Gadis berpakaian hoodie hitam itu tengah bersantai di ruang tamu sembari menonton televisi dan memakan cemilannya. Jarinya menekan tombol-tombol demi mendapatkan siaran bagus untuk ditonton. Sampai ia berhenti di suatu siaran berita yang menarik perhatiannya.
Berita terkini!
Seorang pria paruh baya berinisial J ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di kamar kontrakannya. Pria yang merupakan penghuni baru tersebut ditemukan oleh tetangganya dalam keadaan tak bernyawa dengan luka tusuk di area mulut, dagu, dan dada. Saat ini Polisi menyimpulkan bahwa J adalah korban pembunuhan dan perampokan, beberapa barang milik korban telah dirampas oleh pelaku seperti dompet dan surat-surat berharga.
Gadis itu mengecilkan volume televisi yang sedang membahas kasus pembunuhan seorang pria paruh baya. Ia menghela nafas lalu mengambil ponsel yang ada di meja.
"Mira." Panggil seseorang tiba-tiba.
Gadis itu menoleh saat seseorang mengucapkan sesuatu. Suaranya begitu familiar. Ternyata gadis itu.
Gadis dengan wajah yang sembilan puluh persen sama persis dengan Gilang berjalan perlahan ke arah gadis yang masih terdiam mematung.
"Ohh, ternyata lo. Gue udah menduga kalau lo akan datang ke sini." Ucap Gadis itu.
"Psikopat biadab!"
"Siapa yang lo maksud psikopat? Gue?"
"Lo itu sadar nggak sih, banyak nyawa melayang gara-gara ulah lo! Termasuk saudara gue." Erang Gina.
"Terserah lo mau sebut gue psikopat, atau pembunuh. Satu hal yang perlu lo tau. Ini belum berakhir."
"Apa sih maksud lo?"
"Tapi, gue salut sama lo, cuma lo orang yang berhasil mengungkap misteri ini."
"Eggak usah muji gue. Gue dateng ke sini untuk bunuh lo."
Gadis itu hanya tersenyum dari balik hoodienya. Identitasnya kini terbongkar oleh orang yang baru ia kenal. Semudah itukah Gina mengetahui jati diri Mira selama ini. Apakah ini akhir dari semua yang sudah ia lakukan selama menjalankan aksi-aksi kejinya?
"Wow, lo mau bunuh gue? Yakin?" Tanyanya, seolah tengah berusaha mengurungkan niat Gina untuk membunuhnya.
Melemahkan tekad adalah hal yang harus dilakukan agar terhindar dari hal-hal diluar prediksi.
"Lo remehin gue?" Gina tersinggung.
"Gue enggak bilang begitu, lho ...." Sahutnya.
Namun di balik kalimatnya itu dia tersenyum meledek seakan memang menyinggung Gina yang sebenarnya sedang takut setengah mati.
Gina begitu kesal dengan sikap Mira setelah ancaman yang ia buat demi menakut-nakutinya. Ia pun menjadi sedikit ragu untuk melancarkan aksinya malam ini.
Sial, rasanya jantung gue mau copot. Tenang Gina, lo harus tenang menghadapi Mira. Batin Gina menenangkan dirinya.
Tanpa sadar keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya saat ini, ia menelan salivanya kuat-kuat, mengatur nafasnya, dan berusaha untuk bersikap tenang di hadapan psikopat yang membuat degup jantungnya berdetak sangat cepat.
"Lo tau kan di mana ada asap pasti ada api. Lo harus hati-hati setelah berhasil membunuh gue. Yaa, kalau lu berhasil." Ucapnya.
"G-gue enggak takut sama ancaman lo."
"Jangan salah paham, itu bukan ancaman. Oh satu hal lagi, lo tau pepatah ini enggak?"
Gina mengernyit bingung dengan ucapan Mira yang menggantung.
"Setiap aksi pasti menyebabkan reaksi."
Apa sih maksudnya? Gumam Gina semakin terpojok.
"Gue enggak pernah denger pepatah konyol kayak gitu!" sergahnya.
Tidak hanya aksi yang biasa Mira lakukan dalam mengeksekusi korbannya, tetapi setiap apa yang ia ucapkan dapat melemahkan mental seseorang. Gina benar-benar harus waspada, jangan sampai rencananya berantakan dan berakhir dibunuh oleh pembunuh berdarah dingin ini.
Aley berjalan santai menuju suatu tempat, saat ini ia hendak ke rumah Leo untuk membicarakan sesuatu mengenai pembunuhan dan teror yang selalu menghantui mereka. Hati dan pikirannya tidak tenang bahkan bayang-bayang suara jeritan teman-temannya yang sudah tiada sering bergemuruh di telinganya.
Sampai di depan rumah Leo yang minim pencahayaan ia sedikit mengenyit, kepalanya menoleh ke sembarang arah untuk mengamati sekitar rumah itu. Sepi.
Aley mengetuk pintu rumah Leo dengan sedikit pelan, takut bahwa penghuni rumah dan para tetangganya terganggu.
Pintu akhirnya terbuka, membuat Aley bernafas lega, karena setelah lama menunggu akhirnya ada seseorang yang membuka pintu itu.
"Siapa, ya?" Tanya seorang wanita yang membukakan pintu, sepertinya itu kakaknya Leo. Terlihat dari wajahnya yang mirip dan belum menua.
"Maaf mengganggu, Kak, Leo ada enggak?"
"Enggak ada, Dek. Ada perlu apa sama adik saya?"
Aley mengernyit heran. Kemana tuh orang, malam-malam bebegini malah pergi keluar. Dia nggak takut apa ya sama pembunuh berantai itu?
Aley tidak sadar bahwa dirinya juga keluar malam-malam melawan rasa takut dari si pembunuh berantai demi bertemu dengan Leo yang bahkan tidak ada di rumahnya.
"Sebenarnya ada yang mau saya sampaikan ke Leo, Kak. Kalau boleh tau Leo kemana, ya?" Tanya Aley.
"Tadi dia bilang mau keluar beli makanan, tapi sampai jam segini belum balik juga. Mungkin nongkrong dulu kali sama teman-temannya." Duga Kakak Leo.
"Ohh, ya udah kalau begitu saya permisi, Kak." Aley mengangguk dan bergegas untuk pergi.
Sebelum Aley benar-benar pergi dari hadapan wanita itu, ia berjalan kembali untuk menyampaikan sesuatu. "Kak, kalau Leo udah pulang tolong bilangin ke dia, Aley nyariin."
Wanita itu mengangguk. "Iya, Dek, nanti saya sampaikan ke dia."
Setelah itu Aley pamit untuk pulang. Ia berjalan seorang diri dengan kepala yang berisik penuh dengan berbagai pertanyaan. Yang pasti ia bertanya-tanya tentang kemana perginya Leo. Kemungkinan setelah membeli makanan dia memang nongkrong, tapi itu dulu saat bersama Gilang, Gavin, dan Chandra. Tapi, kalau pun nongkrong, yang menjadi pertanyaannya adalah dengan siapa?
Leo adalah orang yang tertutup dengan para tetangganya, tidak mungkin jika Leo mau bercengkerama dengan para tetangganya yang bahkan acap kali ditanya tentang Leo, mereka tidak tahu di mana dan siapa itu Leo.
Aley ingat saat pertama kali hendak ke rumah Leo, karena baru pertama kali ia pun bertanya pada orang-orang sekitar, namun yang mengejutkan para tetangga bahkan anak-anak muda di sana tidak mengenal Leo.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR 12 [END]
Mystery / Thriller𝗕𝗮𝗯 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗹𝗶𝘁 + 𝗠𝗶𝗻𝗶𝗺 𝘁𝘆𝗽𝗼 Kisah dimulai dengan kematian Chandra, seorang siswa kelas 12 di SMA Cakra Garuda yang ditemukan tewas di toilet sekolah. Ketegangan semakin meningkat ketika Resa, teman sekelasnya juga ditemukan tewas di...