12. Perception

1.4K 281 53
                                    

Lalu tibalah hari senin lagi, yang berarti hukuman skorsing untuk Falusha dan Helena telah berakhir.

Semangat tidak semangat Falusha berangkat menuju sekolah. Dia masih galau soal topik kemarin, tapi sebisa mungkin ia akan bersikap biasa jika nanti tahu-tahu bertemu Kanaka. Atau kalau sudah benar-benar tidak tahan, mungkin Falusha akan menjauhinya saja. Maklum, sedang labil.

Lalu kesan pertama yang didapat begitu menginjakkan kaki di area sekolah adalah tatapan segan dari murid lain. Mereka kontan menjaga jarak ketika Falusha berjalan tak jauh dari mereka. Ada yang berbisik-bisik bahkan menunjuk langsung ke arahnya, mungkin mau menunjukkan si anggota baru gangster sekolah. Falusha pun hanya bisa tersenyum kecut, pupus sudah harapannya punya banyak teman di sekolah baru ini.

"Welcome back to the hell!" Sambut Ghania memeluknya, cipika-cipiki berlagak tak pernah bertemu. "Syukurlah, kepalanya udah nggak benjol lagi."

"Bacot ah. Minggir, mau duduk."

"Eit! Makasih dulu dong! Meja kursi lo udah gue bersihin tuh."

Falusha tersenyum singkat. "Makasih ya, kodomo."

"Teman baikmu! Hahahahahah!"

Falusha juga akhirnya tenang karena tak ada lagi oknum paparazi yang selalu berkerumun untuk mewawancarainya tiap kali habis membuat kehebohan (kebanyakan tak sengaja). Sekarang mungkin lebih baik tahu dari mulut ke mulut saja, takut dibanting Falusha kalau banyak tanya.

"Gimana rasanya masuk sekolah setelah disaksikan seluruh warga menghajar kakak kelas habis-habisan bu hajah?"

"Mereka ngatain gue psikopat anjir. Sinting emang."

"Lah elu emang sinting. Gue aja masih nggak percaya."

"Ck, udah lah, ya. Udah kejadian juga. Sekarang siniin buku tugas lo, mau dicocokin dulu entar ditagih guru. Cepet!"

"Eh eh, coba lo minjem bukunya ke anak-anak. Siapa aja, penasaran mau lihat reaksinya."

"Plis deh, Gan. Lo seneng gue diomongin?"

"Enggaaaak, coba aja dulu. Mintanya baik-baik."

Falusha memutar bola mata, mendobrak meja sebelum berjalan menghampiri si ketua kelas yang biasanya menyampaikan tugas plus jawaban-jawabannya selama Falusha di rumah.

"Raidu, boleh lihat buku tugas lo nggak? Mau dicek-cekin sama punya gue."

"Emang yang dikirim belum dikerjain?"

Mendadak Falusha salah tingkah, apalagi si pemuda kini menatap lurus ke matanya. Datar, tapi bikin berdebar. "Udah sih... Cuma mau mastiin aja nggak ada yang kelewat. Tapi kalau nggak boleh juga nggak apa-apa."

"Boleh."

"Boleh?"

Raidu lalu mengeluarkan semua buku tugasnya dari bawa meja. "Ambil aja."

Si gadis berubah sumringah. "Makasih Raidu! Makasih juga nggak pernah telat ngirimin tugas ke gue, paketu yang terbaik!"

Setelah itu Falusha dengan riang kembali ke bangku, menghampiri Ghania yang duduk dengan mulut menganga.

"Heh, napa lo??"

"Did he just flirting with you?"

"Hah?"

"Damn, Raidu adalah cowok tercuek yang ada di kelas ini. Dia emang baik, tapi selama sekelas dengan dia, ini pertama kalinya gue lihat doi minjemin bukunya ke seseorang. Biasanya cuma dikirim lewat foto."

"Yang bener?"

"Demi Lovato, dah."

Tapi Falusha sih positive thinking saja yah, bisa jadi Raidu hanya kasihan padanya. Walau memang bila diingat-ingat, Raidu tak pernah meminjamkan bukunya kepada siapapun. Biasanya kalau dimintai ia hanya akan langsung mengirim jawabannya di grup kelas, atau kalau sedang pelit, ia tidak akan merespon sama sekali.

pages between usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang