Chapt 3

1.3K 74 7
                                    

Tidak bisakah trauma ini memberikan pengecualian?-Aeera Riananda Hanasta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak bisakah trauma ini memberikan pengecualian?
-Aeera Riananda Hanasta

✨✨

“Aku kurang ajar ya Na, tadi.”

Suara pertama yang aku keluarkan selama perjalan menuju kampusku. Sedari keluar rumah, Nana tidak menanyakan apapun padaku. Di perjalananpun aku hanya menutup mata sambil meletakkan daguku di atas bahunya. Udara pagi hari sungguh menyejukkan, tapi tidak cukup untuk menyejukkan perasaan resah saat dimeja makan tadi.

“Kakak mau aku jawab apa?”

“Nggak tau.”

Manaf menghela nafas. “Kalau orang yang nggak tau kondisi kakak kaya gimana, mungkin mereka akan berpikir kakak adalah anak paling kurang ajar yang nggak sudi menyentuh tangan papanya. Kakak nanya sama aku, aku akan dengan mantap jawab kakak bukan anak kurang ajar. Karena apa? Karena aku satu-satunya orang yang tau.”

“Aku nggak tau sampai kapan aku kaya gini, takut sentuh papanya sendiri.”

“Nggak perlu dipikirin. Yang harus kakak pikirin sekarang itu cara agar trauma itu nggak hadir lagi. “

“Susah, Na, ngendaliin bayangan malam itu.”

“Bismillah, pasti bisa kok.”

Motor bebek Nana berhenti saat kami sudah sampai di depan kampusku, aku turun lalu membuka helm dan memberikannya ke Manaf. Manaf celingak-celinguk melihat lingkungan tempatku kuliah. Ia selalu begitu, tak pernah berhenti kagum pada tempat ini.

“Belajar yang bener makanya, biar bisa kuliah disini.” Manaf tersenyum sambil mengangguk, tapi aku dapat melihat sebuah tekad yang kuat di dalam matanya.

“Kalo pulang telepon aku aja, Kak,” ucap Manaf sebelum melajukan motor bebeknya setelah melihatku mengangguk mengiyakan.

Aku menghela nafas lalu menghembuskannya dengan keras. Sangat menyebalkan ketika aku harus menganggap keramaian adalah bagian dari musuhku, jadi setiap hari ketika pagi mulai datang aku bagaikan menghadapi sebuah rintangan dan itu benar-benar sungguh membuatku gugup.

Baru dua langkah kaki bergerak, sebuah suara melengking terdengar dari belakangku.

“AEERA RIANANDA HANASTA!!!” Aku tersentak kaget, malu lebih tepatnya.

Hey, yang benar saja! Aku masih berada di gerbang kampus dimana mahasiswa dan mahasiswi hilir mudik di sana dan ada yang memanggil nama lengkap kalian dengan suara kencang, itu benar-benar memalukan.

“Glo, mending kamu ke hutan aja sana kalo mau cosplay jadi tarzan. Please lah, ini masih di gerbang, dan kamu—ohh my, yang bener aja dah aku punya temen begini.” Keluhku sambal menutup wajahku yang memerah dengan map laporan yang aku bawa.

BAD FIANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang