Pasukan Mbalelo Datang

45 26 5
                                    

'Ayah, mengapa harus kita yang memikul beban ini?’ jihan berdiri pengamping di teras villa memandangi hujan. Sudah beberapa hari ini hujan turun lebih sering. Terkadang pagi hingga sore matahari tak muncul sama sekali. Hanya ada awan yang kelabu dan hati haru biru. Kegiatan di villa Ludorft tidak ada yang istimewa. Toni lebih suka menjelajah bukit-bukit sekitarnya mencari bahan makanan. terkadang pulang dengan buah kemiri, buah yang bentuk dan warnanya menyerupai buah apel. Atau terkadang pulang dengan rerumputan liar yang layak di makan.

Pada suatu hari setelah hujan turun secara masif minggu ini, Toni mengajak Jihan ke bukit sebrang telaga untuk mencari tanaman pakis yang mulai menghijau. Bukan tanpa tujuan, Toni mengajak Jihan untuk memastikan seberapa penting tanaman Littorella yang harus didapatkan Jihan. Sehingga Toni bisa membuat keputusan untuk dirinya sendiri
.
“Jihan,” panggil Toni, Jihan masih berjongkok memetik daun pakis yang masih muda. Lantas jihan berdiri seraya berkata “Ada apa?”

“Apa... benar tanaman Littorella itu untuk mengobati lambung ayahmu?” Toni bertanya dengan nada pelan agar tidak terkesan mengintimidasi. Dari sorot mata Jihan, ia terkejut mendengar Toni bertanya demikan, dalam batin ia langsung bisa menduga bahwa Toni menaruh curiga terhadapnya.

“Aku.. bukan ahli obat herbal, tapi aku tahu mengenai tanaman. Tanaman langka itu tidak untuk lambung. Malainkan bisa membunuh bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh manusia.” Toni mengatakannya dengan santai. Sementara Jihan diam tercekat mencari-cari jawaban. Bukankah mudah bagi Jihan membuat alasan. Ia seorang lulusan sastra pandai merangkai kata. Kali ini di hadapan Toni, Jihan telah mati kutu tak mampu bicara.

“Tidak apa-apa,” toni memegangi bahu Jihan. “Aku bukan orang lain lagi. katakanlah sejujurnya apa yang sebenarnya aku sudah melihat Littorella kering di dalam tasmu.” Sambung Toni menenangkan, padahal Jihan hampir saja menemukan alasan untuk mengelak. Jihan menghela nafas menyerah menyembunyikan semuanya.

Hari sudah sore. Jihan dan Toni terududuk di puncak bukit savana menatap lautan awan dengan sekeranjang pakis muda. Jihan menceritakan semuanya tentang pesan ayahnya bahwa; antivirus yang beberapa waktu lalu disuntikkan Jihan pada Toni salah satu komposisi pentingnya berasal dari tanaman Littorella. Sang ayah tak sempat membawa ke Rajanami karena Letnan Budi langsung membawa ayahnya tanpa dibiarkan berkemas terlebih dahulu sehingga Jihan lah yang bertugas membawa tanaman Littorella kering kesana.

“Jadi… tugasmu sangat berat. Kau akan melindunginya dengan nyawamu?” Toni telah percaya sekarang, kemarin dia baru sekedar menduga-duga meski yang dilihatnya berupa fakta. Namun, sore ini ia telah memiliki jawaban yang bisa dipercayai, langsung dari mulut jihan sendiri. Jihan mengangguk saja lalu memalingkan wajahnya ke sisi lain memandang hamparan bukit.

Rumput-rumput telah menghijau kembali. Akar-akar yang terjebak di dalam tanah mulai bertunas menyelimuti bukit hingga berubah warna hijau segar. Dalam pandanganan Jihan memikirkan bebannya, ia melihat sebuah rumput yang berbeda dengan yang lain. Bentuknya batang sejati memanjang banyak cabang mengandung banyak air, bukan pipih kebanyakan rumput berjenis heires yang mudah menggelayut apabila terterpa angin. Tanaman itu hampir tak terlihat keberadaanya karena populasi heires lebih mendominasi.Jihan yakin tanaman yang dilihatnya adalah tanaman Littorella, yang selama ini dia nanti-nanti kemunculannya.

Jihan berjalan mendekati tanaman itu. Dia tersenyum hampir menangis melihat apa yang ada didepannya. Toni menyusul lantas memegang tanaman itu. Ia langsung yakin itu adalah tanaman Littorella. Toni melihat wajah terpana Jihan sedang memandangi tempat lain. Tepatnya, di belakang Toni terhampar banyak tanaman Littorella pada sisi bukit. Mereka langsung mencabuti tanaman Littorella lalu berhenti ketika gelap datang.

“Dari mana saja kalian, jam segini baru kembali?” tanya Dewangga penasaran.

“Kita sudah menemukannya,” Jawab Toni sambil menunjukkan kerangjang berisi penuh tanaman Littorella. Sementara Okki mendekat penasaran.

“Seperti inikah tanamannya,” okki memegang tanaman, menyentuh ingin tahu teksturnya.

Paginya setalah hujan reda, Jihan telah menugaskan berpasang-pasang berpencar ke bukit-bukit mencari tanaman Littorella. Dewangga bersama Atena, Yosep dengan Okki, dan Jihan dengan Toni. Mereka kembali saat makan siang dengan keranjang-kerajang berisi penuh. kemudian naik bukit lagi setelahnya. Okki yang selalu penasaran bertanya pada Jihan saat mengumpulkan hasil panen mereka.
“Apa.. ayahmu membutuhkan sebanyak ini?”

“Iya, Tentu,” jawab Jihan bohong.

Setelah mendapatkan satu karung penuh. keesokan harinya jihan dan yang lainnya menjemur tanaman Littorella di bawah sinar matahari yang kadang-kadang muncul. Ketika gerimis datang, ia segera berlari untuk mengamankan tanaman itu dari hujan. Beberapa tanaman dengan akar besa-besar tak dijemurnya, jihan memasukkannya dalam kotak canggih yang bisa membuat tanaman itu awet, tidak membusuk atau tidak mongering. Sehingga saat kedatangannya di rajanami, tanaman tersebut bisa ditanam.

Waktu yang dibutuhkannya untuk menjemur tidak sesuai pesan ayahnya, dua hari. Tanaman itu bisa benar-benar kering hingga lima hari karena cuaca yang tak menentu. Hari ini setelah mengemas tanaman itu masuk ke dalam ransel jihan dan di press hingga membuat tanaman yang semula satu karung hanya menjadi setengah ransel. Sementara barang-barang lain milik Jihan dibawakan Toni. Mereka semua berkemas di ruang tengah, meninggalkan barang yang tidak perlu. Okki celingak-celinguk mencari Yosep yang menghilang.

“Atena, kau tahu Yosep dimana?” Okki bertanya
.
“Aku tidak tahu, dia harusnya segera berkemas.” Atena menjawab.

‘Prang..’ Suara benda logam terdengar jatuh ke lantai di rungan lain. Semua mata saling memandang bertanya-tanya suara apakah itu. Hanya Okki yang tak merasa terkejut. Okki bisa menerka kelakuan siapa. Okki sangat dekat dengan Yosep sehingga kecerobohan apapun yang dilakukan Yosep segera dia ketahui.

“Apa yang dia lakukan.” Okki mengomentari masih sambil memasukkan benda-benda elektronik berharganya ke dalam tas.

Tak berselang lama, Yosep keluar muncul membuat semua orang terperangah. Yosep berdeham sambil berpose kaki menyilang dan tangan bertolak pinggang, pandangannya ke langit-langit sambil melirik teman-temannya berharap agar segera diperhatikan. Yosep telah mengenakan baju lama dari abad 20 milik keluarga Ludorft celana bahan kombor, kemeja putih polos dibalut jas beludru merah maroon sepaha kombinasi renda-renda. Lantas semua jadi tertawa melihat tingkah Yosep.

“Apa yang kau pakai?” Okki mengejek sambil tekekeh.

“Apa maksudmu? Ini keren, aku seperti orang-orang dari jaman penjajahan.” Sanggah Yosep.

“Apanya yang keren, jasmu terlalu mencolok tidak cocok di pakai di zaman ini.” Dewangga ikut mengejek, sembari memilah senjata yang dibawanya. Yosep memasang wajah kesal telah menjadi bahan ejekan tak tertawaan.

“Setidaknya baju ini lebih bersih ketimbang kaosku yang kemarin, aku hanya membawa dua baju.” Yosep melihat-lihat jas nya yang memang terlihat berlebihan.

“Oh iya, di dalam kamar itu banyak baju, mungkin ketinggalan jaman tapi disana bersih.” Jihan memberitahu teman-teman yang lain.

Seketika Okki penasaran masuk ke dalam kamar, memilah-milah isi lemari yang telah bergantung banyak sekali pakaian model kuno. Benar kata Yosep baju-baju di dalam lebih bersih, mereka juga perlu memakai baju lain meski tak baru ketimbang sepanjang tahun hanya memakai dua baju blawus secara bergantian.

Semua telah berganti berpakaian memakai kemeja berwarna krem longgar. Toni dengan style nya yang membiarkan kemeja tidak dikancingnya melapisi kaos yang ia kenakan. Dewangga tampak menemukan kemeja yang berbeda warna sendiri, berwana kelabu karena ini ukuran yang cukup besar untuknya. Atena memotong bagian lengan sehingga menjadi kemeja lengan pendek. Ia lebih suka bertarung dengan baju yang tidak menyulitkannya. Sementara Okki yang memiliki tubuh kurus, tampak kemeja krem yang ia kenakan kedodoran. Dan Jihan, dia mengancingkan semua kancing dan memasukkan kemeja ke dalam celana. Kemudian ia lingkari dengan ikat pinggang.

Semua telah bergaya seperti orang-orang dari zaman lain, jas-jas yang terlihat sangat kuno tidak mereka kenakan. Mereka hanya mengambil kain-kain selimut yang tidak terlalu tebal untuk menyelimuti diri di malam hari.
Saat canda tawa memenuhi ruangan tengah, Toni merasa mendengar bunyi gemuruh yang tak didengarnya selama tinggal di villa Ludorft. Ia menghentikan gurauan teman-temannya.

“Sssst… “ telunjuk Toni sudah di bibir untuk memberi isyarat kepada mereka agar segera diam.

“Ada apa?” Jihan bertanya.

Toni berlari keluar villa, ia segera menempelkan telinganya ke tanah untuk mendengar suara apa yang datang. Seketika Toni panik ketika mengetahui suara apa. Itu adalah suara roda kendaraan yang sedang mendekat.

“Kita harus pergi sekarang! ada banyak kendaraan yang datang, aku yakin itu orang suruhan paman Noto.” Kata Toni kembali ke dalam villa.

Seketika semua langsung bergegas menyelesaikan barang mereka. Kemudian berlari arah mobil jeep yang masih terparkir di samping villa sejak dua minggu lalu. Toni langsung menghidupkan mesin, kali ini dia yang akan menyetir. Pada saat Jihan dan teman-temannya sedang menaikkan tas-tas ransel, segerombolan jeep terlihat mendekat setelah tanjakan terkahir. Jihan telah memprediksikan hari ini, hari dimana pasukan Mbalelo akan datang ke villa. Untuk itu, Jihan telah merencakan akan kabur dari jalan alternatif menuruni gunung dari belakang villa Ludorft.

“Toni, kita pergi melalui jalan belakang villa.” Jihan berkata sembari membuka pintu penumpang depan, lalu duduk menutup pintu jeep dengan keras. Yang lain sudah memasuki jok belakang yang tak beratap.

“Baik,” Toni menjawab.

Toni segera menancap pedal gas, melakukan atret cepat.
‘Duar..’ tembakan melesat dari salah satu jeep Mbalelo ke arah mereka. Tembakan itu hanya mengenai samping badan jeep. Setelah tembakan pertama, tembakan selanjutnya seperti hujan peluru. Di jok belakang semua menunduk sambil Dewangga berusaha membuka tas senjata dalam kondisi mobil bergoyang-goyang melewati medan bertanah dan batu-batu. Dari semua tembakan, tak satupun mengenai tubuh mereka, hanya mengenai badan jeep dan mengarah ke roda. Jihan seperti bisa menerka bahwa; mereka membutuhkannya hidup-hidup dan tidak aka membiarkan sang driver terkena tembakan, karena itu bisa mengakibatkan kecelakaan yang bisa berakhir nyawanya melayang. Jika itu terjadi, maka akan sangat merugikan Mbalelo.

Setelah keluar dari area bukit yang mengelilingi telaga dalam hujan tembakan, mobil jeep yang mereka tumpangi mulai melewati medan jalan menuruni berbatu. Jalan ini sudah dibuat oleh pendudukan lokal sejak lama, sebagai jalan ke lereng-lereng gunung atau ladang mereka. Namun, tidak diperbaiki atau dilakukan pengaspalan jalan, dibiarkan telanjang hanya batu-batu berukuran besar merekat, membuat goncangan lebih terasa.

“Dew, keluarkan senjata untukku! Cepat!” teriak Jihan pada dewangga. Sementara ia sudah berhasil membuka tas. Mengeluarkan dua senapan mesin, satu untuknya dan satu lagi untuk Jihan. Saat Okki hendak memberikan senapa kepada Jihan, sebuah peluru mendarat di gagang senjata tersebut. Okki roboh jatuh menimpa Yosep. Okki tahu persis apa yang dilihatnya pada gagang senapan, itu adalah peluru bius.

“Jihan, mereka menggunakan peluru bius, ini tangkap!” Okki melempar senapan ke jihan.

“Aku tahu itu, itulah kenapa tembakan mereka selalu meleset. Mereka hanya menakut-nakuti kita.” Jihan berkata sambil berdiri, menaruh senapannya di kerangka besi jeep bersiap membidik. Sementara Dewangga juga telah bersiap membidik pula.

Dewangga telah melepaskan beberapa tembakan, sebagian mengenai orang-orang di jeep yang mengejar mereka, dan lebih banyak yang meleset karena goncangan dari jeep yang mereka kendarai tidak menstabilkan bidikan. Jihan yang mengetahui hal itu telah membuat strategi lain. Pada tikungan di depan, samping  jalan tikungan terdapat sebuah air terjun dengan tinggi puluhan meter. Air terjun itu cukup tinggi dengan aliran air yang terjun cukup deras. Sudah bisa dipastikan kolam yang di bawahnya juga dalam. Itu mampu menenggelamkan mobil jeep pasukan Mbalelo.

Sebelum pasukan mbalelo melewati tikungan, Jihan membidik mobil jeep paling depan tepat mengarah sang driver. Jihan menarik nafas melalui hidung kemudian menghembuskannya melalui mulut. Ia hanya butuh satu tembakan saja untuk melumpuhkn pergerakan mereka. Ketika mobil jeep terdepan sampai di tikungan, jihan melepaskan tembakan dengan akurat. Tembakan itu mengenai lengan sang driver hingga ia oleng. Otomatis deretan mobil belakangnya saling menabrak. Ada yang masuk ke dalam kolam air terjun, ada yang masuk ke dalam jurang. Namun, masih ada satu yang bertahan.

Satu mobil jeep terus mengejar tanpa menyerah. Hampir saja dari sekian banyak tembakan, satu peluru bius mendarat di besi kerangka atas tempatnya menyandarkan senjata. Kemudian Dewangga yang mengetahui hal tersebut segera membidik lebih akurat lagi ke ban kendaraan musuh. Dalam hitungan ke-tiga dibatinnya, ia melepaskan dua kali tembakan yang mengenai ban mobil jeep hingga kempes dan berhenti melaju. Driver jeep musuh nampak kesal memukul setirnya keras-keras. Hari ini Jihan dan teman-temannya lolos dengan mudah, namun hal itu tak akan menghentikan ambisi paman Noto. Ia akan mengirim pasukan lagi untuk menangkap Anusy Jihan.

◼◼◼

Publish 07-08-2020

RAJANAMI [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang