Langit yang tadinya berwarna oranye kini berubah gelap, menandakan waktu malam mulai menampakkan diri. Lyra yang dibebaskan bersyarat bernafas lega dan memutuskan untuk kembali ke markas, tempat di mana ia tinggal bersama Mira.
Tempat itu nampak berantakan. Lyra memeriksa setiap sudut ruang dan bagian-bagian lain untuk mencari keberadaan Mira. Nihil, tidak ada seorang pun di markas. Lyra pun merogoh ponsel di saku celana dan mulai menghubungi kembarannya. Namun, sebelum menghubunginya ia mendapat pesan dari Mira bahwa saat ini ia sedang berada di cafe. Mira meminta agar Lyra menyamarkan identitasnya supaya tidak diketahui oleh orang-orang.
Lyra melangkah dengan hati-hati di tengah gemerlap kafe yang mulai penuh dengan orang-orang yang tengah menikmati mala. Suasana yang riuh itu terasa kontras dengan misi yang sedang dijalankannya.
Saat Lyra mendekati meja di pojok kafe, Mira telah lama duduk sambil menikmati secangkir kopi. Tatapannya yang tajam melayang pada Lyra sejak ia melangkah masuk.
"Akhirnya dateng juga." Ejek Mira.
"Sorry, ada hal yang harus gue urus," jawab Lyra singkat.
Mira meletakkan cangkir kopi dengan santai. "Urusan polisi udah beres, kan?"
"Udah, tapi, rencana kita hampir dirusak sama Arin dan Aley. Untungnya polisi lebih mengedepankan bukti daripada perasaan." Ungkap Lyra.
Mira berdecak. "Polisi di sini enggak ada bandingannya sama kita. Terus, info apa lagi yang mau lo sampaikan ke gue?" tanya Mira tanpa basa-basi.
Lyra mulai menampakkan wajah serius. "Gue rasa Arin akan jadi orang yang bisa mengancam keberadaan kita," ujar Lyra dengan suara pelan.
"Lo yakin dia ancaman buat kita?" Mira menatap Lyra, mencari kepastian.
Lyra mengangguk yakin. "Iya, satu hal yang membuat gue yakin, dia lagi merencanakan sesuatu yang bisa mengancam keselamatan kita." Ungkapnya serius.
Mira tersenyum, menciptakan bayangan yang menyeramkan di wajahnya. "Kalo gitu tinggal habisi aja nyawanya, gampang, kan?" Katanya percaya diri.
"Enggak segampang itu, dia cukup waspada sama sekitarnya."
Mira kembali menyeruput kopi di cangkir sebelum menjawab. "Oke, akan gue tandai dia. By the way gimana nasib yang satunya?" tanya Mira menanyakan seseorang selain Arin. Sudah pasti Aley yang ia maksud saat ini.
"Gue rasa Aley akan jadi orang gila baru," sahut Lyra sambil meresapi senyum menyeramkan Mira.
Mira tertawa, dan suara tawanya seperti gema gelap yang melingkupi rencana mereka.
"Dia pantas mendapatkannya."
Lyra dan Mira, saudari kembar yang memiliki tekad balas dendam membawa malam gelap ke dalam hidup orang-orang yang dianggap mereka sebagai ancaman.
***
Suasana malam yang sepi menyelimuti pertemuan antara Arin dan Mira, di tempat yang tak terjamah oleh orang-orang. Gadis itu nampak masih dalam emosi yang penuh dengan rasa kecewa dan bingung setelah kejadian tragis yang melibatkan teman-temannya. Ia mendatangi Mira untuk mencari jawaban atas semua kejadian yang ternyata melibatkan dirinya.
Tempat ini mungkin akan menjadi saksi bisu bagi pengakuan dan penjelasan Mira, dan ketidakpahaman yang masih mewarnai raut wajah Arin sampai detik ini.
Mira, dengan nada datar dan tanpa penyesalan, menyambut kedatangan Arin. "Hai, Arin, selamat datang di neraka."
Arin masih terpaku pada kenyataan yang sulit diterima. Kekecewaan semakin memenuhi hatinya sambil mencermati ekspresi tanpa belas kasihan di wajah Mira.
"Saking penasarannya, lo rela menyerahkan diri ke markas musuh. Biasanya lo selalu enggak peduli dengan skenario yang gue buat ini."
"Skenario? Semua yang lo lakuin selama ini, lo bilang cuma skenario? Jangan bercanda, Mira. Di mana akal sehat lo?!"
"Jangan teriak-teriak dong, nanti ada yang terganggu." Sahut Mira dengan nada berbisik.
"Apa yang membuat lo melakukan perbuatan biadab ini, Mir?"
"Ini adalah misi, Arin."
"Misi?"
Mira tertawa melihat betapa bodohnya orang yang ada di hadapannya saat ini. "Asal lo tau aja, ini adalah misi untuk menyelamatkan gue dan Lyra."
"Apa?"
"Lyra adalah tangan kanan gue, dan gue menugaskannya untuk mengawasi kalian semua. Sebenarnya ada dua makhluk yang hampir merusak skenario ini, mereka adalah Aley dan Leo. Tapi, di sisi lain mereka cukup berguna karena udah bantu gue untuk menghabisi nyawa Resa, Tifani, dan Agas."
Tatapan kaget dan bingung terpancar jelas dari wajah Arin, ia mencoba untuk memahami situasi yang mengancam nyawanya saat ini. Namun, sebelum ia bisa mengungkapkan pertanyaannya, Mira dengan dingin dan penuh kebanggaan merobek keheningan itu dengan tawa kerasnya. Arin harus menelan pahitnya kenyataan bahwa mereka tidak lagi berurusan dengan konflik biasa, tetapi dengan misi pembalasan dendam yang membahayakan nyawa.
Arin tak tahu harus berkata apa. Melenyapkan semua temannya termasuk dirinya adalah bagian dari skenario. Dan menurut Mira, itu satu-satunya cara untuk menghindari kemalangan mereka di masa depan.
"Kaget, ya?" ledek Mira, di saat Arin sedang berjuang menghadapi rasa takutnya.
Tawa Mira memecah kesunyian. Wajahnya menyeringai, memancarkan kepuasan atas kebingungan dan ketakutan yang terpancar di wajah Arin.
Namun, dibalik senyumannya yang mengerikan, tersembunyi kegelisahan dan ketidakpastian akan masa depannya.
Di tengah ancaman maut yang menjulang, Arin masih berani menuntut alasan di balik skenario mengerikan yang mereka alami. Dia ingin memahami alasan di balik tindakan brutal yang dilakukan oleh Mira.
Tatapan dingin dan tanpa ampun yang diberikan Mira hanya menambah kegelisahan Arin. Nada suara Mira yang bergetar dari puncak kebencian dan ketidaksabaran, memberi Arin sedikit kilatan kesadaran akan bahaya yang mengancamnya.
"Gue tau ini skenario yang berbahaya, tapi gue mulai menikmati permainan." Ucap Mira dengan santai.
"Lo enggak boleh mengekang takdir yang udah ditentukan sama Tuhan, Ra. Berhenti sebelum semuanya terlambat." Ucap Arin dengan nada prihatin. Ia sangat prihatin dengan kondisi Mira yang membuat hatinya sakit.
Mata Mira terperanjak dan dalam ekspresinya tergambar kebingungan, mencoba menyelami makna dari kata-kata yang baru saja dilontarkan oleh Arin.
Mira merasa terjebak dalam alur takdir yang sudah ia rencanakan selama ini.
Setiap orang memiliki takdir yang berbeda. Apapun alasannya, Tuhan tidak membenarkan seseorang melakukan hal yang sudah jelas telah dilarang. Jangan sampai kamu menyesali skenario yang sudah kamu buat, Mira.
Mira terdiam sejenak. Mengingat ucapan dari Arcadia.
Takdir? Apa selama ini dia nipu gue kalau sebenarnya apapun perubahan yang gue buat enggak akan mempengaruhi takdir gue yang mati di masa depan? Batin Mira merasa tertipu.
Mira yang takut mulai melancarkan aksi, ia mengeluarkan pistol dari saku celananya dan mengarahkannya pada Arin.
"Lo harus mati, Arin!"
Arin menutup kedua matanya, menyerahkan nyawanya yang sudah di ambang akhir. Ia sadar, semuanya akan berakhir setelah ia mati di tangan sang sahabat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR 12 [END]
Mystery / Thriller𝗕𝗮𝗯 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗹𝗶𝘁 + 𝗠𝗶𝗻𝗶𝗺 𝘁𝘆𝗽𝗼 Kisah dimulai dengan kematian Chandra, seorang siswa kelas 12 di SMA Cakra Garuda yang ditemukan tewas di toilet sekolah. Ketegangan semakin meningkat ketika Resa, teman sekelasnya juga ditemukan tewas di...