Bab 34

2.4K 663 97
                                    

Sekilas info
Cerita Permaisuri Hati akan terbit Oktober tahun ini.
Yuk bisa yuk nabung untuk menghalalkan Papa Andra versi muda, kita flashback di sana. Pastinya Andra akan lebih gemoy:)

***

Dilan mengusap lembut puncak kepala Una, perempuan itu masih betah bersandar di pundaknya.

"Dilan."

Kening Dilan berkerut. "Kenapa panggil nama?"

"Enggak apa-apa, lagi pengen aja."

Dilan terkekeh, ia menepuk puncak kepala Una beberapa kali. "Yaudah, senyamannya kamu aja."

"Kamu tetap kayak gini, ya. Sayang sama aku. Karena aku ngerasa baik-baik aja selama aku sama kamu, sama orang yang cinta sama aku." Una menegakkan tubuhnya, menatap Dilan lamat-lamat.

Dilan tersenyum, ia menggenggam tangan Una. "Na, saya akan berusaha melakukan apapun yang terbaik untuk kamu. Terima kasih karena telah menerima saya. Apapun yang buat kamu enggak nyaman sama saya, bilang aja. Entah itu perilaku ataupun sifat saya."

"Kok jadi sedih sih? Kembarannya Papa Andra bisa aja deh kalau ngomong!" Una terkekeh, padahal matanya berkaca-kaca sekarang.

Dilan ikut tertawa. "Pokoknya saya sayang sama kamu banyak-banyak."

"Dih apasih!"

Dengan masih diiringi tawa, Dilan merangkum kepala Una dengan gemas. Lantas membawa perempuan itu ke dalam dekapannya.

Una tersenyum dalam pelukan Dilan, perempuan itu memejamkan mata kala mengingat pertemuan pertamanya dengan Dilan. Saat itu hari kedua masuk sekolah di SMA Gemintang, mereka masih menjalani masa pengenalan lingkungan sekolah.

Una sudah telat ketika murid baru diperintahkan berkumpul di lapangan, perempuan itu mampir ke kantin karena perutnya kelewat lapar akibat tidak sempat sarapan sebelum berangkat sekolah.

Bruk

Una mundur beberapa langkah ketika ia menabrak seseorang, mulut perempuan itu setengah terbuka menatap jilbabnya yang basah akibat ketumpahan minuman miliknya sendiri.

"Kalau jalan hati-hati dong, minuman gue jadi tumpah nih!"

Kening Dilan berkerut. "Maaf nih, 'kan kamu yang nabrak saya. Kenapa saya yang salah?"

"Di sini enggak sepenuhnya salah gue, lo juga salah karena jalan enggak hati-hati."

"Kamu lebih parah, lari tapi enggak liat sekitar."

"Gue lagi buru-buru!"

Dilan menghela napas. "Yaudah, saya yang salah, saya minta maaf," ujarnya seraya menyodorkan sapu tangan pada Una, tetapi perempuan itu menepisnya.

"Permintaan maaf lo enggak akan bikin jilbab gue kering."

"Makanya itu saya kasih kamu sapu tangan."

"Enggak perlu," ujar Una seraya berlalu begitu saja.

Dilan menggelang pelan, lelaki itu mengikuti langkah Una. "Sekali lagi saya minta maaf."

"Iya, dan sekarang kenapa lo ngikutin gue?" Masih dengan wajah yang tidak bersahabat, Una menatap kesal ke arah Dilan.

"Saya mau ke lapangan."

"Oh," ujar Una seraya mempercepat langkah. Sesampainya di lapangan, ia dan lelaki yang belum Una ketahui namanya itu tidak dibolehkan bergabung ke dalam barisan karena mereka terlambat.

Kita, Cinta dan Papa 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang