"Ya, Ra?"
Rin, apa bener, Gavin meninggal?
Arin menghela napas beratnya, lalu bersusah payah menjawab pertanyaan Mira. "Iya, Ra. Itu benar. Gue enggak nyangka kalo korban semakin bertambah."
Korban bertambah? Maksudnya?
"Lo udah tau kenapa Gavin bisa meninggal?" Arin nampak keheranan mendengar ucapan Mira yang terdengar kaget ketika ia mengatakan bahwa korbannya semakin bertambah.
Sebenarnya gue enggak tau, gue cuma dapet kabar kalo Gavin meninggal, temen gue dari kelas sebelah enggak kasih tau penyebab Gavin meninggal.
"Dia dibunuh." Sela Arin.
Dibunuh?!
"Seperti yang udah kita tau, si pelaku ternyata ngawasin kita. Bahkan dia udah berhasil melenyapkan tiga teman kita."
Kalo emang bener si pelaku lagi ngawasin kita, mungkin enggak sih akan ada korban selanjutnya? Duga Mira tiba-tiba.
"Emangnya lo mau jadi korban selanjutnya?"
Ya, enggak lah! Gue masih mau hidup, lulus SMA aja belom masa mau nyerahin diri jadi korban selanjutnya? Ogah!
"Eh, by the way gimana kondisi tangan lo?"
Udah mendingan sih, besok gue akan hadir di pemakaman Gavin.
"Lo yakin?"
Iya, santai aja. Gue udah baik-baik aja, kok.
"Bukan itu maksud gue,"
Terus apa?
"Lo yakin mau dateng ke pemakaman Gavin? Sebelum Gavin meninggal kan lo sama dia sempat berselisih di rumah sakit. Gue takut lo dicurigai lagi sama yang lain, apalagi ini berdekatan sama kejadian beberapa hari yang lalu di rumah sakit."
Tenang aja, Rin, kalau mereka curiga apalagi nuduh gue, gue enggak akan tinggal diam.
Arin nampak mengerutkan keningnya bingung.
Gue tau waktu di rumah sakit gue nuduh Gavin sebagai orang yang nyerempet gue. Tapi, gue nuduh bukan tanpa bukti, semua bukti mengarah pada Gavin. Jadi, gue enggak takut kalo mereka nuduh gue sebagai pembunuh Gavin.
"Ya udah, get well soon, Ra."
Thanks, Rin.
Panggilan berakhir.
Keesokan harinya setelah pemakaman Gavin selesai, Agas meminta semuanya untuk segera ke rumahnya karena ingin membicarakan sesuatu, yang pasti berhubungan dengan kematian Gavin.
Semua terdiam, tak ada yang berani menolak karena bukan hanya Agas yang meminta tetapi Leo dan Gilang juga.
Kematian Gavin memberikan luka baru di hati banyak orang, terutama keluarganya. Tapi, teman-temannya juga ikut terluka. Leo dan Gilang mungkin mendapat luka yang paling parah karena Gavin merupakan teman dekat mereka.
Ketika Gavin meninggal di depan matanya sendiri, Leo dan Gilang merasa sangat sedih sekaligus marah. Marah kepada orang yang telah berani membunuh sahabatnya.
"Siapa yang bunuh Gavin?! Jawab!" Tanya Leo ketika semua orang sudah berkumpul di ruang tamu Agas. Nada suaranya tinggi, membuat teman-temannya terkejut. Padahal mereka baru sampai tapi sudah disuguhkan oleh pertanyaan seperti itu.
Agas berusaha menenangkan Leo, ia tahu betul bahwa Leo sedang emosi dan sedih saat ini. Perpaduan dua rasa yang membuat seseorang menjadi kacau.
"Gimana gue bisa tenang?! Yang mati ini Gavin, Gas!"
"Gue paham, tapi jangan pake emosi. Semua orang di sini juga lagi berduka atas meninggalnya Gavin." Agas mengusap punggung Leo untuk menenangkan.
"Gas, soal batu itu gimana?" Ujar Tifani.
Agas menoleh ke arah Tifani. "Iya, gue bawa batu sama kertasnya."
"Batu?" Mira yang baru bergabung hari ini bertanya-tanya. Mengingat bahwa ia tidak masuk sekolah kemarin, jadi wajar jika tidak tahu menahu soal batu yang sedang dibicarakan.
"Waktu Gavin meninggal, ada orang yang sengaja lempar batu ke arah jendela sampe batu itu mecahin kaca jendela kelas kita, dan di batu itu juga ada kertas yang sampe hari ini belum kita buka." Jelas Tifani.
Dari ekspresinya Agas masih tidak percaya jika Gavin meninggal dengan cara yang seperti itu. Ia pun mulai berpikir, apakah target pelaku dan peneror selanjutnya adalah dirinya? Atau temannya yang lain?
"Coba, Gas buka kertasnya, terus lihat apa isinya," suruh Aley pada Agas untuk membuka kertas yang nampak masih terlipat itu.
Agas mengangguk dan membuka kertas itu dengan perlahan. Semua fokus mata mengarah pada kertas tersebut tanpa berkedip.
"Apa isinya?" Tanya Tifani setelah Agas berhasil membuka kertasnya. Agas masih terdiam sambil memandangi benda yang kini berada di genggamannya.
"Woi, malah bengong! Isinya apaan, Bambang!" Desak Gilang yang sudah mulai emosi. Agas yang masih tersentak tak mempedulikan Gilang yang sudah emosi dan masih pada posisi diamnya yang begitu lama. Membuat semua orang bingung dan penasaran.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR 12 [END]
Mystery / Thriller𝗕𝗮𝗯 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗹𝗶𝘁 + 𝗠𝗶𝗻𝗶𝗺 𝘁𝘆𝗽𝗼 Kisah dimulai dengan kematian Chandra, seorang siswa kelas 12 di SMA Cakra Garuda yang ditemukan tewas di toilet sekolah. Ketegangan semakin meningkat ketika Resa, teman sekelasnya juga ditemukan tewas di...