MALAM MENCEKAM 1

437 59 84
                                    

Hari sudah menunjukkan waktu malam, namun belum terlalu larut sehingga Agas memilih untuk bersantai di kamarnya sembari menyeruput sekaleng soda. Terlewat bosan ia pun merogoh ponsel yang berada tepat di atas meja belajar lalu memainkannya, sekadar scroll sosial media.

Agas ingin menenangkan pikirannya yang kalut akibat pertemuannya di kafe bersama teman-temannya, yang bisa dibilang gagal total. Rencana untuk mengembalikan pertemanan kini berubah menjadi bencana yang lebih mengkhawatirkan. Ia benar-benar tak bisa tenang sejak Chandra dibunuh, lalu secara bergantian teman-teman yang lain juga menyusul.

Bahkan di rumah yang dianggap aman terasa berbahaya, seolah ada seseorang yang sedang memantau setiap pergerakannya dan bisa membunuhnya kapan saja.

Tok! Tok! Tok!

Agas tersentak mendengar suara ketukan jendela kamarnya yang hampir membuatnya terkena serangan jantung.

Agas mengatur detak jantungnya yang kini masih tidak beraturan. Ia melirik jam dinding, mendapati waktu yang sudah menunjukkan 21:15. Ia menggeleng berusaha untuk tidak memikirkan hal yang aneh-aneh. Trauma mendalam akibat kasus kematian teman-temannya membuatnya sangat was-was.

"Gas, bukain jendelanya!" Suara yang begitu familiar terdengar, lalu diikuti suara ketukan jendela juga mulai terdengar.

Agas meletakkan kaleng soda di atas meja belajar lalu berdiri dan berjalan menuju jendela untuk membukakannya.

"Leo?"

Agas terheran melihat kedatangan Leo di rumahnya, yang lebih mengherankan, temannya itu lewat jendela kamar Agas.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." Leo megalihkan pertanyaan Agas.

Agas mengernyit bingung.

"Ini tentang pelaku, dia memang ada di antara kita." Ungkap Leo.

Agas tersentak. "Jadi, lo udah tau siapa pelakunya?"

"Iya, makanya gue datang ke rumah lo. Maaf gue lewat jendela kamar lo, soalnya gue tau satpam di depan nggak akan bukain gerbangnya." Kata Leo meyakinkan Agas.

"Lo bisa telpon gue, Le. Nggak perlu lewat jendela gini, kayak maling aja."

"Hape gue lowbat."

"Jadi lo panjat pagar taman rumah gue, Le?"

"Iya."

Agas menghela nafas, sebenarnya ia ragu mau membicarakan pelaku pembunuhan yang ada di antara mereka saat ini, tetapi karena Leo sudah datang ia tak mungkin mengusirnya bukan?

Agas menggeser posisinya dan mengizinkan Leo untuk masuk ke dalam kamarnya, lalu menutup jendela tanpa menguncinya kembali. Entah lupa atau memang dibiarkan begitu saja.

"Mau minum apa?"

"Nggak usah, Gas," tolak Leo ketika telah duduk di atas ranjang besar milik Agas. "Gue mau langsung ngomong aja."

Agas pun mengurungkan niatnya untuk mengambilkan minuman dan duduk di atas ranjang sisi kanan, berdekatan dengan Leo.

"Jadi, siapa pelakunya?" Tanya Agas tanpa basa-basi.

"Sebelum itu gue mau tanya, lo curiga sama siapa?" Tanya Leo sebelum menjawab pertanyaan Agas mengenai siapa pelaku yang sebenarnya.

"Apa?"

"Pembunuh itu, lo pasti curiga kan sama salah satu dari kita? Cuma, lo nggak pernah mau ungkapin yang sebenarnya."

Agas nampak berpikir untuk menjawab dari pertanyaan Leo barusan. "Gue curiga sama Aley." Agas berterus terang.

AKHIR 12 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang