Ciperna

36 16 0
                                    

Mobil jeep yang dikendarai Jihan dan teman-temannya berhenti di sebuah rumah gubug kosong perkampungan kecil setelah berkendara sesiangan ini. gubug yang terbuat dari kayu-kayu limbah dengan ukuran dan jenis yang acak itu sepertinya berdiri baru-baru ini. tidak ditemukan apapun di dalamnya, kecuali kain-kain selimut penuh debu. Mereka tidak bisa lagi mendekat ke pemukiman berjarak lima ratus meter dari gubug.

Semenjak dunia hancur, kelompok-kelompok kecil penyintas membangun tempat perlindungan mereka dengan membuat tembok mengelilingi kampung. Di dalam tembok mereka membuat ladang-ladang pertanian kecil, dan sumur sebagai sumber air. Sang ketua kelompok biasanya melarang siapaun masuk ke kampung mereka atau kalau ada yang menerobos kelompok tersebut tidak segan-segan melumpuhkan dengan berbagai senjata. Itulah alasannya Jihan dan teman-temannya tidak bisa mendekat. Mereka memutuskan untuk bermalam di gubug tersebut.

Langit malam sepi dari bintang. Kontelasi bintang langit utara yang biasa bertaburan karena bumi menjadi gelap tak nampak satupun. Langit sepertinya berkehendak lain malam ini. musim hujan semakin sering datang berkunjung. Mereka menyalakan api unggun dari sisa-sisa kayu bekas kebakaran yang di kumpulkan sebelum petang tadi. Mereka duduk mengelilingi api unggun sembari membakar ubi. Malam ini, mereka hanya makan ubi yang dilumuri madu sebab mereka sudah tidak memiliki daging. Persediaan air yang mereka miliki juga pas-pasan. Bahkan untuk buang air saja mereka tidak menggunakan air, hanya menggunakan kain-kain.

Ini adalah rencana yang menyimpang dari rencana awal yang telah dirancang Jihan. Namun, dia telah memikirkan juga hal ini. mengapa ia memilih pergi di saat musim hujan. Sebab dia bisa menampung air untuk kebutuhan minumnya. Sembari menunggu ubi matang, jihan menaruh dua water storeage portable nya di depan gubug.

“Kau membawa itu selama ini?” tanya Okki.

“Iya, ini sangat berguna disaat seperti ini.” jawab Jihan.

“Barang itu jelas lebih berguna daripada proyektormu bukan?” ejek yosep pada Okki.

“Memangnya ada yang salah dengan proyektorku? Selama ini kau menikmati nonton film dengan itu.”

‘Duar..’ Guntur menyambar sekali setelah lebih dulu kilat menyapa wajah-wajah lusuh mereka. suara guntur itu pula menghentikan perdebatan Yosep dan Okki.
Mereka tertidur beralaskan kain-kain lusuh dengan api unggun masih menyala-nyala menghangatkan. Ini lebih nyaman ketimbang tidur di villa Ludorft, yang kadang dibangunkan tengah malam oleh hawa dingin. Meski sudah berselimut tebal, atau ketika tidak sengaja selimut terbuka, angin sekaligus hawa dingin yang masuk akan membuat mereka masuk angin. Jihan terjaga sendiri memandangi gerimis. Toni sudah pulas karena lelah menyetir. Atena, Yosep, dan Okki juga sudah menjelajah alam mimpi. Mereka mendapatkan lagi kenyamanan tidur seperti dulu setelah kesusahan beradaptasi di Villa Ludorft.

Dewangga terdiam di rebahannya. Memandangi punggung Jihan yang tersorot oleh goyangan api. Dewangga telah mengambil resiko besar untuk melindungi gadis yang dicintainya. Paman Noto sudah pasti membunuhnya jika berhasil menemukannya. Dewangga tidak akan membiarkan itu sebelum Jihan bertemu dengan ayahya. Dewangga bangkit, berjalan mendekati Jihan.

“Kenapa kau tak tidur?” tanya Dewangga sambil berdiri, dan memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana karena cukup dingin jauh dari api.

“Kau sendiri?” tanya Jihan balik. Dewangga duduk di samping Jihan.

“Bagaimana… jika kamu sudah bertemu ayahmu, apa yang kau lakukan nanti?” tanya Dewangga menyelidiki.

“Apa yang aku lakukan?” diam sejenak Jihan berpikir. “Sudah pasti aku akan memeluknya, dan… ada hal lain yang akan kita lakukan bersama.” Yang Jihan maksud adalah tentang antivirus dan tanaman Littorella. Lain halnya dengan pikiran dewangga. Dewangga berasumsi, Jihan dan ayahnya akan berburu di hutan-hutan Rajanami.

Selain tidak mengetahui tentang antivirus itu, Dewangga juga sudah tidak mengenal Jihan versi dewasa. Jihan dewasa bukanlah Jihan yang hanya melakukan hal-hal menyenangkan untuk dirinya sendiri, seperti berburu di masa lalu. Jihan dewasa ingin melakukan hal yang lebih besar. Menyelamatkan dunia, terdengar mustahil memang. Namun, Jihan berkeyakinan hal besar yang terjadi berawal dari hal kecil. Jihan akan memulainya dengan hal-hal kecil lebih dulu.

“Lakukanlah nanti! …aku akan mengantarmu sampai Rajanami. Tapi, paman Noto tidak boleh menemukanku dulu sebelum sampai. Aku yakin dia sudah berencana membunuhku.” Kata Dewangga tersenyum seolah itu telah siap menyambut kematiannya.

RAJANAMI [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang