Satu

5.7K 312 15
                                    

Namaku Irida Adiwinandra. Satu-satu nya istri Dewa Adiwinandra, pewaris utama kerajaan bisnis Adiwinandra group. Aku ibu satu anak. Usia ku hampir 38 tahun, 5 tahun lebih muda dari suamiku. Sekedar informasi, tahun ini adalah tahun kesepuluh kehidupan pernikahan kami.

Tinggal di rumah megah bak istana, diperlakukan seperti ratu dan di puja oleh suami, punya gadis kecil cerewet yang mewarnai hari-hariku, orang tua dan mertua yang masih utuh, dua pasang adik ipar super berisik dan sahabat-sahabat yang pengertian. Hidupku sempurna dan aku tak punya alasan untuk tidak bersyukur atas semua berkah ini.

Walaupun sesekali tingkah absurd anakku membuatku migrain, tapi aku tetap tak bisa membayangkan bagaimana jadi nya hidupku tanpa si cerewet itu.

Berangkat dari anak tunggal manja, bukan hal mudah bertransformasi menjadi sosok ibu rumah tangga yang baik. Aku perlu waktu dua tahun untuk menyesuaikan diri dari gadis manja menjadi seorang ibu. Beruntung, aku punya suami sabar yang selalu mendukungku.

"BUNDA!"

Jeritan khas dari si cerewet, menandakan bahwa dia sudah bangun. Setiap hari kuingatkan kalau dia tidak boleh menjerit-jerit seperti itu, tapi Amasha tak pernah menghiraukan peringatanku. Setiap bangun pagi, gadis kecilku itu akan menjerit memanggilku.

"Princess sudah bangun" kata suamiku sebelum menyeruput kopi nya.

"tiap hari udah kukasih tau, dia nggak boleh jerit-jerit begitu. Tapi omonganku nggak pernah dia dengerin" keluhku sambil terus mengoles selai kacang diatas lembaran roti.

Suami ku terkekeh.
"nama nya juga anak-anak" kata nya.

Setelah meletakkan beberapa lembar roti ke piring suamiku, aku melangkah ke kamar putri tercintaku.

Didepan pintu kamarnya. Kudapati Amasha berbaring dilantai sambil memejamkan mata.

"astaga, anakku kenapa ini?" kataku panik.

Salma, suster pengasuh Amasha berlari keluar dari kamar Amasha. Mungkin karna dia mendengar suaraku.

"Sal, ini Amasha kenapa?" tanyaku padanya.

Salma menunduk.
"maaf bu, Amasha tadi bangun waktu saya nyiapin seragam sekolahnya, terus dia marah karna bukan ibu Irida yang dia lihat pertama kali. Jadi Amasha ngambek, dia keluar kamar dan lanjut tidur di lantai. nggak mau bangun dari lantai itu katanya kalau bukan ibu Irida yang gendong"

Aku berkecak pinggang.
"Amasha" panggilku.

Amasha membuka mata nya.
"bunda" lirih nya.

"usia Amasha sudah berapa tahun sayang?" tanyaku.

"sembilan" sahutnya.

"udah besar, kan?" tanyaku lagi.

"udah, bunda" kata anak itu sambil mengucek mata nya.

"terus kenapa kalau bangun tidur masih harus bunda yang gendong? Amasha kan udah besar, harus bisa bangun sendiri"

"Amasha kan anak bunda" kilahnya.

Aku menepuk dahiku sendiri. Geram dengan tingkah anakku yang semakin hari semakin membuatku pusing.

"Amasha bangun sekarang!" perintahku.

Gadis kecilku menurut.

"sekarang Amasha siap-siap kesekolah, bunda sama ayah tunggu di meja makan" kataku.

"tapi Amasha mau mandi sama bunda" rengeknya.

"sama suster, ya?" tawar Salma. 

"nggak mau!" tolak Amasha.

Luka ini yang terakhir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang