Bab 10

5.4K 958 168
                                    

Perkara rasa memang ribet. Inginnya selalu dekat, berharap dia bisa menetap. Kesalahannya adalah, kita sering terlalu tinggi berharap.

-Kita, Cinta dan Papa 2-

***

"Ta, balik yuk. Mood gue lagi jelek kayak gini malah lo ajak keliling mall enggak jelas. Yang ada mood gue tambah ancur." Jefri mengacak rambutnya frustrasi, ia melangkah gontai mengikuti Jelita yang berjalan di depannya. Seharian ini lelaki itu uring-uringan gara-gara Ina menghindar darinya, perempuan itu seolah enggan ditemui. Sontak saja hal itu membuat Jefri bingung, ada apa sebenarnya? Apa Ina tidak nyaman karena Jefri telah mengungkapkan perasaan, tetapi bukankah sebelumnya tidak menjadi masalah.

Jelita menghela napas, ia membalik badan seraya menatap sang kakak. "Lo enggak jelas deh Bang, seharusnya mood lo jadi baik karena udah jalan-jalan."

"Baik, kalau jalannya enggak sama lo!"

Jelita mendelik tidak suka. "Nyebelin banget jadi orang."

"Balik sekarang yuk!" Jefri menarik tangan Jelita, kalau perlu adiknya itu harus diseret terlebih dahulu.

"Eh, eh itu kayak Kak Ina," ujar Jelita ketika melintasi Gramedia.

Seketika langkah Jefri terhenti. "Mana?"

"Tapi boong," ujar Jelita santai, tidak merasa bersalah sama sekali karena sudah mengerjai Jefri.

Jefri menampilkan ekspresi datar. "Berasa pengen gue jitak lo!"

Jelita terkekeh. "Beneran kok Bang, Kak Ina ada di toko buku noh."

Jefri memincingkan mata. "Awas kalau lo bohong," ujarnya seraya berlalu pergi menuju toko buku yang ditunjuk Jelita.

Jefri mencari keberadaan Ina, ia mengitari rak buku di sekelilingnya. Dan benar saja, Ina ada di sana. Ternyata Jelita tidak berbohong.

Jefri tersenyum. Ia menghampiri Ina, berdiri di belakang perempuan itu.

Sementara itu Ina masih tak menyadari keberadaan Jefri, ia asyik memilih novel yang akan dibeli. Perempuan itu berjinjit untuk mengambil novel incarannya, tubuh Ina yang pendek tidak memungkinkan untuk mengambil novel itu.

Refleks Ina membalik badan ketika buku yang diincarnya diambil oleh seseorang.

"Tumbuh tuh ke atas," ujar Jefri diiringi senyuman, ia menyerahkan buku yang baru saja ia ambil kepada Ina.

Ina menerima buku itu. "Makasih Jef," ujarnya, perempuan itu mendongak untuk menatap Jefri. Tubuh lelaki itu lebih tinggi dari Amar, ketika Ina berada di dekat Jefri ia terlihat mungil sekali.

"Sama-sama, kok lo sendiri aja sih?" Jefri menyeimbangi langkah Ina, perempuan itu bersiap membayar buku yang ia beli.

"Enggak apa-apa, lagi pengen sendiri aja."

"Oh, lagi pengen sendiri aja. Jadi lo keberatan nih kalau gue di sini."

Ina mengedikkan bahu. "Enggak juga, ini 'kan tempat umum," ujar Ina, ia dan Jefri keluar dari toko buku.

"Hai Kak Ina," sapa Jelita, perempuan itu tersenyum.

"Hai, Ta." Ina balas tersenyum. Sementara itu Jefri memberi kode pada sang adik, semoga Jelita paham.

Jelita berdehem. "Kak, jalan sama gue yuk."

"Maaf Ta, Kakak mau langsung pulang aja nih."

Jelita melirik Jefri yang berdiri di belakang Ina, ia seolah bertanya tanpa suara. 'harus apa lagi?'

Kita, Cinta dan Papa 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang