Note : Setelah ini babnya ke acak, perhatiin no babnya, ya. Isi perbab tetap benar kok cuma urutannya aja ke acak gak tau kenapa:(
***
Tidak semua perasaan mendapat balasan, adakalanya ia hanya perlu disampaikan tanpa adanya penerimaan.
-Kita, Cinta dan Papa 2-
***
Sudut kafe terserah menjadi tempat duduk favorit untuk Ina. Perempuan itu sering sekali menghabiskan waktu disana, sekadar menikmati segelas kopi atau mungkin mendengarkan lantunan Asmaul Husna lewat earphone yang ia bawa.
Jemarinya mengetuk meja kayu berulang-ulang. Kali ini Ina tak sedang minum kopi, juga tidak mendengarkan Asmaul Husna. Perempuan itu masih memikirkan ucapan Jefri kemarin. Lelaki itu jujur pada perasaannya, ia tidak meminta Ina untuk menjalin sebuah hubungan karena Jefri sendiri tahu bahwa Ina tidak akan mengiyakan ajakannya untuk berpacaran.
Daripada dipendam lantas menjadi beban, Jefri memilih untuk mengungkapkan agar dirinya lega karena perasaan yang ia punya telah dilepaskan.
Tidak semua perasaan mendapat balasan, adakalanya ia hanya perlu disampaikan tanpa adanya penerimaan. Jefri tahu betul akan hal itu, dan ia tidak akan pernah bisa memaksa jika seseorang tidak memiliki rasa yang sama dengannya.
Ina menghela napas, ia menatap Una yang baru saja duduk di depannya.
"Gue heran sama lo, hobi banget sih ngelamun? Kalau melamun menghasilkan uang, mungkin lo udah kaya."
"Gue bakal kasih sebagian kekayaan gue ke lo."
Una terkikik geli, lantas ia menatap serius ke arah saudaranya. "Lo kenapa? Ada masalah?"
Ina mengedikkan bahu. "Enggak tau."
"Dih enggak jelas. Serius nanya gue,
lo bisa cerita In.""Jefri suka sama gue."
"Hah?" Una menegakkan duduknya, ia siap menyimak cerita dari Ina. "Terus-terus, lo juga suka sama dia?"
"Enggak sih, cuma gue kepikiran aja sama dia."
"Apa yang lo pikirin?"
"Gue enggak enak aja kalau harus menjalin sebuah pertemanan terus melibatkan perasaan didalamnya, lebih baik gue enggak tau daripada udah kayak gini guenya ngerasa canggung sama dia."
"Hmm gimana ya." Una berpikir sejenak, perempuan itu menatap ke arah pintu kafe yang baru saja dibuka. "Orangnya datang In, gue duluan," ujar Una berlalu begitu saja.
"Un, mau kemana?"
"Kampus, gue masih ada kelas!" Una setengah berteriak. Perempuan itu memilih untuk menunduk saat berpapasan dengan Jefri, karena memang mereka hanya sebatas kenal saja, bukan teman.
"Bener dugaan gue, kalau lo ada di sini," ujar Jefri seraya duduk di depan Ina.
Ina berdehem pelan. "Kenapa emang?"
"Abis ini lo masih ada kelas enggak?" Pertanyaan Jefri mendapat gelengan dari Ina.
"Jalan yuk."
"Kemana?"
"Kemana kek gitu."
Ina menatap jendela, memperhatikan keluar. "Cuaca panas kayak gini?"
"Jadi nolak nih jalan sama gue?" Jefri menyugar rambutnya, lelaki yang mengenakan jaket hitam itu bersedekap dada menatap Ina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita, Cinta dan Papa 2
RomanceNOTE : BAB CERITA INI ACAK2 AN, GAK TAU KENAPA. JADI BUAT YANG MAU BACA, KALIAN URUTIN SENDIRI AJA YA BABNYA. ISINYA BENER KOK:) *** Ini bukan lagi cerita tentang geng BBS yang terkenal di SMA Gemintang, bukan pula kisah perjuangan tiga pemimpinnya...