Angin kumbang bertiup dari utara, arah laut lepas. Gumpalan awan yang sangat gelap bergerak bersama ratusan burung gagak. Seolah, ratusan mayat akan bergelimpangan hari ini. Kertas-kertas selebaran yang tertempel di berbagai sudut puing-puing bangunan terbang ke sembarang arah. Ketika semua fokus pada pemandangan langit, Okki terusik oleh kertas yang terhenti di pijakannya. Ia mengambil lalu mendapati apa yang terpampang seseorang yang ia kenal.
“Sepertinya akan turun hujan,” ujar Toni sebagai aba-aba untuk mempercepat langkah.
“Kenapa kita harus berjalan seperti kuda?” gerutu Athena ditengah-tengah perjalanan ketika memasuki suatu kampung di pinggiran kota.
“Kenapa kau selalu mengeluh?” timpal Yosep kesal, sebab luka gigitan gandharwa pada leher belum sepenuhnya kering. Terkadang, ia berusaha menyembunyikan nyeri dari balik selimut. Seharusnya ia-lah yang mengeluh. tidak, ia tidak mau menjadi beban perjalanan setelah apa yang Jihan lakukan untuknya.
“Ini semua karena kita terlalu percaya padanya, kalau saja dia tidak menyembunyikan antivirus itu dari kita. Orang-orang tidak akan mengejar begini.” yang Athena maksud adalah Jihan.
Telinga Jihan panas. Kata-kata yang keluar dari mulut Athena bak lidah api yang menjilat daun telinganya. Menggelitik pikiran supaya meninggalkannya saja. Ia balik badan, berjalan dengan tatapan marah. Lidah api berpindah ke tangannya. Ia menarik kemeja Athena, lalu mengangkatnya sembari melotot.
“Jika kau ingin selamat, jahit mulutmu. Jika kau ingin mati, tidak perlu mengikutiku. Aku tidak punya kata-kata halus untuk menegurmu lagi.”
“Eh, sudah sudah!” Dewangga datang melerai.
Suara gemuruh Habang Bosi (Pesawat tempur terbaru produksi Kasimo) di langit terdengar mendekat.
“Kalian dengar?” Okki yang pertama menyadarinya.
Mereka berlarian menuju bangunan bekas gereja, satu-satunya bangunan yang terlihat aman dan masih memiliki atap. Dewangga telah sampai terlebih dulu di depan pintu, ia terlihat kepayahan membukanya seperti terkunci dari dalam. Toni datang langsung menendang kencang, lalu mereka berdua menendang secara serentak dengan kekuatan maksimal. Sudah beberapa kali menendang, tidak terbuka juga. Sementara itu, Habang Bosi semakin merendah hendak mendarat di sebuah lahan kosong tak jauh dari gereja.
“Pesawat itu mau mendarat.” Yosep berkata panik.
Jihan melepaskan senapan yang terkalung di bahunya.
“Minggir!” katanya pada Dewangga dan Toni.“Tunggu! mereka akan mendengarnya!” cegah Okki.
Jihan memahami maksud Okki, sebelum ia menarik tali, ia sudah memikirkan bahwa; mungkin saja bunyi tembakan akan terdengar. Namun, suara pesawat itu lebih kencang, mereka yang menumpanginya tidak akan mendengar suara lain selain bising pesawat itu sendiri. Dalam satu tembakan, jihan mampu menghancurkan mortise lock pintu tersebut. Lalu tanpa aba-aba Dewangga dan Toni mendobrak lagi. Pintu itu akhirnya terbuka, saat semuanya sudah masuk, Shami menutup kembali pintu. Mereka tercengang melihat wajah-wajah ketakutan di hadapan mereka. Para penyintas yang tengah bersembunyi. Kebanyakan orang sudah lanjut usia, para orang tua, beberapa anak kecil. Dan, ada satu pemuda yang nampak jadi pelindung mereka. Lusuh, berambut gondrong, yang menarik, ia membawa golok di tangan kanannya, yang siap dilemparkan ke arah dada salah satu genk Jihan. Bola matanya melirik kanan-kiri seolah memilih mana yang pantas menanggung akibat menerobos masuk, dan merusak pintu.
Tatapan matanya berhenti pada pemegang senapan, yakni Jihan. Dewangga dan yang lainnya perlahan menggerakkan tangan mengambil senapan masing-masing.“Beraninya kalian merusak pintu!” Pemuda itu marah.
Tanpa basa-basi, Jihan menodongkan senapan ke dadanya, itu mengingatkan Toni pada pertemuannya dengan Jihan dulu. Gadis dingin penuh keberanian.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAJANAMI [ON GOING]
Science FictionKehancuran sedang melanda dunia dengan datangnya berbagai bencana dan virus mematikan bernama Sufal. virus yang akhirnya bermutasi menjadi ganas. membuat kesadaran manusia perlahan hilang, kemudian menjadi manusia kanibal dan berakhir menjadi monste...