejenak sebelum melanjutkan.
"waktu mendengar kabar kamu akan menikah, aku merasa sangat bahagia. Kupikir setelah kamu menikah, Ainesh pasti akan melupakan kamu dan mulai mencintaiku. Ternyata aku salah. Suamiku tetap mencintai satu gadis, kamu"

Benarkah begitu? Kupikir selama ini hubungan mereka baik-baik saja.

"selama ini aku hanya dikuasai oleh ambisi bahwa Ainesh pasti akan mencintaiku, aku berhalusinasi kalau suatu hari Ainesh pasti akan menoleh padaku. Ternyata aku salah"

Keiko menatapku dalam-dalam.

"Irida, aku sudah melepaskan duri dihatiku, aku sudah bebas dari angan-angan tentang Ainesh. Aku sudah bahagia sekarang"

Dia tertawa, aku ikut tertawa meskipun airmata malah berlinang dari kelopak mata kami. Apa ini? Tawa bercampus tangis?

"Irida, aku mau kamu janji satu hal, tolong jaga Adelle ku, dia masih terlalu kecil dan belum banyak mengenalku. Dia masih butuh sosok ibu. Tolong sayangi dia seperti putrimu sendiri" mohonnya.

Aku tersenyum pada Keiko.

"tentu. Aku akan jagain Adelle seperti aku jagain Amasha. Adelle dan semua anakmu, sudah seperti anakku sendiri" kataku sungguh-sungguh.

"terimakasih" katanya.

Aku mengangguk sambil terus tersenyum.

Pada akhirnya Keiko mendapatkan kebahagiaannya, dan Ainesh juga mendapatkan hidup damainya. Setidaknya sampai sekarang, semua masih berjalan sesuai dengan yang seharusnya terjadi.

_______

Sorry lama update nya :(

Love,

OLinMayawi_


Luka ini yang terakhir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang