Orang Yang Sangat Berharga

40 23 2
                                    

“Jihan, kau baik-baik saja?” tanya Toni pada Jihan setelah terjadi kejar-kejaran dan baku tembak yang menegangkan. Sementara Jihan hanya menjawab dengan sebuah anggukan.

Toni memakirkan jeep di pinggir jalan beraspal setelah melewati medan jalan berbatu selama dua jam menuruni gunung. Kini, cuaca sedang tidak bagus. Nampak langit berawan tidak mendung, hanya awan-awan putih bergumpal memblokir cahaya matahari. Sehingga sedikit susah menentukan arah mata angin. Hal itu bukanlah menjadi masalah besar bagi Jihan, ia masih membawa kompasnya yang ia simpan di kantong depan ranselnya.

“Apa sebaiknya kita mencari tempat yang aman malam ini disekitar sini?” Atena menyandar di bamper jeep menyarankan.

“Tidak, kita terus bergerak sebelum gelombang manusia kabinal dari timur datang menghampiri kita.” Jihan menyanggah.

“Apa maksudmu gelombang dari timur?” Okki bertanya penasaran.

“Sufal terparah yang melanda beberapa tahun terakhir berada di Timur. Karena di barat lebih aman, aku rasa itu alasan mereka membangun Rajanami di barat bukan di timur. Perlahan, sufal bermutasi lebih berbahaya. Dalam hal ini sufal sudah mengendalikan 50% otak manusia, sehingga mereka menjadi manusia kanibal. bagaimana jika 100% dan mereka tidak mati? Kalian bisa bayangkan? Mereka lebih parah dari mayat hidup. Mereka akan menjadi monster.” Jihan menghela nafas, menatap mata cemas teman-temannya.
“Untuk itu, kita harus segera sampai di Rajanami. Kita tidak bisa membiarkan baik manusia kanibal ataupun Mbalelo menangkap kita.”

“Baiklah, aku akan mengisi bahan bakar dulu.” Kata Dewangga berjalan mengambil derigen dan selang. Ia segera membuka flap yang berkarat kemudian membiarkan tangkir terisi penuh dengan solar.

“Jihan, kau mengubah rencana bukan?” Toni bertanya dengan pertanyaan tersirat bahwa; rencana awal Jihan adalah berjalan melewati kaki-kaki gunung. Sedangkan saat ini mereka memiliki kendaraan yang bisa memotong banyak hari. Namun, Toni bertanya-tanya sendiri rute mana yang akan dipilih Jihan.

“Ah, aku rasa rencana telah berubah.” Jawab Jihan membuat yang lain penasaran.

“Apa maksudmu?” Okki bertanya.

“Rencana awalku adalah berjalan kaki sendiri dengan rute kaki-kaki gunung dan perkampungan kecil yang lebih aman. Karena waktu kita tak banyak, dan kita juga memiliki kendaraan dan persenjataan sekarang. Jadi…” Jihan berhenti sejenak.
“Jadi?” Okki menimpali. “Jadi.. kita akan melewati rute yang berbahaya. Jalur utama. Jika tidak ada hambatan yang berarti, perkiraan dalam dua minggu kita sudah sampai Rajanami.”

Tampak Atena menyilangkan kedua lengannya dan nyengir sambil memalingkan wajah seperti sedang menegejek.

“Kau kenapa?” Yosep bertanya ingin tahu maksud dari ekspresi Atena.

“Paman Noto tidak akan membunuh kita. Kenapa kita tidak berpura-pura saja tertangkap lalu melarikan diri jika sudah dekat Rajanami?” Atena menjelaskan.

“Atena, mungkin mereka tidak akan membunuhku karena aku berguna. Tapi apakah paman Noto membiarkan kalian hidup setelah kalian berkhianat?” jawab Jihan dengan sebuah pertanyaan logis.

“Ah, kalau menurutku...” Toni yang melihat situasi sebelum memanas menjadi perdebatan sengit segera buka suara untuk menengahi. “diantara kita semua belum ada yang pernah ke kota itu bukan? Dan hanya Jihan yang lebih tahu banyak tentang kota itu. Sebaiknya kita mengikuti saja perkataannya,” toni beralih pandangan fokus ke Jihan.

“Sebaiknya kau buka petamu, mari kita diskusikan rutenya!” ajak Toni sebagai pembuktian bahwa; Jihan lah yang lebih banyak mengenal Rajanami. Jihan menunduk sebentar kemudian mengambil petanya di ransel yang terduduk di jok belakang.

“Kita akan melewati rute ini,” Jihan menunjuk jalur utama pantai utara menuju Jakarta. Semua mata memandang tidak yakin.

“Apa menurutmu ini pilihan yang tepat?” Dewangga bertanya.

“Bahan bakar yang kita miliki tidak cukup sampai di Jawa Barat jika melewati jalur pegunungan, Aku perkirakan dengan sisa bahan bakar yang ada kita bisa sampai di Jakarta.”

“Kau bercanda?” Yosep bertanya ragu. “Apa kau ingin membawa kami ke sarang sufal?” sambung Yosep berprasangka.

“Tenanglah, aku sudah menyiapkan rencana ini sebelumnya. Aku tahu kita harus melintas jalan yang mana.” Jawab Jihan.

“Kalian dengar itu kan? Sebaiknya kita bergegas!” Kata Toni berusaha meyakinkan.

“Jihan, jangan sampai kau hadapkan kami dengan segromblan manusia kanibal.” Atena  berbicara dengan mimik tidak menyenangkan. Sementara jihan hanya diam menahan rasa sedikit kesal. Baginya atena terlalu berisik.

◼◼

Ruangan baseman itu tampak gelap, hanya ada cahaya lilin yang batangnya telah banyak meleleh ke meja. Dalam remang-remang goyangan cahaya lilin itu, sudah terduduk sosok berbadan besar di kursi depan meja dengan wajah murung menatap lantai. Memegang gelas titanium berisi arak. Sosok itu adalah Letnan Budi. Sambil minum-minum ia memikirkan pembicaraannya melalui sambungan radio beberapa jam lalu dengan I Gede Putu agar segera menemukan Anusy Jihan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Kalau tidak, keluarga Letnan Budi yang tinggal di distrik lima akan menanggung akibatnya.

Tugas mencari Jihan ditugaskan oleh I Gede Putu kepada letnan sudah sekitar dua bulan lalu, sebulan setelah kepergian Jihan meninggalkan rumah. Disana, lereng gunung kawi, Letnan Budi hanya mendapati rumah kosong dan menemukan baseman laboratorium profesor Malik dengan telat. Ada penyesalan seharusnya ia memeriksanya waktu itu, waktu dimana Letnan Budi membawa profesor Malik dari rumahnya. Kalau bukan karena profesor adalah aset penting I Gede Putu, letanan Budi sudah menghabisinya karena telah memalsukan kematian putrinya.

Kini, Letnan Budi harus menjalani tugas bagai mencari jarum di gudang yang penuh jerami. Bagaimana bisa menemukan gadis itu di pulau jawa yang luas ini. bisa saja gadis itu bersembunyi di gunung yang sunyi hingga tak ada yang menemukannya, atau gadis itu berhasil menyebrangi lautan mengungsi ke sebuah pulau terpencil bergabung dengan penyintas-penyintas lain? Atau juga gadis itu telah mati di makan oleh manusia kanibal. Sedangkan I Gede Putu tidak mau tahu bahwa; Letnan Budi harus kembali ke rajanami dengan membawa Jihan hidup-hidup atau keluarganya akan dilenyapkan.
Letnan Budi menenggak minumnya sambil terpikir kembali bahwa; Ia telah mengantongi Informasi yang didapat melalui interogasi sengit dengan sedikit kekerasan kepada seorang penjaga, hingga anak dari penjaga itu datang menolong dan mengatakan Jihan telah meninggalkan rumah berjalan menuju Rajanami. Penjaga yang selama ini menjadi tempat jihan bernaung semenjak ayahnya pergi, penjaga dari keluarga yang sudah turun temurun melayani keluarga Al-Ghazali. Dari informasi itu, Letnan Budi telah melakukan pengejaran bersama beberapa anak buahnya menuju barat. Namun, hingga tiga bulan lamanya belum membuahkan hasil.

Letnan Budi masih terngiang-ngiang ancaman I Gede Putu di sambungan radio “Kau hanya punya waktu satu bulan untuk menemukannya. Kalau tidak, keluargamu akan aku hanyutkan di sungai Cigenter.”
Sungai Cigenter, alamnya dikenal sangat liar. orang yang menyusuri sungai bisa melihat ular phyton melingkar di dahan atau ranting pepohonan, atau kepala buaya mengembul di air sungai. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi apabila I Gede benar-benar menghanyutkan keluarga Letnan Budi ke sungai dengan kano hidup-hidup. Sebelum meninggal, mereka akan kelaparan dan bertemu hewan-hewan liar yang berbahaya.

Dalam lamunannya yang panjang, seseorang lelaki dengan penampilan lusuh membuka pintu tanpa mengetuk. Letnan Budi langsung berdiri terkejut mengakhiri lamunannya. Nafas  lelaki itu tersengal-sengal seperti habis mengikuti lomba lari cepat, ia menunduk-nunduk memegang lututnya sembari berusaha mengatur nafas dan setumpuk kata yang ingin segera ia utarakan.
Lelaki itu membuka-buka mulutnya gagap dengan tangan kanan menunjuk-nunjuk ke belakang. Sesekali menelan ludah tidak jelas apa yang akan ia lakukan dulu. Mengatur nafas atau berbicara dulu.

“Ada apa?” Letnan Budi bertanya dengan nada teriak. Lelaki itu terhenyak mendegar teriakan letnan.

Setelah menunggu beberapa saat menunggu, lelaki itu lebih tenang terduduk di kursi.
“Katakanlah ada apa?” tanya letnan budi lebih lembut dari sebelumnya.

“Letnan, saya membawa kabar yang sangat penting tapi manusia kanibal hampir saja memakan saya.”

“Kabar apa, katakan!” ujar Letnan Budi tidak sabar.

“Di barat, ada kelompok pemberontak yang bergerak menuju Rajanami. Kelompok itu menjuluki nama mereka dengan Mbalelo.”

“Pada awalnya, di markas kota terdengar gemuruh kendaraan melintas. Saya tidak berani menghadang mereka karena jumlah mereka ratusan, bahkan pasukan itu dipersenjatai dan menggunakan ikat kepala bergambar pewayangan. Saya sangat yakin Selama ini mereka dilatih oleh profesional. Saya menyamar menjadi salah satu anggota mereka lalu mengikuti pergerakan mereka dari jawa tengah ke barat. Hingga mereka berhenti disebuah markas besar bekas pabrik.”

“Saya mendengar putri profesor Malik sebelumnya bergabung dengan anggota Mbalelo. Namun, gadis itu kabur setelah pimpinan Mbalelo juga mengincarnya.”

“Siapa nama pimpinan pasukan itu?”

“Mereka memanggilnya Paman Noto atau Notonegoro Kuncoro.” Setelah  mendengar lelaki itu menyebut nama pemimpin pemberontak, lantas Letnan Budi menggebrakan gelas minumnya ke atas meja yang sedari tadi diam di depannya. Lantas air menyeruak tercecer di meja dan lantai.

“Kita ikuti mereka.” Ujar Letnan Budi penuh energi baru yang membara.

◼◼◼

Publish 08-08-2020

RAJANAMI [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang