Jihan Anusy

60 36 1
                                    

Tak lama, paman noto menaruh cerutu itu di dalam asbak. Dan berkata “Kita harus menemukan putri profesor itu lebih dulu.”

Jihan berjalan cepat setengah berlari pergi meninggalkan balkon, menaiki tangga lantai tiga. Ia kembali ke ruangan istirahat dimana ia meninggalkan perlengkapannya disana. Ia memastikan ranselnya yang berisi antivirus, buku catatan ayahnya, dan peta menuju rajanami tidak jatuh ke tangan orang lain. Itu adalah barang-barang yang bisa mengungkapkan siapa dia sebenarnya.

Satu lagi, dewangga, dia belum berbicara kepada dewangga. Namun jihan yakin dewangga tahu profesor malik yang di maksud mata-mata itu adalah ayah jihan. Terlebih sikap jihan yang meninggalkan mereka begitu saja setelah mendengar percakapan si lelaki dan paman noto.

“Jihan…” Toni yang semula berdiri, berjongkok agar pembicaraan tidak di dengar siapapun.

“Kita harus harus pergi sekarang juga!” Ajak jihan sembari melipat selimut katun milik toni.

“Tenanglah! Teman-teman yang lain akan curiga, kita pergi saat semua sudah tertidur.” Jihan mengangguk, duduk menyandar ke tembok.

“Hei teman-teman, kalian merasa ada yang aneh tidak dengan jihan barusan?” Okki mulai curiga dengan sikap aneh jihan saat mereka berjalan menuju ruang istirahat. Sementara dewangga menemui paman noto di ruangannya.

“Kau terlalu mengada-ada.” Yosep menimpali.

“Kalian berdua jangan berisik, tidurlah. Jika curiga awasi mereka dengan diam.” Atena berbaring masih kesal mengingat adegan dimana dewangga menatap jihan tanpa berkedip.

Okki berbaring miring melihat ke arah Jihan dan toni yang sedang berpura-pura sudah tertidur.

JIhan dan Toni saling pandang dalam sinar temaram yang menyorot dari jendela. Diam seribu bahasa, padahal di dalam hati jihan berisik, saling bertengkar seolah dia memiliki banyak hati. ‘Jihan, pria yang dihadapanmu itu selalu ingin melindungimu, sepertinya dia menyukaimu. Apa kau tidak mau mencoba membuka hati  untuknya?’, ‘Iya beri dia kesempatan jihan’ sahut suara lain. ‘Kalian semua pergilah! Jangan berisik. Aku sedang memikirkan ayahku!’. ‘Kau bohong!’. ‘Pergi!’.

Toni ingin memeluk jihan, ingin sekali. Namun dia khawatir dianggap lancang lagi. bisa-bisa kedua kakinya akan di injak lagi, atau kepalanya dipukul dengan sepatu. Jihan yang dingin, jihan yang galak. Kelakuannya tampak manis dihadapan toni.

Matanya indah walau dalam kegelapan sekalipun. Bak malam bulan purnama. Begitu bersinar indah, membuat siapa yang menatapnya tak ingin berkedip melewatkan.

“Paman siapa mereka?” tanya dewangga. Paman noto duduk di kursi kerja membelakangi dewangga.

“Oh paman lupa beritahu, itu anggota mbalelo yang menjaga pos radio di kota.” jawab paman noto.

“Kita harus lebih dulu mendapatkan putri profesr Malik!” sambungnya.

Dewangga nampak gusar. “Siapa professor malik itu?”. Tanyanya memastikan.

“Orang yang berharga, antivirus itu ada di tangannya. Bersiaplah besok kita akan menugaskan beberapa kelompok kecil untuk mencari Anusy Al-Ghazali.” Mata dewangga melotot di kegelapan tercengang. ‘Anusy? Anusy Jihan Al-Ghazali?’.

Ya, itulah nama lengkap jihan, ia selalu menggunakan nama tengahnya sebagai nama panggilan, sehingga tak banyak yang mengetahui nama depannya. Dewangga menciut, ia mondar-mandir di balkon luar mencari ide apa yang harus dilakukannya.

“Toni bagaimana dengan lukamu?” masih dalam keadaan saling tatap.

“Sudah sembuh, hanya tinggal bekasnya saja.”

“Syukurlah.”

“Aku jadi tahu mengapa antivirus itu harus tetap dirahasiakan.” Toni berkata, Jihan hanya tersenyum menanggapi.

“Jihan, kau percaya padaku?” tanya toni serius.

“Akan kucoba.” Jawabnya dalam kegelapan.

“Kamu harus. Kita tidak tahu di luar sana apa saja yang akan kita hadapi. Bisa saja manusia-manusia kanibal telah menunggu kita. Aku minta kamu percaya padaku. Aku akan melindungimu.”

“Terima kasih ton.”

Jihan dan Toni enggan memejamkan mata. setelah lewat tengah malam, mereka pergi mengendap-endap dalam kegelapan, keluar dari pintu belakang. Okki yang memang sudah mencurigai, masih terjaga. Okki melihat mereka membawa tas, itu artinya mereka berdua akan pergi. Okki memberesi barang-barangnya. lalu membangunkan atena dan yosep.

“Hei, bangun Jihan dan Toni Pergi bawa tas.” katanya setengah berbisik.

“Ada apa?” yosep menguap masih setengah sadar.

“Bukankah ini kesempatan kita untuk pergi juga? Aku tak mau berperang!” seru okki.

“Cepatlah yosep!” Yosep masih berusaha membuka kedua matanya yang masih lekat. Sementara anggota mbalelo yang lain masih tertidur. Mereka bertiga berjalan mengendap, hampir saja si ceroboh yosep membangunkan seseorang karena menyenggol kakinya. Untungnya orang itu tak bangun lantas melanjutkan dengkurannya.

Dewangga yang terduduk di balkon melihat dua orang mengendap-endap dari dalam ruang istirahat. Ia mengikutinya dalam bayang-bayang. Ketika sudah keluar gedung, ia mengetahui siapa dua orang tersebut. tak lain tak bukan jihan dan toni.
“Kalian mau kemana?” Tanya dewangga yang menghentikan jalan mereka. Jihan diam tidak menoleh.
“Jihan aku sudah tahu!” toni memegangi tangan jihan, bersiap berlari.

Atena, Yosep, dan Okki melihat adegan dewangga memergoki itu. Mereka bertiga sembunyi di balik tembok.

“Jangan lari, aku akan membantumu, Anusy!” sudah lama sekali, jihan tak mendengar orag lain memanggilnya anusy.

“Siapa anusy?” tanya toni pelan.

“Aku.” Jihan menjawab.

“Mereka mencari anusy bukan jihan.” Jihan melepaskan tangan toni, ia berbalik, berjalan kehadapan dewangga.

“Apa maksudmu?” tanya jihan padanya.

“Mereka mencari Anusy nama depanmu, bukan jihan. Paman tidak akan mudah menemukanmu.” Dewangga meyakinkan.

“Tapi aku tetap harus pergi!” kata jihan lagi.

Kecoroban yosep lagi-lagi membuat kegaduhan. Saat ia menjinjitkan kakinya mengintip, ia terpeleset dari gundukan material.
“Siapa?” dewangga mengeluarkan pisaunya, menodong ke arah sumber suara baru saja.

“Dew, ini kita.” Atena menunjukkan diri, yosep dan okki bersembunyi di belakangnya.

“Kalian? Ikuti aku!” kata dewangga terkejut.

Dewangga membawa ketiga temannya ke rumah kosong tempat mereka makan malam tadi, Toni dan jihan ikut serta.

“Seberapa banyak kalian dengar?” tanya dewangga yang cemas.

“Semuanya” Jawab Atena. Jihan semakin bingung orang lain mengetahui siapa jati dirinya.

“Kita tidak berniat apapun, kita hanya ingin pergi dari sini. Kau tahu kami tidak ingin ikut perang pamanmu!” jelas okki.

“Ya itu yang sebenarnya, buktinya kita sudah membawa tas masing-masing. Dan tidak sengaja mendengar percakapan kalian.” Kata yosep menimpali.

“Bagaimana jihan?” Tanya toni.

“Kalian hanya ingin pergi saja bukan?” tanya jihan kepada tiga rekan barunya. Semua mengangguk.

“Baiklah, kalian pergi dan kita berdua pergi. Kita akan memilih jalan yang berbeda.” Jihan berkata.

“Jihan, bolehkah kita ikut denganmu?” Okki menawar “Kita juga ingin ke kota itu tanpa berperang. Hidup dengan layak disana.” Lanjut okki.

RAJANAMI [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang