Distrik Enam

55 32 1
                                    

"Neni, kau punya menu jus baru.?” Tanya alex basa-basi.

Neni namanya, pemilik kedai outdoor yang nyaman itu. Usianya tiga puluhan beda beberapa tahun lebih muda dari alex. Rambutnya ikal panjang mengembang. Selalu mengenakan dress warna-warna dan dandanan feminim. Neni selalu memperhatikan penampilan dari segi apapun. Pantas saja dulunya neni adalah seorang aktris drama. Walaupun drama-drama yang dibintanginya tidak terlalu terkenal.

“Tidak ada menu baru, Alex.” Neni mengelap meja barnya.

“Buatkan satu jus yang berbeda untukku, khusus hari ini neni.” Alex menggoda.

Tangan neni mengetuk-ketuk dagu, matanya melirik ke kiri atas seraya berkata “Mmmm… Baiklah, tapi kau harus menghabiskannya yah.”

“Tentu,” Alex tersenyum senang.

Profesor malik dan dokter johan sedang menikmati makan malamnya di bawah pepohonan pinus dan lampu-lampu yang menggantung. Di distrik enam, jarang sekali ada daging, bahkan hampir tak ditemukan orang-orang memakan daging kecuali ada hari besar. Kambing dan hewan peliharaan lebih banyak di distribusikan ke pusat kota, untuk oran-orang kaya.

Menu makannya berupa sup berbagai sayuran seperti wortel, kubis, parsley, dan isian jamur tiram bersanding ubi. Tidak ada nasi, stok nasi terbatas dan lagi-lagi hanya didistribusikan ke pusat kota rajanami.

“Itu kekasih alex?” Profesor malik bertanya seraya memandang alex dan neni di meja bar kedai.

“Saya rasa iya prof, alex selalu mengajak saya ke kedai ini. tidak pernah di tempat lain.” Dokter johan menyerutup dari mangkok sisa kuahnya.

“Ini tuan jusnya.” Segelas jus berwarna hijau ia taruh di depan alex.

“Kau namakan apa jus ini?” Alex penasaran.

“Mmm.. aku rasa Samudera Hijau cocok dengan minuman yang satu ini.” kata neni manis.

“Kenapa?”

Green Juice, sesuai warnanya hijau. Lalu samudera, samudera itu luas, banyak dan besar. Semudera menggambarkan banyaknya jumlah kandungan yang ada di dalam jus ini. seperti, lutein, isothiocyanates, isoflavones, dan vitamin K. kandungan-kandungan itu bisa menyokong kesehatan tulang dan memperlancar peredaran darah. Yang ini yang paling penting…” neni mendekatkan wajahnya ke alex. “jus ini juga bisa meningkatkan imunitas tubuh agar terhindar dari virus,” Alex sedikit gugup.

“Kau tampak ahli dalam hal ini.” alex memuji kemudian neni memundurkan wajahnya.

“Yah… bagaimana tidak. Dulu aku sering diet dengan jus-jus buah dan sayuran sebagai tuntutan pekerjaan sebagai aktris, tubuhku harus selalu proposional tidak boleh gemuk.” Pungkas neni.

“Kalau boleh tahu, siapa yang bersama kakakmu itu?” dagu neni menunjuk ke professor malik. Alex menoleh ke belakang.

“Dia profesor malik, penemu antivrus.” Alex tidak menyimpan rahasia pada neni. Alex selalu menjelaskan apa adanya segala sesuatu mengenai dirinya, bahkan alex tak segan menceritakan profesinya sebagai tukang pukul.

“Untuk apa dia kemari?” Tanya neni penasaran.

“Kami hendak bertemu Pak nugroho. Kau… tahu sesuatu yang aneh baru-baru ini disini?” Alex mengulik informasi.

“Mungkin.. pria yang keluar dari tembok itu dan terinfeksi.” neni berkata pelan.

“Bagaimana dia bisa keluar, tembok itu setinggi tiga puluh meter. Bahkan sunami saja tak mampu melewati tembok.” Alex heran. Neni keluar dari area bar nya, ia melangkah keluar bar dan duduk di sebelah alex.
“Katanya pria itu lewat jalan rahasia. Aku rasa pak nugroho terlibat dalam hal ini.”

Malam di distrik enam terasa sangat damai. Orang-orang menghabiskan waktu di luar rumah gubug-gubug mereka untuk berkumpul. membawa makanan dalam baskom-baskom seperti ubi-ubian, buah-buhan, serta minuman hangat. Semua berbaur tua muda di jalan-jalan dengan gelaran tikar. anak-anak berlarian saling kejar, bermain petak umpet. Penduduk distrik enam hidup bagaikan dunia tidak sedang terjadi kekacauan. Seperti sudah melupakan kehidupan di luar tembok. Professor malik dan dokter johan terperangah melihat pemandangan itu. Pemandangan yang tidak ada di covak tower.

Mereka berjalan tanpa ada yang menghiraukan. Saat Professor malik berjalan melewati gadis muda duduk bersama teman-temannya, wajahnya mirip sekali dengan anusy jihan. Seolah gadis itu sedang tersenyum padanya. Akan tetapi itu hanya halusinasi sang profesor. Jelas bukan jihan, jihan yang sekarang sedang berada disuatu tempat berjarak enam ratus kilometer darinya.

Setelah menyusuri kampung, alex berhenti di halaman sebuah bangunan terbuat dari kayu jati dan kayu geluguh kombinasi bambu-bambu. Hampir mirip seperti rumah joglo, atau memang di desain seperti rumah joglo. Dibanding dengan bangunan lain yang terbuat dari anyaman-anyaman bambu di seluruh kampung, bangunan ini terlihat mewah. Jika dulu di sebuah kampung terdapat balai desa sama halnya di distrik enam bangunan ini adalah pusatnya distrik.

Di dalamnya tinggal seorang yang sangat di hormati para penduduk. Seseorang yang telah melatih penduduk untuk bertani dan berkebun. Ketua distrik, pak nugroho namanya.

“Apakah kita sudah sampai, Lex?” dokter johan bertanya.

“Iya ini tempat pak nugroho.”
Alex mengetuk pintu, seseorang pria seusianya membukanya. “Ada yang bisa dibantu?” pria itu berkata ramah.

“Kami.. hendak menemui pak nugroho.” Jawab alex.

“Baik silahkan masuk!” Pria itu mempersilahkan mereka duduk di ruang tengah dengan dudukan lesehan di atas lantai kayu. Dinding dipenuhi foto-foto pak nugroho dan beberapa orang penduduk distrik enam pada saat membangun rumah-rumah, menggarap ladang, perkampung yang masih kosong, dan sederet foto-foto yang menunjukkan kemakmuran hidup di distrik enam. Dari sekian foto yang terpajang, tidak ada foto satupun yang menunjukkan pak nugroho dengan keluarganya.

Seorang pria paruh baya muncul dari ruang lain. Kumisnya tidak terlalu tebal, tidak terlalu tipis. Wajahnya sedikit berkerut namun matanya teduh memancakan kewibawaan. Pakaiannya sederhana kemeja polos warna abu-abu dan celana hitam.

Pria itu duduk menyila. “Suatu kehormatan seorang profesor malik bertamu ke gubug kami. Senang bertemu dengan anda, Prof.” pria itu, pak nugroho menjabat tangan. Profesor malik diam sejenak mencerna keadaan bagaimana pak nugroho mengenalinya bertemu saja belum pernah. Mungkin saja reputasinya sudah menyebar ke seluruh kota, wajahnya bisa dikenali dengan mudah.

Profesor menjabat tangan pak nugroho diam sedikit ragu. Dokter johan langsung memperkanalkan diri. “Pak nugroho saya dr johan dan ini.. teman saya alex.”

“Senang bertemu dengan anda, Dok.” Jawab pak nugroho ramah seraya menjabat tangan dr johan.

Lelaki yang membukakkan pintu datang kembali menyuguhkan teh hangat. Ia menuangkannya ke cangkir-cangkir keramik. Profesor malik memulai permbicaraan setelah cangkir terakhir terisi dan lelaki itu kembali ke belakang.

“Mmm.. saya tidak menyangka kalau pak nugroho ternyata mengenali saya.” Profesor malik mengutarakan rasa terkejutnya.

“Bagaimana kami tidak mengenali profesor yang telah menyelamatkan salah satu warga kami.” kata pak nugroho.

“Apakah yang bapak maksud pasien kami, deni?” dokter johan menyimpulkan.

“Benar, Dok, kabar profesor yang telah menyuntikkan antivirus ke deni cepat menyebar ke seluruh distrik ini,” jelas pak nugroho.

RAJANAMI [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang