ROOFTOP TERLARANG 𝟷

728 137 211
                                    

Hari ke empat setelah meninggalnya Resa, begitu banyak hal yang ditinggalkannya, banyak tanda tanya besar mengenai kematian temannya.

Semenjak kejadian yang sudah menimpa Resa, beberapa murid dari kelas XII-1 memutuskan untuk pindah sekolah. Bahkan dari kelas lain pun juga ada, tetapi kebanyakan masih ada yang bertahan.

Hari ini kelas dimulai seperti biasa. Para guru yang mengajar bekerja dengan profesional. Kejadian pembunuhan Chandra dan Resa bukanlah halangan mereka untuk tetap menebarkan ilmu yang mereka miliki.

Sejak kejadian kecelakaan Mira yang diserempet oleh pengendara motor misterius, Agas selalu mengumpulkan teman-teman dekatnya ke satu titik untuk membicarakan setiap insiden yang menimpa teman-teman lain.

"Pertama Chandra, kedua Resa, dan ketiga Mira. Mira beruntung karena dia selamat dari kecelakaan itu, tapi dia malah nuduh Gavin sebagai orang yang udah bikin tangan kanannya patah. Kita buka forum diskusi untuk meluruskan semuanya." Agas memulai forum diskusi. Kali ini mereka tetap di dalam kelas, walaupun masih banyak murid lainnya yang sedang mengobrol atau sekedar duduk-duduk karena gabut.

Gilang yang sejak tadi diam saja tiba-tiba melirik Gavin yang sedang memainkan gawainya. Tidak seperti biasanya, kali ini tatapan Gilang ke Gavin sangat tajam dan dipenuhi rasa curiga.

Gavin yang menyadari salah satu temannya memperhatikannya sejak tadi, menatapnya kembali. Tetapi saat ditatap Gilang malah mengalihkan tatapannya ke orang lain.

"Kenapa lo liat-liat gue kayak gitu?" Tanya Gavin yang keheranan dengan sikap Gilang akhir-akhir ini.

"Hah? Siapa?" Sahut Gilang, seakan tidak mendengar apa yang dipertanyakan Gavin untuknya.

"Enggak usah pura-pura, gue tau dari tadi lo ngelirik-lirik gue. Lo mau ngomong sesuatu?" tanya Gavin pada Gilang dengan nada sewot.

"Siapa yang ngelirik lo, dasar kepedean."

"Enggak usah nyangkal, Monyet!"

"Lah, kenapa jadi sewot gitu. Biasa aja kali enggak usah ngatain orang."

"Lo duluan yang bikin gue kesel. Gimana gue enggak sewot, coba?!"

"Aduhh, lo berdua berisik banget sih?!" Lerai Tifani, yang entah datang dari mana dan melerai pertengkaran kecil antara Gavin dan Gilang di dalam kelas yang belum didatangi guru.

Arin menghela napas kasar, dan tiba-tiba ia bangkit dari bangku hendak pergi ke suatu tempat.

"Rin, mau kemana?" Tifani yang menyadari Arin hendak pergi menanyakan kemana temannya itu akan pergi.

"Gue mau ke perpustakaan." Jawab Arin singkat.

"Mau ngapain kesana?" Tanya Gilang. Pertanyaan tersebut sontak membuat langkah Arin terhenti.

"Nutup lubang lumpur lapindo." Jawab Arin dengan ekspresi datar.

"Agak lain tujuan lo, Rin."

"Lo pikir kalo ke perpustakaan ngapain?"

"Biasanya sih buat cari buku, baca buku, minjem buku." Sahut Gilang sambil berlagak seperti orang tengah berpikir.

"Nah itu tau." Arin pun kembali melanjutkan langkahnya.


Beberapa menit kemudian ....

Jam pelajaran pertama sudah dimulai. Kelas hari ini jauh lebih sepi dibandingkan ketika Chandra dan Resa masih ada di antara mereka. Tetapi, setelah kepergian kedua orang tersebut kelas menjadi sepi bukan karena celotehan mereka atau kehebohan yang mereka buat setiap hari, melainkan banyak siswa yang memutuskan untuk pindah sekolah.

Selain itu murid yang tersisa di kelas XII-1 hanya 26 orang yang awalnya ada 36 orang. Hari ini pun ada beberapa yang masih bertahan tetapi tidak masuk dikarenakan izin dan sakit. Seperti Mira, ia izin karena masih harus diperiksa lebih lanjut mengenai kondisi lengannya yang patah.

Pelajaran dimulai, kali ini pelajaran pertama adalah IPS. Semua murid nampak fokus memperhatikan bu Raisa menjelaskan materi.

BRAKK!!

Suara benturan yang keras entah dari mana asalnya mengedarkan pandangan serta pendengaran semua orang.

Semua murid tersentak ketika sedang fokus memperhatikan bu Raisa yang tengah menjelaskan materi. Suara keras terdengar begitu menggelegar hingga beberapa murid yang ada di dalam kelas mulai bertanya-tanya.

Suara benturan itu sangat keras, seperti barang jatuh dari ketinggian yang menghantam permukaan tanah.

Aaakh!!!

Kali ini suara teriakan yang menggema, semua murid berhamburan keluar kelas untuk melihat apa yang baru saja terjadi.

Praanggg!!!

Dan lagi-lagi suara yang begitu menggelegar terdengar kembali. Namun, kali ini jendela kelas XII-1 pecah akibat dihantam benda keras. Kaca berserakan dimana-mana.

"Woi! Apaan itu?" Gilang menunjuk sebuah benda yang diduga adalah batu. Di batu tersebut tertempel sebuah kertas.

Semua orang membulatkan kedua bola matanya sempurna tatkala melihat penampakan seorang siswa yang tergeletak di lapangan sekolah dengan darah yang mengalir di sekitar tubuhnya.

Gavin Gustama, sungguh nahas nasibnya, ia meninggal setelah tubuhnya menghantam luasnya lapangan dan ditonton oleh banyak orang. Dilihat dari posisinya Gavin baru saja terjun dari ketinggian.

"Ada apa sih?" Arin yang baru kembali dari perpustakaan langsung bertanya-tanya pada semua teman-temannya. Arin bingung karena semua murid menunjukkan raut wajah terkejut setelah melihat ke arah lapangan.

Arin melotot. "G-Gavin ...?"

***

Jasad Gavin telah dilarikan ke rumah sakit untuk proses autopsi, mengingat bagaimana kejadian yang begitu mengerikan tentu saja membuat pihak sekolah memutuskan untuk mengautopsi korban, tentu dengan persetujuan dari kedua orang tua korban

Dua hari kemudian, pihak sekolah mendapat kabar dari kepolisian dan bahwa Gavin tidak melakukan bunuh diri, melainkan dibunuh.

Sebelum tubuh Gavin menghantam permukaan tanah, bagian dadanya ditusuk oleh benda tajam seperti pisau kecil sehingga mengeluarkan banyak darah, dan saat itulah Gavin sudah menghembuskan napas terakhirnya, setelah dibunuh korban sengaja didorong dari ketinggian hingga tubuhnya menghantam tanah, dan seolah-olah ia telah melakukan bunuh diri.

Mendengar kabar tersebut teman-teman Gavin hanya bisa meratapi sang teman yang telah tiada untuk pergi selamanya. Yang paling tak bisa terima atas kematian Gavin adalah Gilang dan Leo, karena mereka berdua merupakan teman yang sangat dekat dengan Gavin.

Proses pemakaman jasad Gavin akan dilakukan keesokan harinya di tempat yang sama dengan tempat peristirahatan terakhir Resa.

Ketika tiba di rumah usai pulang sekolah, Arin bergegas mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu berniat untuk istirahat sebentar sebelum kembali belajar.

Mengenai kejadian yang menimpa salah satu teman sekelasnya hari ini, ia sungguh tak habis pikir jika nasib Gavin akan setragis itu. Meninggal dengan cara dibunuh adalah cara mati yang paling ditakuti semua orang, termasuk dirinya. Untuk saat ini ia masih santai menanggapi semua hal yang terjadi, mulai dari kematian Chandra dan Resa yang sangat berdekatan, teror kelas, kecelakaan yang menimpa Mira, hingga di titik yang begitu mengejutkan yakni Gavin dibunuh dengan cara keji. Tak hanya ditusuk menggunakan senjata tajam, tetapi dijatuhkan dari ketinggian rooftop sekolah, sungguh perbuatan yang sangat kejam.

Ketika ia hendak membuka halaman pertama pada buku yang baru dipinjam dari perpustakaan, gawainya berdering menandakan seseorang telah menghubunginya. Arin merogoh gawainya dan tertera nama orang yang sedang menghubunginya.

***

AKHIR 12 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang